Kebakaran Depo Pertamina Plumpang Jakarta Utara beberapa waktu lalu (Jumat, 3 Maret 2023), merupakan salah satu kejadian luar biasa dan sangat disesalkan banyak pihak, bagaimana tidak, kejadian tersebut terjadi pada Objek Vital Nasional dan menyebabkan 19 warga meninggal dan lainnya luka-luka serta kerusakan berat pada rumah-rumah warga sekitar.
Mengapa hal ini terjadi saat ini masih terus diinvestigasi, namun kalau dilihat polanya, Area operasi Pertamina juga pernah kejadian kebakaran yang sangat fatal di seperti di Kilang Balongan Indramayu dan Cilacap, hal ini perlu menjadi perhatian serius mengingat peran vital Pertamina dalam penyaluran BBM, aspek safety dan pengelolaan risiko perlu menjadi perhatian serius bukan sekedar ada saja atau nice to have namun semua pihak perlu memiliki komitmen yang tinggi dari jajaran Direksi, Komisaris sampai staf operasional.
Penerapan manajemen risiko dan keselamatan kerja merupakan aspek yang tidak dapat ditawar, sekali aspek tersebut diabaikan atau tidak mendapat dukungan, maka akan sulit mencapai level kematangan yang tinggi dalam implementasi manajemen risiko dan keselamatan.
Kejadian kebakaran Depo tersebut, kalau kita lihat dari aspek teori manajemen risiko, diakui atau dicatat sebagai loss event,dimana loss event terjadi karena adanya kegagalan dari suatu pengendalian/control terhadap risiko operasional/bisnis. Dengan demikian penguatan aspek pengelolaan risiko bisnis/operasional sangat diperlukan agar hal ini potensinya dapat dikurangi masa yang akan datang, bukan saja di Pertamina namun juga di BUMN lain sesuai arahan dari Menteri BUMN, Erik Thohir, beliau meninta agar seluruh BUMN terutama yang kritikal membentuk Tim Risiko Bisnis.
Tugas Tim Risiko Bisnis dalam Pengendalian Risiko Operasional
Penguatan struktur manajemen risiko dengan pembentukan Tim Risiko Bisnis merupakan langkah yang kongkret agar proses manajemen risiko pada operasional terus dilakukan dan diimplementasikan atau lebih ditingkatkan, mengingat saat ini di beberapa BUMN, seperti di lingungan MIND ID (Holding BUMN Pertambangan) telah memiliki fungsi tersebut. Tugas utama tim ini adalah fokus pada pengendalian atau mitigasi risiko terutama pada fasiltas kritikal yang dimiliki oleh perusahaan (Loss Prevention System).
Secara umum tugas Tim Risiko Bisnis adalah:
1. Melakuan identifikasi risiko
2. Penilaian risiko pada fasilitas-fasilitas/aset aset utama/kritikal dalam bisnis perusahaan
3. Pengendalian dan monitoring berkala terhadap pengendalian risiko dari fasilitas-falitas tersebut.
4. Pelaporan atas pengendalian yang dilakukan
5. Pelatihan dan exercise Loss Prevention
6. Pemutakhiran berkala/Maintenance Loss Prevention sytem
Secara struktur terdapat dua opsi dalam mengembangkan tim bisnis risiko ini, pertama ada pada Divisi/bagian dari risk management, Kedua membentuk tim tersendiri yang terdiri dari lintas sektoral yang terkait dengan bisnis utama perusahaan, seperti ada perwakilan dari operasi, safety, dan TI serta unit kerja terkait lainya sesuai kompleksitas organisasi.Â
Sebaiknya tim ini melapor langsung ke Direktur Utama secara reguler /triwulanan. Perlu diingat tim ini berbeda dengan tim operasional biasa, mengingat tugas dan fungsinya fokus pada aspek pengendalian risiko/pencegahan kejadian yang siaftnya disaster/bencana (terminologi bencana, sebaiknya merujuk pada kebijakan Business Continuity Management System/BCMS yang dimiliki perusahaan).
Audit Tim Risiko Bisnis
Agar proses tata kelola Loss Prevention bejalan, pihak internal audit memastikan proses pencegahan ini (Loss Prevention System) berjalan secara efektif oleh tim risiko bisnis. Audit dilakukan 1 tahun sekali atau sesuai kebutuhan. Tim audit sebaiknya dibekali dengan tim ahli yang mengetahui secara teknis terkait dengan fasilitas-fasilitas kritikal yang dimiliki oleh perusahaan, sehingga dapat memberikan rekomendasi yang nanti dapat diimplementasikan oleh tim Risiko Bisnis untuk perbaikan ke depan.