Mohon tunggu...
Mufid Ansori
Mufid Ansori Mohon Tunggu... Auditor - pekerja swasta bidang tata kelola organisasi

Mufid Ansori, Pengurus Besar Mathlaul Anwar bidang Ekonomi, Mantan Presiden BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta, dan Senior Konsultan Business,Corporate Governance & Risk Management, Pemerhati Sepak Bola, Sosial dan Politik, Pecinta Sejarah Kesultanan Banten

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejarah Mathlaul Anwar, Ormas Ketiga Terbesar di Indonesia

25 Februari 2016   10:39 Diperbarui: 25 Februari 2016   11:17 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tanggal 10 bulan ramadhan 1334 H, bersamaan dengan tanggal 10 Juli 1916 M, para Kyai mengadakan suatu musyawarah untuk membuka sebuah perguruan Islam dalam bentuk madrasah yang akan dimulai kegiatan belajar mengajarnya pada tanggal 10 Syawwal 1334 H/9 Agustus 1916 M. Sebagai Mudir atau direktur adalah KH. Mas Abdurrahman bin KH. Mas Jamal dan Presiden Bistirnya KH.E. Moh Yasin dari kampung Kaduhawuk, Menes, serta dibantu oleh sejumlah kyai dan tokoh masyarakat di sekitar Menes.

Selengkapnya para pendiri Mathla’ul Anwar :

Kyai Moh. Tb. Soleh
Kyai E.H. Moh Yasin
Kyai Tegal
Kyai H. Mas Abdurrahman
K.H. Abdul Mu’ti
K.H. Soleman Cibinglu
K.H. Daud
K.H. Rusydi
Danawi
K.H. Mustagfiri
Adapun tujuan didirikannya Mathla’ul Anwar ini adalah agar ajaran Islam menjadi dasar kehidupan bagi individu dan masyarakat.Untuk mencapai tujuan tersebut, maka disepakati untuk menghumpun tenaga-tenaga pengajar agama Islam, mendirikan madrasah, memelihara pondok pesantren dan menyelenggarakan tablig ke berbagai penjuru tanah air yang pada saat itu masih dikuasai oleh pemerintah jajahan Belanda. Pemerintah kolonial telah membiarkan rakyat bumi putra hidup dalam kebodohan dan kemiskinan.

Program Pendidikan Mathla’ul Anwar

Untuk sementara, kegiatan belajar diselenggarakan di rumah seorang dermawan, di kota Menes. Beliau merelakan tempat tinggalnya digunakan untuk tempat belajar bagi umat. Tokoh ini adalah K.H. Mustagfiri.

Selanjutnya, setelah mendapatkan sebidang tanah yang diwakafkan Ki Demang Entol Djasudin, yang terletak di tepi jalan raya, dibangunlah sebuah gedung madrasah dengan cara gotong-royong oleh seluruh masyarakat Islam Menes. Sampai kini gedung tersebut masih berfungsi sebagai tempat penyelenggaraan Madrasah Ibtidaiyyah, Sekolah Dasar Islam dan Taman Kanak-kanak Mathla’ul Anwar.Gedung tersebut tidak lain ialah pusat perguruan Islam Mathla’ul Anwar yang terletak di kota Menes, Pandeglang.

Mengenai program pendidikan diselenggarakan program pendidikan 9 (sembilan) tahun. Yaitu mulai dari kelas A, B, I, II, III, IV, V, VI dan kelas VII. Belum ada pemisahan tingkat Ibti-daiyah dan tingkat Tsanawiyah. Disamping pendidikan dengan sistem klasikal dalam bentuk madrasah, sebagai langkah modernisasi; juga dibuka lembaga pendidikan dengan sistem pesantren. Model ini tetap dihidup-suburkan, bahkan dikore-lasikan dengan sistem sekolah. Guru-guru yang mengajar di madrasah pada pagi hari, pada sore dan malam harinya, di rumah masing-masing, tetap menyelenggarakan pengajian dengan sistem pesantren dan menampung santri yang datang dari berbagai daerah untuk belajar di madrasah Mathla’ul Anwar.

Santriwan dan santriwati yang telah menyelesaikan masa pendidikan selama 9 (sembilan) tahun, yaitu tamat kelas VII, dikirim ke berbagai tempat/daerah untuk menda’wahkan ajaran Islam dalam bentuk baru, yaitu mendirikan madrasah Mathla’ul Anwar cabang Menes, dengan diantar oleh Pengurus Mathla’ul Anwar Menes. Mereka diberi bisluit atau Surat Tugas mengajar dari Presiden of Bestur Mathla’ul Anwar dengan semangat iman dan keyakinan terhadap janji Allah yang berbunyi : In tanshuru Allah yanshuru kum. Artinya, jika engkau menolong agama Allah, pasti Allah akan menolongmu. Maka tidaklah menghe-rankan jika pada tahun 1920-an sampai dengan tahun 1930-an, di Lampung, Lebak, \serang (Kepuh), Bogor, Tangerang, Karawang dan tempat-temapat lain, sudah berdiri madrasah Mathla’ul Anwar cabang Menes, hanya diizinkan menye-lenggarakan madrasah sampai kelas IV (empat), sedangkan untuk kelas V, VI dan VII harus belajar di Menes.

Pada tahun 1929 didirikan madrasah putri Mathla’ul Anwar dengan tiga tokoh yang menjadi pimpinannya yaitu : Nyi. H. Jenab binti Yasin, Nyi Kulsum, dan Nyi Aisyah. Disamping kegiatan belajar mengajar di madrasah dan pesantren bagi murid-murid, juga setiap hari Kamis setiap pekan seluruh guru diwajibkan mengikuti pengajian yang diselenggarakan di masjid Soreang, Menes. Di situ KH. Mas Abdurrahman menetap dan sekaligus sebagai pengajian pusat.Tujuannya adalah dalam rangka memperluas dan memperdalam ilmu Islam. Dengan cara itu, akhirnya kyai-kyai pimpinan Mathla’ul Anwar dapat berfikir dan berwawasan luas, tidak mengurung diri dalam satu pendapat seorang ulama saja.

Untuk membangun dan memelihara madrasah Mathla’ul Anwar, diusahakan dengan cara gotong-royong, baik tenaga manusianya maupun dananya. Untuk itu dihimpun shadaqoh jariyah, wakaf dan jimpitan (beras remeh), yang diseleng-garakan oleh jama’ah Majlis Ta’lim ibu-ibu. Caranya, setiap kali hendak masak nasi diambil satu sendok makan dari beras yang akan dimasak dan ditampung dalam tempat tersendiri.

Selanjutnya, beras dihimpun oleh petugas yang biasanya terdiri dari seorang janda iskin dengan mendapat imbalan sepuluh persen dari hasil pungutannya. Para janda miskin ini kemudian menyetor kepada para kader yang mengikuti pengajian pada setiap hari Kamis yang menyerahkan lagi kepada kordinator pusat Mathla’ul Anwar. Usaha yang tidak terasa namun nyata ini, akhirnya mampu menghimpun suatu kekuatan yang tidak kecil. Diantara sekian tanda bukti yang tidak bisa dilipakan ialah adanya beberapa bidang tanah yang dibeli dari hasil pungutan beras jimpitan (beras remeh) dan hingga kini tempat itu dinamakan “Kebon remeh”, milik Mathla’ul Anwar. Bukti ini, tidak boleh dilupakan oleh generasi selanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun