Bambang PS Brodjonegoro, mantan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia yang kini menjabat sebagai Direktur Islamic Research and Training Institute (IRTI) Islamic Development Bank pernah berpendapat bahwa Jakarta dapat menjadi pusat keuangan syariah pada tahun 2015. Pendapat yang diungkapkan di sela-sela seminar Islamic Finance In the Turbulence Times di Fakultas Ekonomi UI, pertengahan 2009, terdengar hiperbolistik, tapi cukup logis.
Pendapat tersebut cukup logis dikatakan mengingat pertumbuhan industri perbankan syariah di Indonesia adalah yang tertinggi di dunia. Dalam kurun lima tahun terakhir, 2003-2008, pertumbuhan industri perbakan syariah di Indonesia mencapai 54,3 %. Industri perbankan syariah juga ditopang oleh pemain lain di industri keuangan syariah seperti asuransi syariah, pegadaian syariah, pasar uang dan modal syariah dengan produknya seperti obligasi syariah, reksadana syariah dan saham syariah. Bahkan Pemerintah sudah meng-endorse sukuk ritel dan sukuk global.
Secara umum, Jakarta selain menjadi ibukota Indonesia juga menjadi “ibukota” alias barometer industri perbankan di Indonesia, termasuk perbankan syariah. Buktinya, jumlah kantor cabang bank di wilayah Jakarta, berdasarkan data Bank Indonesia per Oktober 2009, mencapai angka 505 cabang (terbanyak di Indonesia). Bahkan berdasarkan data Bank Indonesia, per Oktober 2009, total Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan di wilayah DKI Jakarta, yang sebanyak Rp 921 triliun, menyumbang hampir 50% perolehan DPK perbankan nasional (Rp 1.864 triliun).
Potensi Jakarta dari kacamata demografis juga sangat mendukung untuk menjadi pusat keuangan syariah di dunia. Jakarta adalah ibukota suatu negara yang memiliki penduduk muslim terbesar di dunia. Jakarta sendiri dihuni oleh sekitar 8,5 juta penduduk. Itu pun belum termasuk penduduk commuter yang tempat bekerjanya atau bersekolah di Jakarta. Para commuter ini diperkirakan mencapai 1,5 juta jiwa pada siang hari. Bahkan salah satu penelitian menghasilkan prediksi bahwa sekitar 2015, Jakarta akan menduduki urutan kelima sebagai kota terbesar di dunia.
Jakarta memang harus mengejar tahta menjadi pusat keuangan syariah di dunia. Kota-kota di belahan dunia lain sudah banyak yang berlomba-lomba menjadi pusat keuangan syariah. Diantaranya Kuala Lumpur, Singapura, Dubai, London dan Paris. Terakhir kota Sydney juga siap menjadi memanaskan persaingan. Kota-kota itu bernafsu menjadi hub atau pusat keuangan syariah dunia, tidak sekedar ingin mengaplikasikan sistem syariah yang lebih kebal terhadap krisis tapi juga mengincar limpahan petrodollar yakni dana-dana pendapatan hasil minyak negara-negara Timur Tengah.
Agar Jakarta dapat menjadi pusat keuangan syariah di dunia maka diperlukan suatu Master Plan ke arah tersebut yang melibatkan sinergi antara seluruh stakeholders industri keuangan syariah. Termasuk Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Dalam hal ini Indonesia harus meniru Malaysia yang telah membuat Master Plan industri keuangan syariah yang akan dilaksanakan dalam waktu 10 tahun. Bersama Sudan, Bangladesh dan Pakistan, Indonesia sebenarnya sudah masuk dalam Ten Years Master Plan of Islamic Finance untuk mengembangkan bank syariah sebagai alternatif pengentasan kemiskinan. Tapi tentu diperlukan Master Plan tersendiri sebagai karpet merah Jakarta menuju pusat keuangan syariah dunia.
Masterplan ini secara garis besar mengandung strategi rancang bangun yang dibagi dua yaitu strategi konsolidasi internal dan konsolidasi eksternal. Strategi konsolidasi internal artinya Jakarta harus membenahi dan memajukan industri keuangan syariah di wilayahnya. Implementasinya misalnya meningkatkan aset dan pelaku keuangan syariah. Pemda DKI juga dapat berkontribusi langsung misalnya dengan menyimpan sebagian dana Pemda DKI di bank syariah. Di sisi lain, lembaga keuangan syariah juga harus menyediakan SDM yang memadai. Baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Pembenahan regulasi juga diperlukan. Misalnya merevisi Undang-undang tentang Pajak Pertambahan Nilai agar transaksi murabahah di bank syariah tidak dikenakan pajak ganda.
Sedangkan strategi konsolidasi eksternal artinya Jakarta harus menjadi magnet bagi investor luar negeri khususnya dari negara Timur Tengah—yang mempunyai industri keuangan syariah yang maju— agar mereka mau berinvestasi di Indonesia.
Salah satu syaratnya, pengembangan produk keuangan syariah juga harus berstandar internasional dan compatible dengan produk yang dikeluarkan industri keuangan syariah internasional.
Untuk mengoptimalkan strategi konsolidasi eksternal, industri keuangan syariah harus punya link dengan investor Timur Tengah. Peran Utusan Khusus Presiden untuk Timur tengah harus ditingkatkan. Pelaku keuangan syariah juga harus sering mengadakan pameran dan roadshow agar negara-negara Timur Tengah tahu keunggulan industri keuangan syariah di Indonesia.
Nah, Majunya industri keuangan syariah bisa membawa dampak yang signifikan bagi pembangunan ekonomi Jakarta karena setiap transaksi keuangan syariah harus bersandar pada transaksi di sektor riil. Apalagi jika Jakarta menjadi pusat keuangan syariah dunia maka miliaran dollar investasi bisa membanjiri Jakarta. Tahun 2009 ini, kota Jakarta berumur 482 tahun. Semoga saat ulangtahunnya yang ke-488, tahun 2015 nanti, Jakarta bisa mengukuhkan diri menjadi pusat keuangan syariah dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H