Rendahnya pemahaman pada pembiayaan bagi hasil juga membuat bankir syariah lebih dominan melihat sisi risiko daripada economic benefit. Pembiayaan bagi hasil memang berbasis natural uncertainty contract. Sehingga masing-masing pihak tidak mempunyai kepastian berapa return yang akan diperoleh. Bank syariah bisa mendapat bagi hasil atau tidak mendapat sama sekali. Tergantung dari pendapatan debitor. Adanya ketidakpastian hasil yang diperoleh tersebut membuat bankir syariah terlalu ekstra prudent sehingga menciutkan nyali untuk melempar pembiayaan bagi hasil.
Solusi
Solusi dari kemandegan ini tentu memberikan pelatihan pembiayaan bagi hasil yang super intensif terhadap bankir syariah. Susahnya, paradigma konvensional yang masih melekat pada bankir syariah bisa meruntuhkan misi akselerasi pembiayaan bagi hasil. Nah, yang ini tergantung bagaimana Bank syariah bisa meramu bankirnya. Sehingga yang harus disalahkan jika bankir syariah kurang menguasai pembiayaan bagi hasil bukan si bankir tapi bank syariah tempat si bankir syariah bekerja.
Oleh karena itu bank syariah harus membuat suatu desain strategi—terutama dalam “mendidik” bankirnya—yang akan meningkatkan porsi pembiayaan bagi hasil secara bertahap. Memang, dominannya pembiayaan non bagi hasil bukan sesuatu hal yang salah tapi bukankah lebih baik jika porsi pembiayaan bagi hasil mendominasi pangsa pembiayaan bank syariah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H