Tapi apakah konversi Bank BUMN menjadi bank syariah merupakan sebuah solusi? Menurut Adiwarman Karim, mengkonversi salah satu bank BUMN menjadi bank syariah dinilai terlalu memaksakan dan tidak efisien. Karena memerlukan proses yang tidak mudah dan waktu yang lebih lama dibanding membuat bank syariah baru. Misalnya saja, nasabah suatu bank BUMN setelah dikonversi, nantinya menjadi bank syariah tidak otomatis menjadi nasabah bank syariah. Harus dikonversi akad per akadnya (inilah.com, 3/6/2009).
Ryan Kiryanto juga pernah mengutarakan pendapat yang sama bahwa konversi bank BUMN menjadi bank syariah tidak mudah. Alasannya Pertama, karena karakter yang kuat bank BUMN sebagai bank konvensional. Dibutuhkan waktu yang cukup untuk mengubah karakter dari bank konvensional menjadi bank syariah. Kedua, karena berpotensi menimbulkan resistensi dari stakeholders bank BUMN. Ketiga, karena diperlukan persetujuan pemegang saham melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) bagi bank-bank BUMN berstatus bank publik (Suara Merdeka, 15/3/2005).
Berhubung bank-bank BUMN sudah banyak yang mempunyai Unit Usaha Syariah (UUS) atau mendirikan Bank Umum Syariah (BUS) sebagai anak perusahaan, maka menurut hemat penulis, prioritas utama sebaiknya bank-bank BUMN tersebut memperbesar UUS dan BUS-nya. Karena yang namanya konversi harus berjalan secara natural dengan pertimbangan bisnis.
Agar peran Pemerintah bisa optimal maka diperlukan juga sinergi antar instansi Pemerintah dan stakeholder perbankan syariah—seperti Bank Indonesia— untuk bergotong royong mengembangkan industri perbankan syariah Indonesia.
Beberapa waktu lalu, dalam hingar bingar kampanye pilpres, dukungan terhadap ekonomi syariah juga menjadi tema kampanye beberapa capres dan cawapres. Termasuk pasangan pemenang pilpres, Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono. Semoga ditangan duet ini, Pemerintah baru nanti akan lebih berperan mengembangkan ekonomi syariah seperti janji-janji mereka dahulu ketika berkampanye.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H