Mohon tunggu...
Doni Kandiawan
Doni Kandiawan Mohon Tunggu... -

reader and just having fun in twitter @bankdoni

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Eksekusi Putusan PTUN

6 Desember 2014   19:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:54 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada keinginan Ismiryadi, selaku Bakal Calon Walikota Pangkalpinang periode tahun 2013 – 2018 berdasarkan audensi ke DPRD Kota Pangkalpinang pada hari Jum’at, 5 Desember 2014, agar DPRD tersebut menganggarkan Pilkada ulang (Baca Dodot Ingin DPRD Anggarkan Pilkada Ulang, Bangka Pos Harian Cetak Hari Sabtu, 6 Desember 2014).

Dikatakan oleh Ismiryadi bahwa ia hanya ingin mencari keadilan hukum. Ia tidak menggugat hasil pilkada tetapi proses administrasinya, dan memberikan pelajaran kepada masyarakat tentang hukum dan politik. Putusan PTUN Palembang keluar 20 hari sebelum pilkada dilaksanakan, yang memerintahkan proses administrasi pilkada distop dan memasukkan namanya. Sedangkan putusan PTTUN Medan juga keluar tanggal 4 pada putaran ke-2 tapi juga tidak diindahkan KPUD Pangkalpinang.

Harus diakui perjuangan Ismiryadi menuntut keadilan hukum selayaknya patut dipuji dan diapresiasi tinggi oleh siapapun. Karena memang hal itu adalah hak konstitusional yang bersangkutan untuk mempunyai kedudukan dan diperlakukan sama dimuka hukum. Dan pada dasarnya memang benar, gugatan apapun ke PTUN itu adalah hanya menyangkut masalah administrasi sebuah keputusan yang dibuat oleh Pejabat TUN. Dan tolak ukur penyelesaian sengketa TUN di pengadilan, adalah peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hukum tertulis (aspek hukumnya / rechtmatigheid) dan Asas Asas Umum Pemerintahan yang Layak atau hukum tidak tertulis sehubungan dengan adanya kewenangan bebas (diskresi) pemerintah atau pejabat TUN tersebut.

Sebagaimana yang telah disampaikan oleh penulis sebelumnya, http://hukum.kompasiana.com/2014/11/26/ketidakpastian-hukum-gugatan-peradilan-tun-sengketa-pemilukada--693588.html ...bahwa semestinya sebelum Putusan PTUN Palembang mengabulkan gugatan Ismiryadi, maka obyek gugatan untuk memasukkan namanya sebagai Calon Walikota Pangkalpinang tersebut dapat segera diputus atau ditunda (schorsing) dengan putusan sela sebelum tahap pelaksanaan pemilukada berikutnya. Namun kenyataannya justru KPUD sendiri melakukan banding serta Kasasi sehingga obyek gugatan tidak relevan dan efektif lagi untuk dicabut / dibatalkan meski sudah ada putusan kasasi yang inkrah terhadap objek gugatan tersebut.

Terkait dengan perkembangan terkini dan pilihan hukum terhadap kasus pilwako Pangkalpinang, perlu dipahami bahwa eksekusi putusan PTUN Palembang itu hanya terbatas pada beban dan tanggung jawab serta pilihan hukum bagi KPUD Pangkalpinang, sebagai Pejabat TUN yang mengeluarkan Keputusan tersebut. Artinya Putusan PTUN Palembang yang telah inkrah hingga Mahkamah Agung tersebut tidak menjadi dasar hukum dan legitimasi bagi subjek hukum lainnya, baik Pemerintah Kota Pangkalpinang (dalam hal ini khususnya Walikota terpilih) apalagi lembaga DPRD Kota Pangkalpinang untuk menanggung segala implikasi dan akibat hukumnya. Termasuk sebagai alasan dan pembenaran untuk memutuskan pilkada ulang, dan menganggarkan biaya pilkada ulang tersebut.

Intinya dalam kasus ini adalah eksekusi putusan PTUN hanya terhadap objek sengketanya, yaitu hanya KPUD Pangkalpinang yang dibebani kewajiban hukum untuk mematuhinya atau tidak.Namun yang perlu menjadi catatan dan pertimbangan serius disini, adalah pilihan hukum KPUD Pangkalpinang dalam menyikapi putusan MA dan perintah institusi peradilan tata usaha Negara tersebut haruslah melihat konsekwensi yuridis terhadap sanksi berlaku ke belakang tersebut. Pertanyaannya yang muncul kemudian atas berita diatas, apakah Pemerintah Kota Pangkalpinang atau DPRD Kota Pangkalpinang mempunyai dasar hukum dan legitimasi untuk menganggarkan pilkada ulang?

Namun seyogyanya terhadap persoalan ini kita tidak perlu memikirkan terlalu jauh apakah Pilkada 2013 tersebut sah/tidak atau perlukah pilkada ulang. Sepanjang belum ada putusan PTUN yang inkrah atas ke(tidak)absahan Walikota dan Wakil Walikota Pangkalpinang terpilih maka semua kebijakan dan produk pemerintahan Kota Pangkalpinang berlaku sah dan mengikat secara hukum.

Untuk itulah masalah ini haruslah didudukkan pada keputusan KPUD Pangkalpinang yang menjadi objek gugatan TUN dimaksud. Sehingga yang menjadi titik tolaknya adalah haruslah eksekusi Putusan PTUN Palembang hingga Putusan MA tersebut haruslah dilakukan terlebih dahulu. Namun ketika eksekusi putusan PTUN tersebut tidak dijalankan, maka tidak ada alasan dan kewajiban hukum bagi siapapun untuk melakukan perbuatan/tindakan hukum terkait dengan akibat dan implikasi hukumnya, seperti melakukan pilkada ulang apalagi menganggarkan biayanya.

Untuk itulah menurut hemat penulis, yang dapat menjadi dasar hukum dan legitimasi yang sah dan kuat hanyalah menunggu adanya Putusan PTUN Jakarta terhadap gugatan Ismiryadi dimaksud. Tentunya bertolak dari putusan PTUN Jakarta tentang keabsahan Walikota dan Wakil Walikota Terpilih 2013 -2014 saja yang dapat menjadi alasan hukum dan legitimasi perlu tidaknya pilkada ulang. Bukan putusan PTUN Palembang atau Putusan MA yang menjadi pokok masalah kasus Ismiryadi tersebut.

Demikian adanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun