Bagi Annelies, berpisah dengan Minke dan Nyai adalah suatu kegilaan. Perasaan ini memaksanya menderita depresi berat. Ia diam seribu bahasa. Hingga hari penjemputan tiba, Annelies baru membuka suara. Itupun suara yang pedih.
"Sekali dalam hidup, biarlah aku suapi suamiku," kata Annelies kemudia terdiam dan tak mau bicara lagi.
Kepada Nyai, Annelies juga berpesan:
"Beri aku seorang adik sampai mama takkan lagi merasa tanpa Annelies,"
Terakhir kepada Minke:
"Kenangkan kebahagiaan saja ya, mas, jangan yang lain,"
Kita tentu mulai menduga-duga ke mana akhir cerita cinta Minke dan Annelies bermuara. Sampai pengujung narasi Bumi Manusia, kita ternyata dibuat penasaran dengan akhir kisah yang menggantung ini.
Tetapi di buku lanjutannya, Anak Semua Bangsa, duga-duga itu menemui jawabannya: Annelies menyerahkan nyawanya pada sebuah depresi berat di sebuah rumah tua tanpa perawatan medis yang memadai. Annelies menyerah setelah ikhlas melepaskan cengkaman Minke dan Nyai.
Kenyataan ini tentu meninggalkan tanya terutama bagi Nyai yang pernah mengatakan:Â
"Dengan melawan kita takkan sepenuh kalah, Minke," (halaman 499). "Kita telah melawan Nak Nyo, sebaik-baiknya, sehormat hormatnya," (535)
Apakah benar begitu Nyai? Apakah benar demikian Minke? Yang terdengar kemudian hanya perkataan sahabat Minke, Jean Marais:
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!