Di jagat pemberitaan, informasi seputar pelayanan publik, boleh dibilang, selalu masuk menu kabar harian. Setidaknya ada dua alasan yang melambari: Pertama,karena isu ini menjadi salah satu program prioritas pemerintah. Kedua,karena pelayanan publik melekat erat pada laku harian masyarakat sehingga laik memperoleh atensi serius.
Atensi, tentu saja, kian menebal ketika muncul kabar tentang adanya aneka penyimpangan dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Sebut saja penyimpangan dalam bentuk permintaan pungutan di luar ketentuan atau penyelesaian layanan yang berlarut-larut bin berbelit-belit. Namun ternyata, pada narasi pemberitaan, kita disuguhkan, setidaknya, dengan tiga varian istilah penyimpangan pelayanan publik.
Ada artikel yang memperkenalkan diksi MALADMINISTRASI dan ada juga yang menuliskan MALAADMINISTRASI atau MALA-ADMINISTRASI sebagai nama lain dari penyimpangan pelayanan publik. Lebih menarik lagi, satu platform pemberitaan menggunakan tiga varian istilah itu untuk beberapa artikel yang dimuat. Sehingga terasa seperti ada inkonsistensi dalam penentuan diksi.
Sebagai contoh, pada 24 Mei 2016, kompas.com menuliskan judul berita "Gelar Investigasi, Ombudsman Temukan Maladministrasi Penerbitan SIM".
Tapi pada 2 September 2016, portal daring yang sama menempelkan judul berita "....., Ombudsman Temukan Mala-administrasi hingga Jual Beli Kursi". Temuan serupa juga diperoleh dari tempo.co yang pada 9 Februari 2012, portal daring ini memperkenalkan istilah mala-administrasi dalam narasi beritanya: "... Ombudsman bisa melakukan pengawasan atas prakarsa sendiri ... dugaan mala-administrasi".
Tapi, ketidak-esa-an diksi muncul pada berita tertanggal 23 Mei 2016, tempo.co menuliskan judul: "Ombudsman Selidiki Maladministrasi Proyek Pasar Limbangan".
Atas varian istilah itu, kita serasa dibuat limbung perihal mana istilah yang laras dengan kaidah tata Bahasa Indonesia?
Kata "maladministrasi" bisa dituruti jejaknya dalam Pasal 1 UU 37/2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.Â
Maladministrasi dimaknai sebagai perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain ... termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik ....Â
Kata "maladministrasi" merupakan bentuk serapan dari Bahasa Inggris maladministration yang dijadikan istilah atas penyimpangan pelayanan publik oleh lembaga Ombudsman Eropa.
Pertanyaannya kemudian, apakah pembentukan kata serapan itu laras dengan kaidah tata Bahasa Indonesia, kendatipun kata tersebut telah masuk menjadi istilah hukum dalam undang-undang?
Untuk coba menjawabnya, mari kita urai pembentukan kata maladministration pada sebuah proses morfologis (lebih spesifik: proses afiksasi) dalam kaidah tata Bahasa Inggris.Â
Maladministration (sebagai nomina) terdiri atas morfem atau bentuk terikat (prefiks) mal- dan pangkal kata (stem) administration (nomina).
Kata Administration berakar kata: administer (verba) yang kemudian ditempelkan sufiks --ation pembentuk nomina.Â
Untuk mengetahui definisinya, kata maladministration, bisa dilacak dengan mudah karena telah menjadi lema dalam Oxford Advanced Learner's Dictionary 9th Edition (halaman 915) dengan pengertian: the fact of managing a business or an organization in a bad or dishonest way.
Lantas, bagaimana proses morfologis kata "maladministrasi" yang merupakan bentuk serapan dari maladministration?Â
Maladministrasi, dimaksudkan, terdiri atas imbuhan mal- dan kata administrasi. Administrasi yang diserap dari administration masuk ke dalam lema Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pusat Bahasa Edisi Keempat.
Sedangkan mal- sebagai sebuah imbuhan tidak ada dalam lema KBBI. Kamus Besar hanya memuat kata mal (halaman 865) yang, di antaranya, berarti: harta benda (seperti: zakat mal) dan gedung berisi macam-macam toko.
Mal, dalam KBBI, tidak difungsikan sebagai bentuk terikat atau imbuhan, melainkan nomina. Dengan begitu, kata maladministrasi tidak berterima dalam proses morfologis.
Bagaimana dengan malaadministrasi atau mala-administrasi?Â
Kata ini terdiri atas imbuhan mala- dan kata administrasi. KBBI (halaman 866), ternyata, memuat imbuhan/bentuk terikat mala- (buruk; tidak normal) sebagai bentuk serapan dari morfem terikat Bahasa Inggris, mal- (improper) karena memiliki makna yang sama.
Meskipun kata malaadministrasi belum menjadi lema dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagaimana maladministration yang telah masuk ke dalam kamus Bahasa Inggris, tetapi proses pembentukan katanya laras dengan kaidah yang berlaku.
Malaadministrasi juga punya sejawat kata serupa yang telah masuk menjadi lema dalam KBBI: malafungsi dan malagizi.
Berkaitan dengan penulisan malaadministasi tanpa atau dengan tanda hubung (-), kaidah ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan membolehkan penggunaan tanda hubung untuk memperjelas hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan.
Seperti dalam "alat pandang-dengar", malaadministrasi juga bisa ditulis mala-administrasi.
Atas uraian proses morfologis itu, penjelasan Noam Chomsky pada sebuah wawancara dengan Lillian R. Putnam pada 1987 menjadi relevan.
Menurut Chomsky, penggunaan bahasa tidak didasarkan pada seperangkat sistem kebiasaan, melainkan upaya kreatif sebuah penciptaan bentuk baru berdasarkan seperangkat sistem kaidah dan prinsip tata bahasa setempat.
Kata maladministrasi, boleh dikatakan sebagai, sebuah mala-tatabahasa (penyimpangan gramatikal), kendatipun kata tersebut telah melekat pada sebuah ketentuan hukum (UU 37/2008).
Kata mala-administrasi, secara morfologis, lebih laras dengan kaidah tata Bahasa Indonesia. Dan bila suatu penciptaan baru boleh ditawarkan, pilihan kata, seperti: mala-tatalaksana atau mala-tadbir laik dijadikan pertimbangan atas sinonim mala-administrasi.
Memang, tidak semua kata yang berhiliran dalam laku percakapan dapat ditemukan dalam kamus. Inilah suatu kondisi yang disebut sebagai kekosongan kosa kata (lexical gap).
Suatu kata baru bisa disusun berdasarkan kaidah dan prinsip pembentukan kata (proses morfologis) sesuai tata bahasa setempat yang berlaku.
Dengan cara itu, suatu bahasa terus hidup dan berkembang selaras dengan kaidah tata bahasa yang melingkupinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H