Judul Buku: Jokowi (Bukan) untuk Presiden, Kata Warga tentang DKI-1
Penerbit: PT. Elex Media Komputindo
Penulis: 42 Kompasianer (Penulis di Kompasiana)
Editor: Nurulloh
Tahun Terbit: 2013
Tebal Buku: 336 halaman
Spekulasi The New York Times terbukti. Dalam artikel "In Indonesia, a Governor at Home on the Streets" yang muncul di halaman A6 surat kabar Amerika itu, Jokowi diprediksi menjadi kandidat Calon Presiden RI. Harian yang terbit pada 26 September 2013 tersebut juga mengulas gaya blusukan dan sifat rendah hati Jokowi.
Kini, Jokowi telah memantapkan langkah berjuang menuju kursi Presiden RI. Pertanyaannya kemudian, siapa sebenarnya Jokowi? Tentu saja kalimat tanya itu bukan persoalan pelik. Deret berita dan cerita tentangnya tertera di hampir semua halaman surat kabar dan media daring di Indonesia.
Boleh jadi pertanyaan lanjutannya adalah apa kata warga tentang Jokowi? Untuk menjawabnya, ada banyak alternatif sumber yang bisa diperoleh. Salah satunya buku Jokowi (Bukan) untuk Presiden. Antologi 66 artikel dari 42 blogger Kompasiana ini merupakan hasil tangkapan fenomena Jokowi yang terus mendulang perhatian publik.
Satu hal yang menarik adalah tidak semua penulis tinggal di Solo atau DKI Jakarta tempat Jokowi menjabat sebagai Wali Kota dan Gubernur. Ada juga Kompasianer yang berasal dari Sumatera Utara hingga Aceh. Mereka seolah berlomba menera cerita aksi Jokowi.
Meski menampilkan foto senyum sang gubernur sebagai sampul, buku ini tidak serta merta terperosok dalam jurang narsistik. Porsi berimbang terdedah dalam tiap artikel yang tersaji. Ini terlihat dari penempatan jumlah tulisan yang terbagi dalam enam bab (bagian).
Bagian 3 (Pro-Kontra) memuat tulisan paling banyak dengan 25 artikel. Artinya hampir separuh tulisan membincangkan pertentangan dan dukungan terhadap aksi Jokowi. Salah satu kritik yang membidik Jokowi adalah tulisan berjudul Jokowitainment dan Fenomena Sosok Media Darling oleh Aulia Gurdi.
Kompasianer ini hendak mendorong awak media untuk tidak terjebak dalam keterkesanan akan Jokowi. Insan pers jangan sampai terlena mewartakan kabar Jokowi yang naik ojek ke pernikahan hingga mengangkut tempat tidurnya dari Solo. Pengawasan kinerja yang ketat serta penyuguhan berita yang jujur juga harus menguar.
Tulisan bernada serupa juga muncul dari Katedrarajawen (Kompasianer) yang mengangkat judul Apa Hebatnya Jokowi. Penulis menyoroti kelengahan media memotret pejabat lain yang barangkali melebihi Jokowi. Dia menyebut nama Wali Kota Banjar, Jawa Barat, Herman Sutrisno. Pada pilkada 2008, Herman meraih 92,17 persen suara warga.
Program pendidikan dan kesehatan gratis pun juga pernah dicanangkan Herman sebelum Jokowi mengeluarkan aksi senada. Tapi fakta positif juga diungkap Septin Puji Astuti. Kompasianer ini melempar judul Setelah Ditinggal Jokowi, Bagaimana Kabar Solo? Septin menangkap fakta bahwa Jokowi benar-benar meninggalkan sistem kerja yang baik.
Budaya good governance ala Jokowi di Pemerintahan Kota Solo juga terjaga meski ditinggal Jokowi. Misalnya, perolehan izin yang cepat dan pemeliharaan Solo Citywalk di sepanjang Jalan Slamet Riyadi yang senantiasa menjadi area rindang bagi para pejalan kaki.
Secara umum, buku ini berupaya secara lengkap menangkap Jokowi dalam bergiat membenahi negeri dari Solo hingga DKI. Enam bagian (bab) yang tersaji merupakan karya tulis Kompasianer yang merentang dari Oktober 2011 hingga Mei 2013.
Enam bagian tersebut mewakili fase pergerakan Jokowi dari Solo (Bagian 1 - Rekam Jejak), Pilkada DKI Jakarta, (Bagian 2 - Hiruk Pikuk Pilkada dan Bagian 3 - Pro-Kontra), Awal Pemerintahan di ibukota (Bagian 4 - Gebrakan), dan Harapan Masyarakat (Bagian 5 - Jokowi Presiden dan Bagian 6 - Tantangan).
Satu catatan yang mungkin bisa memaksimalkan karya ini adalah pertimbangan akan aneka ilustrasi yang tersaji. Deret huruf, kata dan frasa serta kalimat yang menumpuk dalam paragraf boleh jadi sedikit menjemukan. Karya ini akan semakin menarik dengan adanya gambar dan ilustrasi yang mewakili tiap artikel.
Hal itu sebenarnya telah terlihat pada halaman mula buku ini, khususnya pada artikel berjudul Setelah Ditinggal Jokowi, Bagaimana Kabar Solo? Ada gambar yang menemani tiap baris kalimat yang tersaji.
Pada akhirnya, pembaca ataupun warga pada umumnya menanti bagian ketujuh Jokowi (Bukan) untuk Presiden. Apakah tanda kurung beserta kata di dalamnya lenyap atau malah kata itu menjadi tegas karena lepas dalam "kurungan"? Namun yang pasti, masyarakat merindukan presiden ketujuh yang merakyat dan peduli pada bangsa dan negaranya serta mampu menciptakan sistem kerja yang baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H