Mohon tunggu...
Ibnu Dawam Aziz
Ibnu Dawam Aziz Mohon Tunggu... lainnya -

pensiunsn PNS hanya ingin selalu dapat berbuat yang dipandang ada manfaatnya , untuk diri,keluarga dan semua

Selanjutnya

Tutup

Catatan

SOS Hukum di Indonesia Kembali pada Tyrani Kekuasaan

2 Mei 2013   14:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:15 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto  :  skalanews.com

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Mahkamah Agung, Hatta Ali angkat suara perihal kasus hukum Komisaris Jenderal (Purn) Susno Duadji. Hatta menilai, Susno harus menjalani putusan pengadilan. Meski terjadi kekeliruan dalam penulisan putusan, Susno harus dieksekusi karena putusan tersebut inkracht.

"Putusan MA harus dilaksanakan, tidak perlu lagi ada perintah untuk penahanan. Itu otomatis, sudah punya kekuatan hukum tetap," ujar Hatta di gedung MA, Jakarta, Rabu kemarin.

Menurutnya, penolakan Susno atas eksekusi kejaksaan justru membuat kredibilitasnya sebagai mantan petinggi Polri melorot. "Sebagai warga negara yang baik, lebih baik dia laksanakan putusan itu. Taat pada hukum, laksanakan saja," kata Hatta yang pernah menjabat Ketua Muda Pengawasan MA.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Pernyataan seorang Ketua Mahkamah Agung yang seolah mengatakan, apapun yang terjadi bila Hakim sudah pempunyai keyakinan bahwa seseorang bersalah maka dia harus dihukum. Dan Jaksa selaku pelaksana eksekusi harus melaksanakan tugasnya secara otomatis terhadap perkara yang sudah dinyatakan inkracht. Kesalahan prosedur hukum bukan merupakan satu hal yang layak dijadikan pertimbangan untuk melaksanakan eksekusi.

Betapa dahsyatnya pernyataan ini. Pernyataan Ketua Mahkamah Agung ini merupakan satu pernyataan yang menunjukkan arogansi kekuasaan hukum yang tak terbatas.Yang mengembalikan hukum pada kekuasaan tyrani yang menghukum berdasarkan keyakinan atas kebenaran Hukum.

Kalau itu yang dikehendaki maka tidak perlu lagi ada peradilan. Tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK sudah cukup untuk dijadikan keputusan menghukum seorang koruptor. Karena sudah sangat meyakinkan dan tidak perlu diragukan lagi.

Akan tetapi, hukum itu dibentuk didasari dengan azaz keadilan, walaupun azaz kekuasaan tidak bisa ditinggalkan, karena fungsi hukum harus mempunyai kekuatan memaksa. Azaz keadilan ini lah yang melahirkan Hukum Acara yang mengatur hukum itu sendiri, sehingga hukum tidak berjalan liar tanpa kendali. Hukum acara memang hanya merupakan prosedur hukum, sama sekali diluar hukum material yang menentukan ada dan tidaknya pelanggaran hukum. Ketentuan BATAL DEMI HUKUM yang melekat dan merupakan kekuatan hukum acara untuk membatasi kekuasaan hukum menjadi tak terbatas tidak bisa dimentahkan dengan alasan apapun.

Marilah kita bahas bunyi pasal 197 KUHA Pidana dari sudit pandan azaz hukum yang mengandung arti untuk apa, pasal-pasal itu dibuat.

“Pasal 197

(1)Surat putusan pemidanaan memuat :

a.kepala putusan yang dituliskan berbunyi : “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”;

b.nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal,  jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa;

c.dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;

d.pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat-pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa;

e.tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan;

f.pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa;

g.hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal;

h.pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan;

i.ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti;

j.keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan di mana letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu;

k.perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam’tahanan atau dibebaskan;

l.hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan nama panitera;

(2)Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, i, j, k dan I pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum.

(3)Putusan dilaksanakan dengan segera menurut ketentuan dalam undang-undang ini”

Tampak sekali bahwa maksud pasal ini dibuat adalah untuk mengendalikan perilakuperangkat hukum dalam melaksanakan hukum sehingga peraturan ini mengikat dan tidak bisa ditafsirkan dengan dikaitkan dihubungkan dengan pasal-pasal lainnya.

Ayat- demi ayat .

a.Kepala putusan yang dituliskan “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”Merupakan Azaz Hukum yang berlaku di Indonesia yang harus dijadikan dasar dari semua putusan hukum.

b.Identitas terdakwa, merupakan alamat kepada siapa keputusan hukum itu diberikan. Kesalahan alamat walaupun satu huruf dalam menyebut nama seperti yang tertulis dalam kartu identitas, mutlak keputusan menjadi salah alamat, bahkan identitas terdakwa dengan permsalahan hukum yang didakwakan harus sudah selesai pada saat awal penyidikan. Perbedaan identitas antara yang terlulis dalam penyidikan dengan yang tertulis dalam pelaksanaan sidang dihadapan Hakim dan dalam amar putusan , berarti tidak jelasnya hukum itu untuk siapa, inilah mengapa pelanggaran terhadap ayat (1) b ini berakibat Batal Demi Hukum.

c.Tanpa dituliskannya dakwaan sesuai dengan surat dakwaan berarti terdakwa, didakwa dengan dakwaan yang tidak jelas, sehingga perkaranya tidak bisa diputus, itulah mengapa ayat (1) c mempunyai kekuatan Batal Demi Hukum.

Alasan-alasan seperti itulah mengapa ayat ( 1 )huruf a,b,c,d,e,f,h,i,j,k dan l harus ditulis dan adanya ketentuan batal demi hukum pada ayat (2) pasal ini.

Khusus mengenai huruf g, tidak menjadikan batal demi hukum, karena huruf g hanya merupakan proses pengambilan keputusan bukan mengenai keputusan itu sendiri.

Kemudian mengenai huruf k.Tentang perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalamtahanan atau dibebaskan, itu merupakan satu kewajiban untuk ditulis dengan jelas yang merupakan perintah tentang keputusan yang harus dilaksanakan karena TIDAK BOLEH SEDIKITPUN ADA PENAFSIRAN tentang perintah itu, melakukan kewajiban hukum untuk memerintahkan supaya terdakwa ditahan atau tetap dalamtahanan atau dibebaskan . Untuk menghindari multi tafsir dan salah eksekusi itulah mengapa perintah itu harus dituliskan.

Tanpa pandang bulu , Pasal 197 ayat 1 harus dilaksanakan persis huruf demi huruf karena kesalahannya akan berakibat masuk dalam ketentuan BATAL DEMI HUKUM sesuai ayat 2 pasal ini.

Mengapa ?

1.Karena pasal 97 KUHAP berfungsi sebagai Checks and Balances semua keputusan hukum, agar kekuasaan hukum tidak menjadi tak terbatas.

2.Karena terpidana/terdakwa harus tahu persis keputusan apa yang diterimanya walaupun ia tidak menguasai/mengerti ilmu hukum.

Kesalahan dalam menentukan satu keputusan hukum yang diakibatkan kesalahan prosedur hukum adalah 100 % kesalahan MAHKAMAH AGUNG, tidak bisa ditimpakan kepada siapapun termasuk kepada terdakwa. Seseorang yang melakukan perkara tindak pidana, tapi kemudian perkaranya harus batal demi hukum, itu merupakan KESALAHAN KEHAKIMAN 100% . yang harus kena sanksi siapa ? ya MAHKAMAH AGUNG.

Pernyataan Ketua Mahkamah Agung untuk menafikan kesalahan prosedurasal materiputusan telah diyakini kebenarannya untuk tetap dilaksankan itu merupakan SATU PELANGGARAN HUKUM.

Satu pengakuan atas sikap AROGAN bahwa Mahkamah Agung adalah DEWANMALAIKAT YANG TIDAK AKAN PERNAH SALAH.

1367482185110838038
1367482185110838038
Foto :  klien.pentasi.net

Kali ini Prof. Sahetapy harus mengakui bahwa beliu juga salah, mengapa ? Karena pendapat beliau bahwa HAKIM-HAKIM DI MAHKAMAH AGUNG ITU GOBLOG SEMUA itu belum tentu benar, mungkin mereka hanya berlaku goblok sekedar untuk mempertahankan ego Supremasi Petugas Hukum Tak pernah salah.

SOS Negeri ini betul-betul dalam tyrani Kekuasan Hukum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun