Mohon tunggu...
Ibnu Dawam Aziz
Ibnu Dawam Aziz Mohon Tunggu... lainnya -

pensiunsn PNS hanya ingin selalu dapat berbuat yang dipandang ada manfaatnya , untuk diri,keluarga dan semua

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pancasila dan kepentigan politik penguasa.

26 April 2014   07:06 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:11 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar Koleksi pribadi.

Pancasila dan kepentigan politik penguasa.

Bila untuk kepentingan Bangsa Indonesia, melakukan perubahan kearah yang lebih baik, itu sangat dibutuhkan. Tapi apa untungnya mengubah arti sebuah Lambang Negara, seperti yang dilakukan oleh orde baru?

Masih terngiang dengan jelas sekali kata-demi kata Guru mata pelajaran Civics pada saat penulis masih duduk pada bangku kelas 3 SLTP pada tahun 1964-1965. Mata pelajaran yang sangat menarik dengan cara Guru menyampaikan materi yang satu ini.

Lambang Negara Republik Indonesia adalah Burung Garuda Rajawali yang dengan gagah mengembangkan sayapnya. Kepalanya menengok kekanan didadanya berkalung Perisai Pancasila dan kakinya mencengkeram pita merah putih bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika. Sepasang sayapnya masing-masing mempunyai 17 bulu sayap, mqalambangkan tanggal 17, bulu ekor 8 helai melambangkan bulan Agusrus, bulu leher 19 dan bulu pangkal ekor 45 helai melambangkan tahun 1945.

Dalam perisai pancasila, terdapat :

Gambar koleksi pribadi.

1.Bintang berwarna emas ditengah perisai melambangkan Ketuhanan Yang Maha Esa,

2.Pohon beringin yang melambangkan Kemanusiaan yang adil dan beradab

3.Rantai berwarna emas adalah rantai persatuan melambangkan Persatuan Indonesia.

4.Kepala Banteng adalah lambang krakyat, kehidupan Banteng yang berkelompok mewakili sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

5.Padi kapas melambangkan keadilan social bagi rakyat Indonesia.

)* Lambang Kementerian Kehakiman dan HAM

Selama mengikuti pelajaran di SLTA yang tahun ajaran 1965-1966 diperpanjang sampai akhir tahun 1966. Selama mengikuti pelajaran di SLTA dari bulan Juli 1965 sampai akhir tahun ajaran 1968, tidak ada kesan tentang pelajaran Tata Negara apa lagi mengenai lambang Negara. Bahkan pada Pengantar Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum juga tidak ditemui lagi pembicaraan tentang lambang Negara.

Baru ketika pada tahun 80 an saat mengikuti Penataran P4 apa lagi pada Penataran P4 tingkat berikutnya denganmelongok kurikulum pendidikan Nasional ternyata apa yang pernah penulis dengar dari Guru dan baca serta memahami pada buku Civics berkisar sebelum tahun 65, telah terjadi pembodohan dan pembohongan dengan karangan yang mengada-ada.

Burung Garuda Rajawali yang dulu mencengkeram Pita Merah Putih bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika sudah tidak ditemukan lagi, yang ada tinggal pita putih walaupun tetap bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika.

Pohon beringin yang dulu dan dalam kamus lambang yang manapun akan berarti pengayoman (lihat lambang Pemasyarakatan) telah diubah menjadi berartikan persatuan. Hanya karena lambang GOLKAR yang pohon beringin yang dulunya juga berarti pengayoman, akan tetapi untuk kepentingan sigle majority GOLKAR artinya diubah menjadi Persatuan dan mewakilai sila Persatuan Indonesia.

Rantai yang melambangkan persatuan ( seperti sapu lidi,) dimana rantai tidak akan pernah menjadi rantai kalau tidak sambung menyambung bersatu seperti sapu lidi juga tidak akan pernah menjadi sapu bila tidak diikat dengan kuat.

Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila dan dijadikannya Pancasila sebagai satu-satunya sumber dari segala sumber hukum di Indonesia sebagai dasar falsafah Negara dan Azas Tunggal ternyata adalah sebuah pembodohan dan penyelewengan terhadap Pancasila sebagai LANDASAN FUNDAMENTAL IDEOLOGI BANGSA seperti tersirat pada Pembukaan UUD 45 .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun