Mohon tunggu...
Ibnu Dawam Aziz
Ibnu Dawam Aziz Mohon Tunggu... lainnya -

pensiunsn PNS hanya ingin selalu dapat berbuat yang dipandang ada manfaatnya , untuk diri,keluarga dan semua

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Rezim Jokowi Bakal Tumbang pada 2016? Dicari Pemimpin Baru yang Berani Keluar Dari Cengkeraman Gurita Asing !

9 Desember 2014   06:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:44 978
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar-gambar kreasi dari sumber yang  jelas.

Rezim Jokowi bakal Tumbang pada 2016? dicari Pemimpin baru Yang berani KELUAR DARI CENGKERAMAN GURITA ASING !

Bakal terjadi BLUNDER BESAR pada pemerintahan Presiden Jokowi, semua dimulai dari lemahnya komunikasi Politik yang berakibat pada tidak tercapainya satu hikmah dalam kesepakatan penyusunan anggaran. Paranoid terhadap akan adanya upaya pelengseran/pemakzulan/impeachment terhadap Presiden Jokowi oleh Koalisi Merah Putih yang menguasai Parlemen, membuat Koalisi Indonesia Hebat di Parlemen berkolaborasi dengan Kekuatan Politik yang ada di Eksekutif untuk melakukan penghadangan terhadap Kekuatan Koalisi Merah Putih yang menguasai Parlemen dengan melakukan penyusupan kepentingan memanfaatkan Kader Partai Politik Koalisi Merah Putih, yang berseberangan dengan Kepengurusan Partainya.

Intervensi yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap keberadaan Partai Politik yang berseberangan dengan Pemerintah, untuk menjadikan Status Quo terhadap Partai Persatuan Pembangunan dan Partai GOLKAR di Parlemen justru akan berakibat pada lemahnya Pemerintahan Jokowi pada jangka pendek dimana APBN 2015 tidak bisa dilaksanakan sendiri oleh Pemerintah. Disisi lain RAPBN 2016 tidak mampu disusun oleh Pemerintahan Jokowi. Pemerintah Jokowi tumbang bukan karena tekanan dari Koalisi Partai “OPOSISI” akan tetapi justru oleh peri laku teman tidurnya sendiri yang mulai berebut kepentingan.

Pelaksanan Pemilu 2019 yang akan dilaksanakan secara serentak, berakibat pada hilangnya Presidential Treshold yang memberi harapan pada Partai Kecil dan Partai Baru untuk mengusung Calon Presidennya sendiri pada Pemilu 2019, berdampak pada hilangnya rasa kebersamaan yang justru akan sangat terasa pada Koalisi Partai Penguasa, karena semua Partai Politik akan ikut berlomba dengan segala cara untuk menggapai puncak kekuasaan Pemerintahan 2019. Tak pernah ada satupun Partai Politik yang akan tetap setia terhadap komitmen Koalisi, kecuali untuk sekedar mencari kesempatan memperkuat dan mempersiapkan kekuatan Politiknya menghadapi Pemilu 2019 yang akan datang. Akibat langsung yang terjadi, tak satupun Partai Politik yang ada dalam Koalisi Indonesia Hebat untuk dengan sepenuh hati mempertahankan “NAMA BAIK” Jokowi untuk menjadi saingan Politiknya pada 2019.

Disisi lain, Masyarakat Ekonomi Asean ( MEA ) 2015, yang tidak sempat dipersiapkan dengan baik, oleh Pemerintahan Jokowi akan berdampak pada tekanan di Dalam Negeri yang luar biasa, dimana Produk luar Negeri yang disuport oleh Negaranya akan membanjiri pasar Indonesia tanpa dapat tersaingi oleh Industri kecil Dalam Negeri. Mambanjirnya investasi asing pada sektor industri manufaktur, akan mempercepat kehancuran Industri kecil, untuk kemudian berdampak pada pengangguran yang harapannya akan beralih pada menumpuknya tenaga kerja pada sector industry manufaktur modal asing.

Pembangunan Infra struktur oleh investor asing tidak mungkin ada peminatnya tanpa “Imbalan” yang layak bagi investor. Itu artinya peluang/kesempatan untuk menguasai Industri Manufaktur sector hulu harus dibuka bagi investor asing. Devisit anggaran yang selalu terjadi tiap tahun, telah membengkak menjadi utang Negara, baik utang Dalam Negeri maupun utang Luar Negeri yang berdampak pada lemahnya keuangan Negara untuk mengelola Pembangunan Infrastruktur dan mengendalikan Industri manufaktur.

Peninggalan utang oleh Rezim SBY yang sudah jatuh tempo, baik utang luar negeri maupun utang dalam negeri berbentuk obligasi. Merupakan masalah tersendiri yang akan membawa Presiden Jokowi ada dipersimpangan. Mengalihkan kebijakan dari kecenderungan kebijakan moneter kearah kebijakan fiscal akan membawa Presiden Jokowi ditantang untuk melakukan kebijakan-kebijakan yang tidak populis yang akhirnya akan dihadapkan pada tuduhan sebagai Presiden yang ingkar janji dan tidak berfihak pada rakyat kecil. Akan tetapi bila presiden Jokowi tetap bertahan untuk mengutamakan kebijakan moneter, Presiden Jokowi akan berada pada posisi bersama Neolib.Dan mengembalikan Indonesia kedalam cengkerman GURITA kekuasaan asing.

Liputan6.com, Jakarta Memulai awal 2014, kondisi perekonomian nasional disuguhi posisi utang Indonesia yang justru meningkat.

14180548401705361112
14180548401705361112

Data statistik Bank Indonesia (BI) terbaru melaporkan posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia pada Januari mencapai US$ 269,3 miliar. Atau sekitar Rp. 3,231,6 Triliun, dengan tingkat pertumbuhan 7,1 % year on year (yoy)

Yang perlu dilihat adalah bahwa, baik Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Nasdem maupun Partai Hanura sejak saat ini sudah bersiap-siap untuk melangkah pada Pemilu 2019 untuk membuka Babak Baru masa depan Partainya. Bahkan yang kemudian sangat menyakitkan, Megawati melalui Puan Maharani secara diam-diam juga sudah mempersiapkan untukmengambil kembali puncak kekuasaan kedalam dinastinya pada tahun 2019. Kekuasaan Jokowi saat ini hanya dipergunakan sebagai pijakan bagi beberapa kekuatan Politik yang saat ini mendukungnya.

Akan tetapi dari semua scenario yang ada, Kegagalan Komunikasi Politik dengan Koalisi Merah Putih akan berakibat fatal pada langkah Jokowi satu tahun kedepan. Karena sebenarnya yang dapat diharapkan oleh Jokowi untuk melewati masa krisis kepemimpinannya justru adalah dukungan dari Koalisi Merah Putih, karena Partai Politik pendukungnya sebenarnya hanya menjadikan dirinya sebagai kendaraan Politik menuju 2019 semata. Itulah mengapa kegagalan membangun komunikasi dengan Koalisi Merah Putih, berarti adalah kegagalan mendapatkan dukungan untuk tegaknya pemerintahannya satu tahun kedepan, kemudian akan diikuti dengan terjadinya krisis kepercayaan yang diawali dengan perbedaan mendasar atas kebijakan yang diambil oleh Presiden Jokowi yang ditentang olah Wakil Presiden yang secara gamblang menyeruak kepermukaan. Maka peristiwa 23 Juli 2001 akan berulang Presiden Jokowi akan digantikan oleh wakilnya setelah memerintah tidak lebih dari satu setengah tahun.

Mengapa Jokowi harus dilengserkan? karena bila Presiden Jokowi dibiarkan berhasil, berarti hilanglah kesempatan Ketua-ketua Partai Politik untuk memperebutkan kursi Presiden tahun 2019 yang merupakan kesempatan terakhir karier Politik mereka karena pada tahun 2024 penyusun scenario untuk menjadikan Jokowi sebagai pancadan sudah pada uzur.

Salam Prihatin untuk Presiden Jokowi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun