Ini yang harus dijawab oleh Pemerintah, dengan jujur transprant dan tanpa kebohongan.
Hal ini menjadi pertanyaan serius bukan hanya bagi Menteri Keuangan maupun Menteri PenÂdayaÂgunaan Aparatur NeÂgara akan tetapi juga bagi Lembaga Legislatif yang mempunyai Hak Anggaran.
Uang Pensiun bagi PNS/TNI/POLRI sudah dianggarkan tiap tahun, masuk dalam pengeluaran Gaji PNS/TNI/POLRI yang kemudian dibayarkan secara utuh dan dipertanggung jawabkan sebagai pengeluaran APBN. Bila kemudian gaji PNS/TNI/POLRI telah dipotong untuk IURAN PENSIUN sebesar 4.75 % dari gaji yang sudah dibayarkan oleh Pemerintah melalui APBN berjalan. Dari 4,75 %hasil pemotongan gaji PNS/TNI/POLRI, dana sebesar itu seharusnya sudah keluar dari tanggung jawab Pemerintah untuk kemudian ditangani oleh lembaga lain, dalam hal ini adalah PT TASPEN dan PT ASABRI.
Dana Pensiun yang 4,75 % dari gaji PNS dikelola PT TASPEN (PERSERO)merupakan simpanan yang oleh PT.TASPEN di investasikan secara bunga bertumbuh selama PNS menjadi Pegawai Negeri dengan Hak menerima Pensiun setelah masa kerja minimal lima belas tahun dengan uang Pensiun sebesar 2,5 % per masa kerja dari gaji pokok PNS. Batasan masa kerja maksimal 30 tahun dengan Pokok Pensiun sebesar 75 % dari Pokok Gaji saat menjadi PNS, masih menyisakan masa kerja yang tidak diperhitungkan antara lima sampai sepuluh tahun. Walaupun tidak untung besar, paling tidak PT TASPEN masih mempunyai sisa keuntungan untuk pengelolaan setoran dana Pensiun PNS dengan waktu yang cukup lama, yang baru akan dibayarkan pada tiga puluh tahun tanpa jeda. Kasus pensiun dini angkanya tidak akan begitu significant.
PT TASPEN dalam kenyatannya harus melakukan pengelolaan terhadap tabungan Pensiun bagi PNS dalam berbagai investasi akan menghasilkan bunga bertumbuh tiap bulan dengan mengacu pada BI Rate 7,5 % pertahun. Untuk pemotongan gaji minimal Rp.2.000.000,- menghasilkan angka sebesar Rp. 2.000.000,- x 4.75 % = Rp. 95.000,- satu bulan pemotongan gaji itu, pada tiga puluh tahun kemudian nilainya sudah akan mencapai Rp.889,486.43 ( delapan ratus delapan puluh sembilan ribu empat ratus delapan puluh enam rupiah empat puluh tiga sen. ) Sedangkan PT Taspen tidak dibatasi pada suku bunga pada standar BI Rate untuk melakukan investasi. Maka bila dihitung dengan standard kredit komersial Perbankan sebesar 11 % pertahun, dari dana pensiun untuk standar gaji terendah sebesar Rp. 95.000,- diatas pada saat PNS Pensiun dananya sudah menjadi sebesar :Rp. 2,455,294.67 ( dua juta empat ratus lima puluh lima ribu dua ratus sembilan puluh empat ribu rupiah enam puluh tujuh sen)
Atau secara total selama 30 tahun masa kerja dengan standar gaji minimal tidak berubah selama masa kerja, akan terkumpul dana Rp. 535,561,881.41 (lima ratus tiga puluh lima juta limaratus enampuluh satu ribu delapan ratus delapan puluh satu rupiah empat puluh satu sen) yang akan mampu memberikan uang pensiun perbulan mencapai Rp. 4,873,613.12 (Empat juta delapan ratus tujuh puluh tiga ribu enam ratus tiga belas tupiah dua belas sen) yang hanya akan diberikan sebagai uang Pensiun sebesar 75 % dari gaji pokok sebesar Rp.2.000.000,- atau sebesar Rp. 1.500.000,-jauh dibawah potensi uang pension yang dapat diterima.
Angka perhitungan diatas memang tidak tepat dan banyak factor yang mempengaruhi termasuk pemasukan yang akan mengalami kenaikan tiap dua tahun sekali dan perhitungan angka inflasi, akan tetapi angka 4,75 % tersebut memang sudah diperhitungkan akan mampu memberikan jaminan Pensiun maksimal 75 % dari gaji terahir, termasuk mampu memberikan biaya operasional bagi kelangsungan PT TASPEN (PERSERO) dan memberi keuntungan kepada pemegang saham yang 100 % dimiliki Pemerintah berujung pada Pendapatan Negara Bukan Pajak.
Bila hal itu yang terjadi, mengapa Pemerintah dalam APBN selalu memasukkan pembayaran Pensiun bagi PNS/TNI /POLRI yang besarnya sampai Rp. 50 triliun per tahun anggaran?
Bila hal diatas tidak terjadi, lalu dikemanakan tabungan Pensiun PNS selama ini ? Mengapa PT. TASPEN (PERSERO) yang tidak berguna dipertahankan ?
Ini baru anggaran tumpang tindih yang ada dalam APBN dari pengeluaran rutin untuk Belanja Pegawai, masih adakah tumpang tindih pembiayaan lainnya ?
Apa yang terjadi sebenarnya dengan Penyusunan APBN dengan DEFISIT ANGGARAN?
Kemana saja DPR selama ini dalam mengesahkan RAPBN menjadi APBN ?
Salam Prihatin untuk APBN NKRI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H