Sebagai penganut Islam sudah barang tentu tidak asing lagi dengan Dua Kalimah Syahadad.
Pertanyaannya. Sudahkah ucapan persaksian tercermin dalam tingkah laku, perbuatan, dan tutur kata kita sehari - hari sesuai dengan yang telah diucapkan?
Kalau kita mau jujur mengakui, umumnya masih banyak diantara kita yang tingkah laku, perbuatan, dan tutur kata sehari - harinya tidak sadar justru merendahkan Allah. Atau dengan kata lain, umumnya masih banyak diantara kita yang menganggap dirinya: lebih tinggi dari Allah Swt. Tuhan Yang Maha Tinggi, lebih kuasa dari Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa.Â
Contoh. Diberi uang oleh seseorang untuk membunuh orang lain, dilaksanakan. Diberi uang oleh seseorang untuk menyebarkan berita bohong, dilaksanakan. Diberi uang oleh seseorang untuk menghujat, menjelekkan, dan mencemooh orang, dilaksanakan. Diberi uang oleh seseorang untuk memfitnah orang lain, dilaksanakan. Dan lain -- lain perbuatan buruk, dan tercela dilaksanakan hanya karena diberi uang oleh seseorang.
Mari dengan jujur, menurunkan gengsi, dan mengedepankan bisa merasa (bukan merasa bisa) kita nilai bersama. Apakah perbuatan -- perbuatan sebagaimana tersebut sebelumnya itu tidak menunjukkan, sekaligus membuktikan bahwa uang dianggap lebih berkuasa dari Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa?
Padahal umumnya orang pandai berkata Allah Maha Besar, Allah Maha Kuasa, Allah Maha segalanya ...........................
Tidak ada Tuhan selain AllahÂ
begitu kata persaksiannya, tetapi kenyataannyaÂ
uang yang diper Tuhan.
Hendaklah kita menyadari bahwa jodoh, mati, dan rezeki Allah yang mengaturnya, oleh karena itu mari kita bergegas meninggalkan kebiasaan lama yang sekiranya justru mengingkari firman atau petunjuk Allah;
Bila kita benar - benar ingin ........................................................................................
Memelihara dan menjaga kesucian diri, kesucian jiwaÂ
dan kesucian hati kita karena kesanalahÂ
kembali kita semua.
Al Qur'an surat Yaasiin ayat 83. Maka Maha Suci ( Allah ) yang di tangan-Nya kekuasaaan atas segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.Â
Selanjutnya mari kita buktikan, benarkah pada umumnya orang merasa lebih kuasa dari Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa? Sebagai intermezo.
Dulu sebelum tahun 1968 dilingkungan penulis desa Iringmulyo 15A Metro Lampung, banyak teman - teman ( Tionghoa ) memelihara ternak babi. Menurut mereka berternak babi sangat menguntungkan karena banyak anaknya, dan cepat berkembang. Bagi penulis silahkan saja, mau memelihara ternak apapun silahkan. Â
Namun oleh kelompok tertentu, peternak babi tadi seolah - olah dikucilkan, dan dijauhi. Mengapa demikian?
Karena menurut mereka, babi itu haram. Bahkan uang hasil penjualan babi, dikatakan haram. Konsekuensinya si peternak babi dijauhi karena menghasilkan, dan memelihara binatang haram. Mari dipikir ulang.
Allah yang menciptakan babi, kok manusia mengharamkannya.
Apakah kelompok orang yang mengharamkan tadi, sudah merasa dirinya lebih kuasa dari Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa? Â Â Â Â Â Â Â Â Eh ternyata pemahaman seperti itu, masih terus berlanjut sampai sekarang. Kok bisa - bisanya mengatakan babi haram, dan uang hasil penjualan babipun dikatakan haram.
Lalu apa dasarnya? Kalau ada pertanyaan demikian, jawaban klasik pasti terlontar. Menurut banyak orang babi itu hukumnya haram, kata orang. Lagi -- lagi kata orang. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Al Qur'an hendaklah dikaji atau dipelajari dengan arif, dan bijaksana agar hasil kajiannya tidak .................................................
Membingungkan dan menyesatkan umat,Â
yang akhirnya akan merugikanÂ
diri sendiri dan umat.
Sebaiknya umat dan lebih - lebih pemuka agama apapun predikat, dan  sebutannya apakah: penyampai risalah, ustadz, kiai, ulama, imam, habib, penceramah, pendakwah, pemuka agama hendaklah tidak selalu menyampaikan pendapat hanya atas dasar kata orang. Mengingat umat sudah ............................................................................................
Terlanjur percaya bahwa apa yang dikatakanÂ
beliau -- beliau tadi adalahÂ
benar adanya.
Al Qur'an adalah petunjuk, dan perintah Allah bagi penganut Islam, tentunya sudah menjadi kewajiban umat Islam untuk mengaji atau mempelajarinya dengan baik, dan benar. Sehingga dapat memahami, dan mengerti makna batiniah yang terkandung di dalamnya sebagai dasar bertindak dalam menyampaikan pendapat, dan menyelesaikan perbedaan pendapat sehingga tidak membuat bingung umat.
Mari kita bersama mencermati Al Qur'an surat An Nahl ayat 115. Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu ( memakan ) Â bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barang siapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.Â
Dalam ayat tersebut dinyatakan yang diharamkan adalah memakan daging babi, dan bukan babinya yang diharamkan. Itupun Allah masih memberi toleransi kepada orang .....................................................................................
Dibolehkan memakan daging babi apabila dalamÂ
keadaan terpaksa dengan tidak menganiayaÂ
dan tidak melampaui batas.
Misalnya ditengah hutan kehabisan bekal makanan yang dibawa, dan untuk memenuhi tuntutan perut apa yang harus dilakukan? Sudah barang tentu apapun yang ada disekitarnya akan dimakan, demi untuk menyambung hidupnya. Bila ketemu buah - buahan, dimakanlah buah - buahan tersebut. Bila ketemu ular, dimakanlah ular tersebut. Tidak terkecuali bila ketemu babi ya dimakan, karena sudah tidak ditemukan binatang lainnya.
Meskipun sudah dijelaskan seperti itu, kelompok tertentu tadi tetap saja bersikukuh mengatakan, bahwa uang hasil penjualan babi haram, babi itu haram, dan memakan daging babi itu dosa.
Disinilah kelemahannya kalau penjelasan atau pernyataan hanya mendasarkan atas kata orang, tidak mau mencari kebenaran atas dasar Al Qur'an yang katanya diimaninya.
Kepada pembaca budiman dimohon bersabar, karena uraian selanjutnya akan disampaikan dalam artikel berikutnya. Terima kasih.
Kepada pembaca budiman dimohon bersabar, karena uraian selanjutnya akan ditayangkan pada kesempatan berikutnya. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H