Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Pensiunan Pegawai Negeri Sipil

Lahir di Metro Lampung. Pendidikan terakhir, lulus Sarjana dan Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kebingungan Sang Laillatul Qadar

20 April 2024   22:39 Diperbarui: 20 April 2024   23:09 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saat menjelang bulan Ramadhan tiba setiap tahunnya dapat dipastikan orang hiruk pikuk melakukan kegiatan sesuai tradisinya masing -- masing, dengan maksud membersihkan diri. Begitupun mendekati berakhirnya bulan Ramadhan umumnya para penceramah dengan nada sendu mengatakan kita sangat sedih karena akan berpisah dengan bulan Ramadhan, dan berdo'a agar dapat bertemu dengan bulan Ramadhan berikutnya. Berpisahnya bulan dalam 1 tahun kalender sudah pasti terjadi setiap tahunnya, karena bila telah habis waktunya dalam 1 bulan tentu akan berganti ke bulan selanjutnya, jadi ya tidak perlu merasa kehilangan.

Berbeda dengan cara pandang orang pada umumnya justru saya tidak memikirkan perihal pergantian bulan, karena itu memang sudah seharusnya berganti; Tetapi saya tidak memutus puasa saya karena meski Ramadhan telah berakhir, puasa lahir memang sudah tidak saya lakukan tetapi puasa batin tetap saya lanjutkan sampai akhir hayat. Dengan demikian dimana, dan kapanpun saya diwafatkan untuk menghadap Yang Maha Suci tetap dalam kondisi berpuasa, jadi tidak perlu berdo'a agar dapat bertemu dengan bulan Ramadhan berikutnya. 

Mengakhiri puasa bulan Ramadhan umat Islam lalu menyambutnya dengan Hari Raya Idul Fitri yang dimaknai bahwa setiap diri seseorang, telah kembali fitri atau suci layaknya bayi yang baru lahir. Artinya setelah berpuasa sudah terbebas dari segala dosa, kesalahan, keburukan, dan perbuatan tercela lainnya, disertai saling maaf memaafkan diantaranya. Benarkah kondisi seperti ini telah dapat dicapai oleh mereka yang melaksanakan puasa di bulan Ramadhan?

Bulan Ramadhan sudah berlalu pernahkah kita mengevaluasi diri, apakah puasa yang dilaksanakan benar telah dapat meningkatkan derajat takwa kita dari tahun ke tahun atau hanya sekedar mendapat lapar, dan haus saja karena puasa hanya dilakukan seperti mengubah waktu makan belaka; Yang biasanya waktu makan di siang hari, diubah menjadi malam hari. Kalau memang kita ingin meningkatkan derajat takwa hendaklah kita jujur, dan berani melakukan evaluasi diri agar semakin ke depan derajat takwa kita semakin meningkat.

Untuk itu mari kita bersama mencoba mengevaluasi diri dengan mengedepankan kejujuran, dan keberanian; Kalau memang puasa kita sudah dapat meningkatkan derajat takwa alhamdulillah........ ke depan tinggal terus meningkat kembangkan. Tetapi bila dirasa puasa kita boro -- boro dapat meningkatkan derajat takwa, selagi membekas dalam diri saja belum, mari dengan penuh kesadaran, kejujuran, dan keberanian mengakui kekurangan lalu melakukan langkah tindak untuk memperbaikinya.  

Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 183. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.

Agar perintah dan petunjuk Allah atau firman Allah tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, dan benar hendaklah kita mengingat bahwa manusia tercipta atas 2 unsur besar yaitu unsur lahiriah, dan unsur batiniah. Unsur lahiriah tercipta dari saripati tanah mempunyai sifat amarah, aluamah, supiah, dan mutmainah yang umumnya disebut sebagai nafsu berkiprah atas kendali iblis, setan, dan sebangsanya. 

Dan unsur batiniah tercipta dari Ruh suci merupakan sebagian, dan bagian tidak terpisahkan dari Yang Maha Suci ditiupkan ke dalam diri manusia, karena itu manusia sesungguhnya memiliki sifat kesucian layaknya sifat Yang Maha Suci.

Atas dasar tersebut mestinya kita memahami dan menyadari bahwa manusia apapun warna kulit dan bahasanya; Apapun suku bangsa, dan bangsanya; Apapun status sosial ekonomi, ras, dan agamanya memiliki 2 sifat antagonis yang sama, yaitu sifat baik dari Yang Maha Suci, dan sifat buruk dari nafsu yang berkiprah atas kendali iblis, setan, dan sebangsanya.

Atas kesadaran tersebut maka dalam melaksanakan puasa hendaklah kedua unsur tersebut dipuasakan, untuk melatih atau menggembleng diri layaknya dalam kawah candradimuka agar kita dapat mengendalikan nafsu;

Dengan muara akhir sifat -- sifat kesucian dalam diri kita dapat tercermin 

dalam tingkah laku, perbuatan, dan tutur kata kita sehari -- hari 

dan inilah wujud dari pakaian takwa.

Dari penjelasan ini mudah -- mudahan dapat menyadarkan kita bahwa pakaian takwa itu tidak melekat pada wadag manusia jadi ya tidak kelihatan model, corak, asesoris, dan warnanya; Tetapi pakaian takwa tadi tercermin dalam setiap tingkah laku, perbuatan, dan tutur kata manusia dalam kesehariannya. Keadaan ini merupakan pertanda bahwa puasa kita berhasil, dan mudah -- mudahan Allah meningkatkan derajat takwa kita dari tahun ketahun sampai akhir hayat. 

Keadaan suci seperti ini tentunya akan terus dapat terjaga, dan terpelihara manakala setelah puasa Ramadhan berakhir puasa batin tetap dilaksanakan, meski puasa lahir sudah tidak dilaksanakan lagi. Artinya diluar bulan Ramadhan kita mengamalkan atau melaksanakan hasil kita berpuasa ke dalam tingkah laku, perbuatan, dan tutur kata kita sehari-hari sampai akhir hayat. Atau dengan kata lain .................................................

Setiap tingkah laku, perbuatan, dan tutur kata kita selama melakoni 

perjalanan hidup dan kehidupan di atas dunia ini tak ubahnya perjalanan 

sesuai sifat, dan kehendak Yang Maha Suci itu sendiri.

Mari secara jujur kita mengakui, sudahkah kita dapat merasakan sampai ditingkatan ini setelah melaksanakan puasa di bulan Ramadhan kemarin? Lalu apa yang menandai bahwa derajat takwa seseorang meningkat?

Pertanda yang diberikan Allah kepada orang bertakwa atau orang yang beriman dan beramal saleh (berbuat baik) adalah orang yang setiap tingkah laku, perbuatan, dan tutur katanya sehari -- harinya selalu mengedepankan rasa cinta, kasih sayang kepada sesama; Bukan hanya kepada sesama manusia tetapi kepada sesama makhluk ciptaan Allah. Kondisi seperti inilah merupakan hasil dari kita melaksanakan pengendalian diri melalui puasa, yang diharapkan dapat mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Al Qur'an surat Maryam ayat 96. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang. 

Selama bulan Ramadhan sering kita mendengar pernyataan penceramah bahwa di bulan Ramadhan Allah membuka pintu surga seluas -- luasnya, dan membelenggu iblis, setan dan sebangsanya. Pernyataan tersebut hanyalah merupakan suatu perumpamaan atau kiasan jadi ya jangan ditelan mentah -- mentah. Jangan beranggapan Allah lalu memerintahkan malaikat untuk membuka gembok semua pintu surga, dan mengejar -- kejar iblis, setan, dan sebangsanya agar dibelenggu atau diikat dipohon -- pohon besar. Tidak!

Pernyataan tersebut hanyalah gambaran bagi kita yang sedang melaksanakan latihan pengendalian diri selama berpuasa layaknya dalam kawah candradimuka dalam jagat pewayangan, jadi berpuasa itu ya jangan dilakukan hanya di bulan Ramadhan saja walau tidak disertai dengan puasa lahir. Atas keberhasilan kita dalam melatih pengendalian diri ini mudah - mudahan kesucian diri, kesucian jiwa, dan kesucian hati kita tetap terpelihara, dan terjaga sampai akhir hayat.

Jadi kesucian itu tempatnya ................................................

Tidak pada suatu tempat tertentu misal Mekah, tidak pada suatu hari tertentu misal Jum'at, 

dan tidak pada suatu bulan tertentu misal Ramadhan, 

tetapi sesungguhnya kesucian itu bertempat dalam diri kita sendiri.

Dalam keadaan suci inilah akan melancarkan diri kita kembali ke sisi Yang Maha Suci pada saatnya nanti, dan yang sesungguhnya disisi-Nyalah tersedia pahala yang besar. Karena dalam kondisi suci ini maka setiap perbuatan yang kita kerjakan akan suci adanya, walau dilakukan pada tempat atau hari atau bulan yang dikatakan tidak suci sekalipun.

Al Qur'an surat Al Anfaal ayat 28. Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.

Dari penjelasan ini mudah -- mudahan dapat memberikan kejelasan bagi kita, bahwa yang..................

Dapat membuka pintu surga, dan membelenggu iblis, setan, 

dan sebangsanya adalah diri kita sendiri. 

Dari kenyataan tersebut handaklah kita tidak mudah terperdaya hanya karena iming -- iming pahala, dan surga lalu kita berbuat. Misal penceramah apapun sebutan dan predikatnya apakah kyai, ulama, ustad, habib  mengatakan melakukan perbuatan di bulan Ramadhan, dan hari Jum'at akan mendapat pahala yang berlipat ganda karena bulan Ramadhan adalah bulan suci, dan hari Jum'at adalah hari baik. Tanpa dinalar dan berpikir panjang langsung dikerjakan, karena yang mengatakan adalah orang yang selama ini sudah dipercaya mesti benar apa yang dikatakan jadi pasti pahala surga akan didapat, anggapnya.

Kok seperti perilaku anak kecil saja, yang baru akan berbuat manakala ada iming -- iming diberi permen atau kembang gulo (Jawa). Dengan harapan setelah berbuat akan dapat menumpuk pahala sebagai bekal menghadap Yang Maha Suci. Benarkah?

Kalau kita mau menyadari sesungguhnya perbuatan yang kita kerjakan itu justru suatu perbuatan yang sia -- sia, mengapa? Ya karena perbuatan yang kita laksanakan hanya karena adanya iming -- iming atau pamrih mendapat pahala surga, dan bukan didasari atas keikhlasan dalam melaksanakan perbuatan apapun perbuatannya.

Hendaklah kita sadar, dan ingat (mendirikan shalat) bahwa semesta alam seisinya ini diciptakan Allah Yang Maha Suci, dan Maha Baik, jadi segala ciptaan yang tergelar di semesta alam seisinya ini sudah pasti keadaan, dan  kondisinya suci dan baik bukan?  

Oleh karena itu hendaknya yang kita perbuat adalah bagaimana upaya kita 

agar dapat menjaga, dan memelihara kesucian demi kelancaran kita 

kembali ke sisi Yang Maha Suci pada saatnya nanti.

Karena ya hanya di sisi-Nyalah tersedia pahala yang besar, 

bukannya dibalik mengumpulkan pahala sebanyak - banyaknya 

sebagai bekal kembali ke sisi-Nya.

Apa -- apa yang diuraikan sebelumnya adalah merupakan gambaran pemahaman seseorang yang berhasil dalam melaksanakan puasa atau penggemblengan pengendalian dirinya.

Lalu bagaimana gambaran bagi mereka yang tidak berhasil dalam melaksanakan puasanya? Mari kita simak uraian selanjutnya.

Sebagai bahan evaluasi mari kita kedepankan kejujuran, dan keberanian untuk melihat kedalam diri kita sendiri, kalau benar katakan benar, kalau salah katakan salah sebagai bahan untuk memperbaiki diri. Karena adalah suatu hal yang mustahil orang akan dapat memperbaiki kesalahan, dan kekurangannya tanpa mau melihat, dan mengakui kesalahan dan kekurangan dirinya sendiri.

Sebenarnya mudah untuk melihat ketidak berhasilan dalam puasa kita.

Seperti telah disinggung sebelumnya, boro -- boro meningkat derajat takwanya setelah melaksanakan puasa di bulan Ramadhan, membekas dalam dirinya saja tidak.

Untuk melihat puasa kita berhasil atau tidak ya kita kembali pada ulasan tentang Hari Raya Idul Fitri, yang dimaknai sebagai kembali fitri atau suci layaknya bayi yang baru lahir setelah berpuasa. Artinya seusai berpuasa sudah terbebas dari segala dosa, kesalahan, keburukan, perbuatan tercela lainnya, saling maaf memaafkan diantaranya, dan pernyataan ini mari kita pergunakan sebagai standar penilaian puasa kita berhasil atau tidak.

Mari dinilai sendiri secara jujur, dan berani mengakui kenyataan berikut.

Kenyataan membuktikan orang yang sebelumnya senang menjelek - jelekkan orang setelah berpuasa ya tetap senang menjelekkan orang, apakah ini wujud keberhasilan dari puasanya? Orang yang sebelumnya senang menghina orang setelah berpuasa ya tetap senang menghina orang, apakah ini wujud keberhasilan dari puasanya?  Orang yang sebelumnya senang menebar berita bohong setelah berpuasa ya tetap senang menebar berita bohong, apakah ini wujud keberhasilan dari puasanya? Orang yang sebelumnya senang melakukan demonstrasi setelah berpuasa ya tetap senang melakukan demonstrasi, apakah ini wujud keberhasilan dari puasanya? Orang yang sebelumnya senang berbuat onar setelah berpuasa ya tetap senang berbuat onar, apakah ini wujud keberhasilan dari puasanya? Orang yang sebelumnya senang melakukan korupsi setelah berpuasa ya tetap senang melakukan korupsi, apakah ini wujud keberhasilan dari puasanya? Dan seterusnya, dan serusnya, dan seterusnya.

Bahkan ada orang atau kelompok orang yang senang menyombongkan diri, akibatnya membuat Kebingungan Sang Laillatulqadar.

Kita patut mengucap syukur kehadirat Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa, karena kita ditunjukkan langsung bahkan mungkin mengalami peristiwa yang menunjukkan wajah -- wajah kesombongan.

Peristiwa apakah itu? Penetapan awal Ramadhan 1445 H tahun 2024. Dengan demikian sudah dapat dipastikan bahwa di tahun 2024, di negeri yang sama-sama kita cintai ini awal puasa Ramadhan 1445 H dilaksanakan dalam waktu yang tidak bersamaan oleh warga bangsa.

Mengapa bisa demikian? Ya karena masing -- masing kelompok orang merasa paling benar cara, atau metoda penetapan awal puasa Ramadhan. Pertanyaannya, adakah yang namanya kebenaran itu lebih dari 1? Tentu jawabannya tidak ada!

Berarti ada yang salah dong! Ya memang pasti ada yang salah, tetapi umumnya orang amat sulit untuk mengakui kesalahannya sendiri. Bahkan tak jarang untuk ngeyem -- yemi ( Jawa ) atau menghibur masyarakat biasanya pemuka kelompok mengatakan, perbedaan itu indah.

Kalau aturan kelompok orang tersebut diberlakukan dalam sebuah negara, yang semua warga negaranya hanya terdiri dari kelompok orang tersebut, ya sumonggo (silahkan) tentu tidak menimbulkan masalah.

Tetapi bila aturan dalam satu kelompok tadi diberlakukan dalam negara yang warga negaranya ada kelompok lain yang tidak seirama atau tidak sejalan atau tidak sepaham, tentu berpotensi menimbulkan masalah berupa polarisasi atau pembelahan di masyarakat bukan?

Jelasnya ada kelompok orang yang awal Ramadhannya lebih awal sehari dari ketentuan Pemerintah, dan yang penetapannya diumumkan lebih dulu dari penetapan Pemerintah. Dan bahkan menyarankan agar Pemerintah meniadakan Sidang penetapan awal puasa Ramadhan karena beranggapan bahwa apa yang ada dalam kelompoknya itulah yang benar, bukankah ini menunjukkan kesombongan yang amat sangat?

Nanti kalau ada orang yang mengatakan kelompok orang tersebut memecah belah warga bangsa marah, dan tidak terima.

Inilah contoh orang atau kelompok orang yang dikendalikan hawa nafsunya, sudah tidak dapat menggunakan akal sehatnya untuk menimbang mana yang baik, dan benar demi terwujudnya keharmonisan, dan kerukunan di masyarakat suatu negara dalam hal ini Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sama -- sama kita cintai.

Al Qur'an surat Al Mu'minuun ayat 53. Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing).

Negara disuruh mengikuti kelompoknya. Padahal kelompok orang tersebut sudah melakukan kesombongan sejak lama dari tahun ke tahun, setelah puasa ya tetap sombong, apakah ini wujud keberhasilan dari puasanya?

Kalau kenyataan seperti apa yang telah diuraikan itu adanya, silahkan dinilai sendiri ...................

Apakah puasa kita selama ini telah berhasil meningkatkan derajat takwa atau 

hasil puasa kita hanya sebatas lapar dan haus belaka.

Sekedar intermezo.

Adalah kebiasaan dari tahun ke tahun, setiap bulan Ramadhan diisi dengan berbagai kegiatan. Diantaranya berbuka puasa bersama di masjid, sembahyang isa dan tarawih secara berjama'ah, dan ceramah sebelum tarawih. Kegiatan itu makin intensif dilakukan disepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, biasanya diisi dengan pembacaan kitab Al Qur'an dalam bahasa Arabnya dengan harapan mendapat malam Laillatul Qadar.

Ramadhan tahun 2024 atau tepatnya di 10 hari terakhir bulan Ramadhan 1445 H, malaikat yang diutus menurunkan Laillatulqadar dibuat bingung. Mengapa?

Ya karena menurut perhitungan malaikat, sesuai ketetapan Pemerintah malam ini adalah malam ganjil di 10 hari terakhir bulan Ramadhan, tetapi malam Laillatulqadar tidak jadi diturunkan karena di Indonesia masih terkunci rapat, dan gelap sehingga tidak dapat masuk dan menurunkannya. Selidik punya selidik ternyata malaikat kesasar ke kelompok orang yang berpuasa sehari lebih dulu dari ketetapan Pemerintah, yang berarti ini adalah malam genap di 10 hari terakhir di bulan Ramadhan. Selanjutnya Laillatulqadar dibawa pulang tidak jadi diturunkan malam itu, dan akan kembali besoknya karena malaikat beranggapan mereka salah perhitungan.

Malam berikutnya malaikat datang lagi membawa Laillatulqadar karena kemarin malam genap, berarti malam ini tentu malam ganjil di 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Tetapi malam Laillatulqadar tidak jadi diturunkan lagi karena di Indonesia masih terkunci rapat, dan gelap sehingga tidak dapat masuk dan menurunkannya. Selidik punya selidik ternyata malaikat kesasar ke kelompok orang yang berpuasa mematuhi ketetapan Pemerintah, yang berarti ini adalah malam genap di 10 hari terakhir di bulan Ramadhan. Selanjutnya Laillatulqadar dibawa pulang tidak jadi diturunkan di malam ini, dan akan kembali besoknya karena malaikat beranggapan mereka salah perhitungan.

Karena berulang kali terjadi hal -- hal seperti itu akhirnya malaikat pembawa wahyu kemuliaan atau malam Laillaturqadar kebingungan, dan beristirahat sambil menggerutu. Mungkin orang -- orang disini memang belum mampu ketempatan wahyu kemuliaan atau Laillatulqadar ....................................

Karena orang -- orangnya tidak tahu diri, dan tidak dapat menempatkan diri 

karena itu ya maafkan kami tidak dapat menurunkan wahyu tersebut 

kepada anda, kata malaikat.

Maaf ini hanya sekedar intermezo. Namun meski disampaikan dengan santai bernada kelakar, tetapi kalau dinalar isinya serius. Atau bisa saja dikatakan bahwa isinya serius, tetapi dibawakan dengan santai bernada kelakar. Dan kalau kita menyadari makna yang terkandung didalamnya mari bergegas memperbaiki diri, karena hanya diri kita sendirilah yang dapat merubah apa yang ada dalam diri kita sendiri. Boro -- boro orang lain apapun predikat dan sebutannya, selagi Allah saja sudah berjanji tidak akan merubah apa yang ada dalam suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang merubah keadaan yang ada pada dirinya.

Al Qur'an surat Ar Ra'd ayat 11. Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

Kejadian -- kejadian tersebut bisa saja terjadi di masyarakat, bahkan bila masyarakat sumbu penalarannya pendek bisa menimbulkan masalah bukan? Oleh karena itu akan lebih .................................................

Indah, dan elok manakala masing -- masing kelompok orang ingat, dan menyadari agar tidak menimbulkan gesekan di masyarakat penetapan awal: Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha secara legowo atau ikhlas diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah.

Dengan demikian tidak mengajari umat untuk mengingkari atau membangkang atas ketentuan, dan ketetapan  Pemerintahnya. Mengingat kelompok - kelompok orang tadi, kenyataannya adalah sama - sama warga Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bangga dan berbahagialah manakala

masing - masing kelompok orang dapat turut andil dalam 

mewujudkan persatuan, keharmonisan, dan kerukunan di masyarakat.

Mestinya yang harus diingat, dan disadari oleh masing -- masing kelompok orang sudah bukan lagi masalah benar atau tidaknya cara atau metode penetapan awal: Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adhanya. Tetapi yang harus disadari, dan diingat adalah terjadinya ketidak serasian di masyarakat, terjadinya gesekan di masyarakat, terjadinya masalah di masyarakat, terdispersinya masyarakat, terkikisnya kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintahnya, dan ............................................

Itu semua yang harus dipertanggung jawabkan kelompok orang 

dihadapan Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa. 

Kita hidup di atas dunia ini diwajibkan untuk saling nasehat menasehati dalam mentaati kebenaran, dan nasehat menasehati dalam menetapi kesabaran. Tetapi bila tetap bersikukuh meneruskan kebiasaan selama ini ya silahkan, toh diri sendiri yang akan mempertanggung jawabkan dihadapan Allah.

Al Qur'an surat Al 'Ashr ayat 3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.

Dengan harapan semoga  ditahun tahun selanjutnya tidak terjadi lagi kejadian tersebut. Sebab kalau masih terjadi ini hanya menunjukkan kegagalan dalam melaksanakan petunjuk Allah pada umumnya, dan kegagalan dalam melaksanakan puasa pada khususnya yang hanya sekedar mendapat lapar, dan haus belaka tanpa dapat meningkatkan derajat takwa yang bersangkutan.

Terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun