Wahyu Al Qur'an diturunkan kira - kira 14,5 abad yang silam, dan yang setiap tahunnya diperingati oleh umat penganutnya. Mari secara sadar, dan jujur dikaji ulang tujuan diturunkannya Al Qur'an. Sudahkah terwujud cahaya terang benderang, bagi umat manusia? Sudahkah terwujud kedamaian di muka bumi ini, sesuai petunjuk-Nya?
Hal yang memprihatinkan. Mengapa justru situasi, dan kondisi yang terjadi lebih kurang 14,5 abad yang silam, dikenal sebagai zaman jahiliyah atau zaman gelap gulita kini seolah -- olah kita dapat melihat rekaman kejadiannya di negeri yang sama - sama kita cintai ini?
Kalau hal tersebut yang terjadi, lalu siapa yang salah?
Agamakah yang salah? Bukan!
Nabi / Rasul kah yang salah? Bukan!
Al Qur'an kah yang salah? Bukan!
Malaikat kah yang salah? Bukan!
Kalau begitu, lalu siapa yang salah?
Kalau mau jujur mengakui, yang salah tidak lain adalah manusianya sendiri!
Mengapa? Karena belum lengkap dalam mengaji, dan memahami makna Al Qur'an sebagai pedoman hidupÂ
manusia yang meyakini.
Pada umumnya, orang mendasarkan perkataan atau perbuatannya hanya atas dasar kata orang. Asal pemuka ngomong merah, pengikut ikut berkata merah. Pemuka ngomong hitam, pengikut ikut berkata hitam. Pemuka ngomong jalan ke utara, pengikut jalan ke utara. Hanya karena dibius dengan iming-iming pahala surga, pahala surga, dan pahala surga sehingga apapun yang dikatakan penceramah, umat mengikutinya. Â
Hendaklah diingat, dan disadari bahwa di pengadilan akhir nanti tidak ada seseorang yang dapat membela orang lain, apapun sebutan dan predikatnya, apakah kyai, ulama, ustat, penceramah, penyampai risalah, imam, dan lain -- lain. Jadi semua yang kita lakukan, kelak akan dipertanggung jawabkan sendiri dihadapan Allah. Oleh karena itu apapun yang dikatakan penceramah, dan apapun yang mendasari perkataannya manakala tidak sesuai dengan Al Qur'an mestinya ya wajib ditinggalkan, dan tidak perlu diikuti.
Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 2. Kitab ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.
Al Qur'an hakekatnya adalah firman Allah berisi petunjuk. Diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. dengan perantaraan malaikat Jibril, untuk memperbaiki akhlak manusia. Sebagai umat pengikutnya sudah barang tentu wajib mengkaji atau mengaji atau mempelajari makna yang tersirat, atau makna yang tersembunyi, atau makna batiniah yang terkandung di dalamnya, dan dilaksanakan atau diamalkan demi terwujudnya insan yang berakhlak mulia, dan berbudi pekerti luhur.
Allah menciptakan semesta alam seisinya ini, dalam kondisi seimbang: Ada siang - ada malam, ada tua - ada muda, ada laki -- laki -- ada perempuan, ada susah -- ada senang, ada kaya -- ada miskin, Â ada nyata - ada ghaib, Â ada lahir - ada batin, ada hidup - ada mati, ada benar - ada salah, ada suka - ada duka, dan seterusnya, dan seterusnya, dan seterusnya. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Sudahkah dalam mengkaji atau mengaji atau mempelajari Al Qur'an, didasarkan atas petunjuk Allah tersebut?
Mari diuji bersama.
Buku ditata / disusun dalam almari atau rak buku atau meja dengan posisi berderet, dan judul buku bertolak belakang dengan posisi dimana kita berada.Â
Kemudian  mengajak  seseorang ke posisi kita, lalu bertanya.
Apakah yang saudara lihat di rak buku itu? Ooo, itu deretan buku. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Deretan buku apa saja?
Tidak tahu, karena judulnya tidak kelihatan jawabnya.
Silahkan saudara dekati deretan buku itu, dan diamati dengan cermat lalu tolong dijawab pertanyaan ini.
Setelah saudara amati, deretan buku itu terdiri dari buku apa saja?
Umumnya buku kimia, sedangkan yang tiga adalah kitab Al Qur'an jawabnya.
Mengapa yang tiga saudara katakan kitab Al Qur'an?
Iya karena ke tiga buku itu ditulis  dalam  tulisan,  dan  bahasa Arab jawabnya lagi.                      Â
Dari dialog singkat tersebut dapat dikatakan bahwa jawaban tadi mengandung kebenaran, dan juga kesalahan.
Mengapa? Karena mereka hanya melihat deretan buku tadi dari sisi luar atau lahiriahnya saja. Sesungguhnya yang benar dalam deretan buku tersebut hanya ada satu kitab Al Qur'an, sedangkan yang lainnya adalah buku kimia. Dua diantaranya ditulis dalam tulisan, dan bahasa Arab karena buku itu adalah buku kimianya orang Arab.
Kenyataan tersebut memberikan pembuktian nyata bahwa bila dilihat dari sisi luar atau lahiriahnya saja, kitab Al Qur'an tidak ada bedanya dengan buku pelajaran biasa.Â
Al Qur'an surat Yasiin ayat 69. Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya. Al Qur'an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan.                 Â
Tetapi kalau dikaji makna batiniahnya, barulah kita dapat membedakan dengan  buku  yang lain. Dan mengatakan bahwa buku atau kitab itu adalah kitab Al Qur'an.
Oleh karena itu mari dibiasakan, atau dibudayakan mengaji makna wahyu Allah baik berupa ayat - ayat Allah yang tertulis maupun ayat -- ayat Allah yang tidak tertulis secara lahiriah, dan batiniah.
Hasil kajiannya ditempatkan di dalam hati.
Hasil kajian diantaranya Al Qur'an adalah petunjukÂ
Allah yang harus dipelajari secara lahiriah, danÂ
batiniah selanjutnya dilaksanakan.
Makna batiniah yang kita tempatkan di dalam hati tidak berarti lalu dikunci mati, dan baru dibuka dan dibaca setahun sekali saat bulan Ramadhan dengan mengharap mendapat lailatul qadar. Tidak!
Justru harus dibuka, dipelajari, dan diamalkan setiap saat dimanapun, kapanpun kita berada dan beraktivitas. Jadi tidak ada waktu atau bulan - bulan khusus untuk mempelajarinya, juga tidak ada tempat - tempat tertentu untuk mempelajarinya. Dan yang paling penting dalam mempelajari atau mengaji Al Qur'an tadi hendaklah dilakukan melalui roso pangroso (Jawa) dengan sabar, ikhlas kapan saja, dan dimana saja tanpa mengharap imbalan pahala sebagai tiket masuk surga.
Mengapa? Karena mengaji Al Qur'an bukanlah merupakan suatu perbuatan, tetapi suatu kewajiban kita untuk membangun hubungan vertikal antara kita yang diciptakan dengan yang menciptakan yang lazim dikenal dengan habluminallah. Sebagai upaya untuk memperbaiki diri sendiri, demi terpeliharanya kesucian diri, kesucian jiwa, dan kesucian hati kita.
Bila sudi mengatakan ya inilah bentuk pahala yang didapat dari mengaji Al Qur'an tersebut. Pahala yang di dapat hanya untuk diri kita sendiri, dan bukan sebagai tiket untuk masuk surga tetapi untuk memelihara kesucian diri kesucian jiwa, dan kesucian hati kita sendiri.
Tetapi bila mengaji Al Qur'an hanya dimaknai dengan membaca Al Qur'an dalam bahasa Arab, apakah juga mendapat pahala?
Allah Maha Pengasih, jadi setiap apapun yang kita kerjakan tentu akan mendapatkan pahala atau imbalan sesuai dengan apa yang dikerjakan.
Jadi benar dong apa yang dikatakan penceramah itu, bahwa membaca Al Qur'an dalam bahasa Arab mendapat pahala dan masuk surga, walau tidak mengerti artinya tidak apa -- apa.
Ya nanti dulu, jangan lalu berhalusinasi mendapat pahala masuk surga, wong yang dikerjakan saja membaca Al Qur'an dalam bahasa Arab. Jadi pahala yang diterima, ya kita pandai membaca Al Qur'an dalam tulisan, dan bahasa Arab; Itulah wujud pahala yang diterima, tidak usah menunggu nanti kalau sudah meninggal dunia.
Akibatnya pandai membaca Al Qur'an dengan tulisan, dan bahasa Arab tetapi tidak menemukan makna batiniahnya, karena tidak memahami petunjuk Allah yang dibacanya itu dengan baik, apalagi dapat melaksanakan petunjuk-Nya.
Oleh karena itu mari secara sadar kita koreksi, dan kita tinggalkan pemahaman selama ini:
Mengaji AL Qur'an hendaklah tidak dimaknai dengan
membaca Al Qur'an dalam tulisan, dan bahasa Arab
tetapi mempelajari agar dapat menemukan
makna batiniah Al Qur'an.
Mempelajari atau mengaji Al Qur'an hendaklah dilakukan secara berulang -- ulang dari ayat pertama surat pertama sampai dengan ayat terakhir dari surat yang terakhir, mudah-mudahan kita dapat memahami bahwa sesungguhnya Al Qur'an bukan hanya sekedar petunjuk titik; Tetapi kita akan dapat memahami bahwa ayat -- ayat Al Qur'an tersebut mengandung hikmat, menjadi petunjuk, dan rahmat bagi orang -- orang yang berbuat kebaikan.
Sebagaimana difirmankan dalam Al Qur'an surat Luqman: ayat 2. Inilah ayat - ayat Al Qur'an yang mengandung hikmat, ayat 3. menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan. Â
Mari kita coba membaca dan mempelajari atau mengkaji atau mengaji  Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 34. Dan ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang - orang yang kafir.Â
Kalau kita memaknainya hanya sebatas membaca dongengan di zaman kenabian dahulu, paling banter kita akan berkomentar ooo ...... ternyata malaikat mau sujud kepada nabi Adam to, sedangkan iblis tidak mau sujud kepada nabi Adam, dia sombong dan merasa lebih hebat dari nabi Adam karena merasa dirinya tercipta dari api, sedangkan nabi Adam tercipta dari tanah, dan iblis termasuk orang -- orang yang kafir.
Tetapi kalau membacanya sebagai pelajaran dan ditujukan kepada diri kita sendiri tentunya akan berpikir, kira -- kira apa hikmat atau hikmah yang akan saya peroleh manakala saya membaca petunjuk Allah ini. Paling tidak kita harus dapat mengambil makna yang tersirat atau makna tersembunyi, atau makna batiniah yang ada di dalamnya, diantaranya saya jangan sampai menjadi orang yang sombong.
Sebab, kalau saya menjadi orang yang sombong berarti tidak ada beda antara saya dengan iblis, setan, dan sebangsanya serta termasuk ke dalam golongan orang -- orang yang kafir.
Hanya bedanya ....................................mohon ditunggu artikel selanjutnya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H