Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Pensiunan Pegawai Negeri Sipil

Lahir di Metro Lampung. Pendidikan terakhir, lulus Sarjana dan Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Ramadan Telah Berlalu

17 Mei 2021   06:24 Diperbarui: 17 Mei 2021   06:27 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Puasa Ramadhan pada hakekatnya adalah merupakan kawah candradimuka bila dianalogikan dalam jagad pewayangan. Yaitu sebagai wahana untuk menempa, atau menggembleng diri bagi penganut Islam agar menjadi insan yang berakhlak mulia, dan berbudi pekerti luhur sebagaimana telah diuraikan dalam topik - topik lainnya.

Berpuasa seharusnya tidak dimaknai hanya dari sisi lahiriah saja ( menahan makan dan minum), tetapi lebih dari itu batinpun wajib dipuasakan; Mengingat konstitusional manusia terdiri atas 2 unsur besar yaitu unsur nyata (wadag manusia), dan unsur gaib (batiniah manusia). Batiniah dipuasakan dengan cara menahan hawa nafsu diantaranya:  menahan amarah, tidak membicarakan aib orang lain, tidak mencuri dengar pembicaraan orang lain, tidak berbohong, tidak korupsi, tidak mencuri, dan tidak melakukan perbuatan tercela lainnya. Selain menjaga dari tindakan yang tercela kitapun harus sabar, dan ikhlas dalam setiap perbuatan termasuk dalam menghadapi ujian Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa, sepahit apapun itu.

Sering kita mendengar apabila sudah dipenghujung bulan Ramadhan, para penyampai risalah, atau para pendakwah, atau para pemuka agama, atau para ustat berkata dengan nada sendu layaknya orang bersedih karena bulan Ramadhan akan berlalu. Diantaranya dengan rangkaian kalimat berikut: Semoga Allah mempertemukan kita dengan Ramadhan yang berikutnya dalam keadaan sehat dan baroqah; Semoga kita semua dipertemukan dengan Ramadhan berikutnya dalam keadaan sehat wal afiat; Semoga Allah terima amal ibadah kita, Allah terima taubatan kita  dan Allah  pertemukan kita semua dengan Ramadhan berikutnya dalam keadaan sehat wal afiat. Dan lain -- lain rangkaian kalimat yang intinya bermohon agar dapat dipertemukan kembali dengan bulan Ramadhan berikutnya, begitulah umumnya harapan penganut Islam dipenghujung bulan Ramadhan.

Berbeda dengan penganut Islam pada umumnya, justru penulis tidak berfikir ke arah tersebut ketika bulan Ramadhan akan berlalu. Mengingat sampai, dan tidaknya umur seseorang pada bulan Ramadhan berikut, sepenuhnya adalah hak prerogative Allah. Oleh karena itu penulis menyikapinya dengan pola pikir sebagai berikut,  "meskipun bulan Ramadhan telah berlalu, dimana puasa lahir sudah tidak dilaksanakan, tetapi batin tetap wajib dipuasakan sepanjang masa sampai akhir hayat. Dengan demikian kapanpun, dan dimanapun kita berada manakala Allah Swt. Tuhan Yang Maha Pencipta menghendaki untuk me-wafatkan kita, kita wafat dalam keadaan berpuasa".

Saat bulan Ramadhan, sering kita dapat mengetahui dari media sosial, dan media massa lainnya dimana seseorang umumnya berkata "di bulan Ramadhan ini mari kita puasakan lahir dan batin kita". Sepintas, tentu tidak ada yang salah dengan perkataan tersebut. Tapi bila ditilik lebih mendalam, dan dirasakan melalui rasa yang merasakan atau roso pangroso, kalimat itu dapat diartikan oleh orang yang pendek penalarannya menjadi "di luar bulan Ramadhan berarti tidak perlu melakukan puasa batin, sehingga bebas kembali untuk tidak menahan hawa nafsu".  

Yang hobinya marah, kembali marah - marah lagi. Yang hobinya membicarakan aib orang lain, kembali membicarakan aib orang lain lagi. Yang hobinya mencuri dengar pembicaraan orang lain, kembali mencuri dengar pembicaraan orang lain lagi. Yang hobinya berbohong, kembali berbohong lagi. Yang hobinya korupsi, kembali korupsi lagi. 

Yang hobinya mencuri, kembali mencuri lagi. Dan yang hobinya melakukan perbuatan tercela lainnya, kembali melakukan perbuatan tercela lainnya lagi. Kalau hal ini yang dilakukan, kapan akan terjadi peningkatan derajat takwa seseorang? Semoga kita tidak menjadi bagian dari orang yang bernalar pendek itu. Oleh karena itu untuk membangun akhlak seseorang, dan bersedekah pun tidak perlu menunggu moment Ramadhan tiba.

Maka hendaklah berhati -- hati, dan selalu ingat ( Jawa = eling ) serta waspada agar perbuatan yang sedianya baik, justru akan menimbulkan kesengsaraan bagi diri kita sendiri. Mari kita buka, dan baca kitab Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 174. Sesungguhnya orang - orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih.

Selain itu, "kawah candradimuka" berupa Ramadhan inipun diharapkan mampu menggembleng kita menjadi orang -- orang yang sabar. Sabar dalam setiap tingkah laku, perbuatan, dan tutur kata sehingga kesabaran itu dapat menjadikan jalan kita untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sebagaimana difirmankan Allah dalam surat Al Baqarah ayat 153. Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesung guhnya Allah beserta orang - orang yang sabar.

Janji Allah adalah nyata, Allah beserta orang -- orang yang sabar. Sehingga hendaklah berhati -- hati bila suatu saat melontarkan perkataan dari mulut kita "sudah habis atau sudah hilang kesabaran saya" misalnya. Kalimat itu dapat menjadikan kita masuk ke dalam kategori orang yang sombong, karena pernyataan itu, sama saja dengan si orang tadi sudah tidak butuh disertai Allah. Maka sekali lagi berhati -- hati, dan waspadalah karena  "Gusti Allah ora sare" ( Allah tidak tidur ).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun