Sejak muda penulis mempunyai hobi olah raga, dan mendapat dukungan penuh dari orang tua. Kebutuhan akan alat olah raga selalu dipenuhi orangtua  dengan 2 syarat, penulis tidak boleh bermain di sungai dan tidak boleh memanjat pohon. Demi mendapatkan alat -- alat olahraga yang penulis inginkan, sudah barang tentu kedua syarat itu dengan senang hati penulis patuhi. Sehingga sebelum masuk Sekolah Rakyat ( sekarang Sekolah Dasar ), penulis sudah memiliki bola kaki yang terbuat dari karet, raket badminton, dll. Sungguh sebuah kemewahan kecil di zaman penulis. Dukungan dan fasilitas itulah yang menjadi cikal bakal minat penulis dalam bidang olahraga, hingga dewasa.
Setelah duduk di Sekolah Menengah Atas (SMA), penulis sering mengikuti pertandingan seharian, pasalnya penulis mengikuti beberapa cabang olah raga. Misal, pagi hari mengikuti pertandingan bola voli, sore hari mengikuti pertandingan sepak bola, dan malam harinya mengikuti pertandingan badminton. Kesemuanya penulis ikuti dengan baik dan penuh semangat, meski hasilnya belum tentu menjadi juara.
Dalam kompetisi memperingati hari kemerdekaan RI misalnya, disamping penulis mengikuti pertandingan klub umum juga mengikuti kejuaraan antar sekolah. Baik pertandingan perorangan, maupun pertandingan beregu. Mengenai hasil dari pertandingan perorangan, kadang-kadang menjadi juara 2 dan umumnya juara 1 untuk cabang olah raga badminton, yang dipertandingan antar sekolah. Ini tidak berarti penulis yang hebat, hanya kemungkinan lawan -- lawan penulis saja yang lagi kurang beruntung. Setelah lulus SMA penulis melanjutkan studi ke Yogyakarta, di Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada.
Karena aktivitas penulis dibidang olah raga itulah, banyak masyarakat yang mengenal penulis sejak dari tukang becak, tukang patri dan pedagang umumnya sampai ke pedagang barang kerajinan dari emas, boleh dikatakan semua lapisan masyarakat. Meski sejujurnya, penulis tidak mengenal satu persatunya. Hal ini penulis ketahui saat libur semester pulang ke Lampung, jalan -- jalan atau ke pasar. Tidak jarang masyarakat menyapa dengan langsung menyebut nama, penulispun menghampiri dan ngobrol kesana kemari sejak dari olah raga sampai berkaitan dengan kuliah, meskipun sebenarnya penulis tidak tahu nama beliau yang mengajak ngobrol. Hal itu penulis lakukan kepada setiap orang, tidak pilih -- pilih atau tidak membeda-bedakan orang.
Suatu saat ( awal tahun sembilan belas tujuh puluhan ) pak Lakoni ( tidak tahu nama aslinya ) yang berprofesi sebagai pedagang emas, menemui penulis saat liburan di Metro Lampung menanyakan perihal kuliah di Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Pasalnya putri beliau ingin menimba ilmu di UGM, dan yang atas usahanya sang putri telah lulus ujian tulis di Fakultas Farmasi dan Biologi. Karena pak Lakoni tahu kalau penulis kuliah di Fakultas Farmasi, beliau menanyakan kepada penulis perihal apa yang harus dipersiapkan dalam wawancara, agar putrinya dapat diterima di Fakultas Farmasi.
Atas pertanyaan pak Lakoni, penulis lalu menjelaskan segala sesuatunya berkaitan dengan saat penulis dan bapak diwawancara, ketika mau masuk menjadi mahasiswa Fakultas Farmasi. Penulis akhirnya mengatakan kepada pak Lakoni mengenai yang berkaitan dengan besaran sumbangan pembangunan, penulis tidak dapat memberikan gambaran. Karena meski sama -- sama sebagai pedagang namun pak Lakoni sebagai pedagang emas, sedangkan bapak penulis sebagai pedagang barang grabatan, tentunya akan berbeda penilaiannya, silahkan ditentukan sendiri, kata penulis. Hanya sampai disitu bantuan yang dapat penulis berikan kepada pak Lakoni, atas usaha beliau agar putrinya dapat diterima di Fakultas Farmasi UGM. Sedangkan pembekalan terhadap putrinya, penulis membantu dengan memberikan bimbingan belajar.
Dan akhir dari semua usaha tadi, penulis mendapat kabar kalau putri pak Lakoni belum berkesempatan menimba ilmu di Fakultas Farmasi, dan selanjutnya kuliah di Fakultas Biologi UGM. Selama kuliah di Fakultas Biologi, penulis sudah tidak pernah bertemu. Setelah sekian lama tidak bertemu dan ketika pulang ke Lampung, penulis sempatkan mampir ke toko pak Lakoni. Dari cerita pak Lakoni, penulis tahu kalau putranya sudah lulus dan bekerja di Bogor, alhamdulillah. Sejak saat itu ( lebih kurang 38 tahun ), penulis sudah tidak pernah berkomunikasi lagi dengan pak Lakoni. Sampai suatu malam penulis mimpi bertemu pak Lakoni, menjelang penulis akan menghadiri acara Suran 1430 H ( 2009 ) di Paguyuban Ngupoyo Upo Bogor.
Dalam mimpi penulis tidak tahu dalam acara apa, dan materi apa yang penulis bicarakan saat bertemu dengan pak Lakoni. Tetapi karena penulis sudah sering menerima petunjuk lewat mimpi seperti itu, insya-Allah penulis mengerti makna petunjuk tersebut, dan sudah menjadi kewajiban penulis untuk melaksanakannya. Oleh karena itu kata "lakoni" penulis uraikan secara singkat, pada saat penulis menyampaikan Obrolan Suran 1430 H ( 2009 ) di Paguyuban Ngupoyo Upo, Bogor.
Untuk sekedar mengingat berikut cuplikannya. Bila kita akan berbuat apapun perbuatannya, didasari oleh rasa yang merasakan (Jawa=roso pangroso), insya-Allah perbuatan atau langkah tadi tidak akan meleset. Tetapi sebaliknya kalau mau berbuat yang sesungguhnya tinggal melaksanakan saja, masih ditambahi dengan pikiran-pikiran lain kemungkinan apa yang akan diperbuat tadi bisa meleset. Mengapa?  Karena sesungguhnya perbuatan yang hanya tinggal kita laksanakan atau "lakoni", masih dicampuri dengan keinginan -- keinginan lain, dan yang tidak menutup kemungkinan sudah dicemari atau dibelokkan oleh hawa nafsu kita.  Â
Sebagaimana telah sering penulis sampaikan, bahwa hidup diatas dunia ini kita tidak lepas dari ujian Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu, hendaklah kita selalu ingat dan waspada akan hal tersebut, agar kita tidak terperangkap ke dalam bujuk rayu iblis, setan dan sebangsanya, yang bersemayam dalam diri kita sendiri dalam bentuk hawa nafsu.
Seperti kata lakoni ini. Lakoni ( bahasa Jawa ), yang dalam bahasa Indonesianya berarti laksanakan. Kalau kita tidak hati -- hati dan waspada dalam menyikapi kata laksanakan ini, bisa -- bisa kita akan menjadi orang yang merugi. Bagaimana bisa? Ini sebagai contoh perbuatan. Misal seseorang akan pergi ke pasar di satu kota, untuk membeli suatu barang yang telah direncanakan sebelumnya dari rumah. Barang A misalnya. Begitu sampai pasar yang dituju, seseorang tadi melihat kerumunan orang. Terpikir oleh seseorang tadi untuk melihat, ada kegiatan apa kok orang banyak berkerumun ditempat itu. Setelah mendekat seseorang tadi dapat melihat, bahwa orang yang berkerumun itu ternyata sedang melihat orang yang sedang mendemontrasikan barang dagangannya. Dan sekaligus dipromosikan kalau barang yang didemontrasikan mutunya baik, serta harganya lebih murah bila dibandingkan dengan harga yang dijual di toko.