Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Pensiunan Pegawai Negeri Sipil

Lahir di Metro Lampung. Pendidikan terakhir, lulus Sarjana dan Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Harta yang Membanggakan

11 Januari 2021   12:53 Diperbarui: 11 Januari 2021   13:05 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Semoga keselamatan dan rahmat Allah tercurah bagi kita semua, amiin. Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Penulis mempunyai anak 3 orang, 2 laki -- laki dan 1 perempuan sebagai penengahnya, istilah Jawanya sendang kapit pancuran yang artinya telaga diapit 2 sumber air, banyak rejeki mitosnya, amiin. Anak -- anak tahu kalau pengabdian penulis kepada masyarakat, diwujud-nyatakan melalui Pegawai Negeri Sipil. Diawali dari Balai Penelitian Kimia Departemen Perindustrian di Semarang Jawa Tengah. Departemen Perindustrian dan Perdagangan, dan diakhiri di Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi, di wilayah kerja Propinsi Lampung.

Meski anak -- anak tahu kalau penulis sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), namun sejak duduk dibangku Sekolah Dasar mereka menyatakan, tidak tertarik menjadi PNS bila studinya telah selesai nanti. Penulis menanggapi pernyataan anak -- anak, kalau cita -- cita kalian demikian papa bangga nak. Papapun tidak menganjurkan kalian kelak harus bekerja sebagai PNS, hendaklah kerja tidak diartikan sempit, kata penulis.

Kalau orientasi kerja para pemuda hanya sebagai PNS, lalu yang akan mengolah dan mengelola alam Indonesia yang kaya raya ini siapa? Apakah pemuda -- pemuda hanya akan bangga, kalau alam Indonesia ini diolah dan dikelola oleh orang asing, sedangkan pemudanya hanya menjadi buruh didalamnya? Tegas penulis lagi.

Kecuali itu coba dibayangkan, berapa banyak pemuda -- pemuda yang dapat mengenyam pendidikan di Perguruan Tinggi. Kalau setelah lulus dari Perguruan Tinggi hanya mau mencari kerja, lalu siapa yang harus menciptakan lapangan kerja, dan kesempatan berusaha baru? 

Apakah justru orang yang tidak mengenyam pendidikan Tinggi yang harus menciptakan lapangan kerja, dan kesempatan berusaha baru? Sedangkan para lulusan Perguruan Tinggi yang bekerja didalamnya? Sekali lagi papa merasa bangga, dan berucap syukur kepada Allah Swt. Tuhan Yang Maha Pencipta, bila kalian bertekad seperti itu.

Alhamdulillah, walau masih kanak -- kanak namun jiwa kemandirian nampaknya sudah tertanam dengan baik. Dan untuk membekali dirinya, anak pertama dan kedua setelah lulus SMP melanjutkan SMA di Semarang bersama pakdhenya. Hanya si bungsu yang SMA-nya tetap di Bandar Lampung bersama orang tua.

Si sulung setelah lulus SMP di Bandar Lampung, lalu melanjutkan ke SMA di Semarang. Adalah suatu hal yang cukup menggembirakan dan membanggakan, karena setelah si sulung di Semarang ia mendapat informasi, akan sangat membantu penerimaan di salah satu SMA Negeri, bila dapat menunjukkan sertifikat atau piagam prestasi olah raga.

Informasi tersebut disampaikan kepada penulis, selanjutnya penulis minta keterangan kepada guru olah raganya ketika di SMP. Karena memang si sulung berprestasi dicabang olah raga sepak bola, maka dengan mudah sang guru olah raga memberikan sertifikat atau piagam yang diperlukan. Alhamdulillah si sulung akhirnya dapat diterima disalah satu SMA Negeri di Semarang, dengan lancar dan akhirnya lulus tanpa hambatan.

Setelah lulus SMA, anak -- anak meneruskan pendidikan ke Perguruan Tinggi sesuai dengan apa yang dicita -- citakan. Namun demikian apapun yang diambilnya, telah dikonsultasikan terlebih dahulu kepada orang tua; Apakah itu mengenai jurusan, dan atau termasuk tempat kosnya. Akhirnya si sulung melanjutkan studinya di Stikubank Semarang, si penengah melanjutkan studinya di UPN Fakultas Geologi di Yogyakarta, dan si bungsu melanjutkan studinya di UGM, Fakultas Teknik Jurusan Kimia di Yogyakarta sampai lulus semuanya.

Kesemuanya dilakukan sendiri oleh anak -- anak, orang tua sesekali menengok, itupun belum tentu setahun sekali. Apa--apa yang dilakukan anak merupakan kebanggaan penulis, dan istri selaku orang tuanya; Karena semua anak -- anak dapat mandiri, dan selalu berkonsultasi kepada orang tua terlebih dahulu bila ada hal -- hal yang akan dilakukan, alhamdulillah.

Saat penengah masih kuliah, sering menyampaikan keluhan kepada mamanya. Mengeluh bukan karena fasilitas dipondokannya tidak seperti teman -- temannya, tidak! Mengeluh karena temannya ke kampus naik sepeda motor, sedangkan dia tidak, juga tidak. Keluhan penengah, oleh mamanya lalu disampaikan kepada penulis. Penengah mengeluh, mengapa dia yang mendapat bea siswa, kata istri. Padahal masih ada temannya yang lebih membutuhkan bea siswa tersebut dari pada dirinya, lanjut istri menirukan keluhan penengah.

Mengapa penengah mendapat bea siswa malah susah, dan bukan sebaliknya? Karena bea siswa yang diterimanya, pasti tidak mungkin dapat diambilnya. Pasalnya, dalam pengambilan bea siswa tersebut disyaratkan untuk melampirkan Surat Pernyataan Penghasilan orang tua kurang dari Rp 500.000,- perbulan, dan diketahui oleh Lurah, serta Camat setempat. 

Sedangkan si penengah mengetahui persis, kalau papanya ya penulis tidak mungkin mau membuat pernyataan yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Bea siswa yang diterima penengah tidak dapat dialihkan kepada orang lain, dan akhirnya hangus. Kejadian inilah yang membuat penengah mengeluh.

Lain lagi kisah si bungsu. Suatu saat istri memberitahu penulis. Si bungsu menemukan bungkusan disalah satu counter ATM BCA di Yogyakarta, kata istri. Untuk lebih memperjelas apa yang telah disampaikan istri, penulis lalu menghubungi si bungsu melalui telepon. Si bungsu menceritakan bahwa saat mau mengambil uang disalah satu counter ATM BCA, menemukan sebuah bungkusan. Karena memang tidak ada orang, bungkusan lalu dibawa pulang ke tempat kos - kosannya.

Sampai di rumah kos - kosan, teman -- teman saya kumpulkan, kemudian saya buka bungkusan tersebut, jelas si bungsu. Ternyata bungkusan tadi berisi uang, dan dengan spontan teman -- teman berteriak, rejeki nomplok Bay panggilan akrab buat si bungsu. Setelah dihitung ternyata, uang tersebut jumlahnya Rp 1.000.000,- ( satu juta rupiah ) ini terjadi tahun 1999. Uang saya bungkus kembali seperti semula, dengan maksud besuk pagi uang tersebut akan saya titipkan kepada pimpinan BCA dimana bungkusan tadi saya temukan, jelas si bungsu.

Singkat ceritanya saya bertemu dengan pemimpin BCA, dan saya utarakan maksud kedatangan saya, kata si bungsu. Bungkusan ini saya temukan tadi malam dalam counter ATM BCA sini, dan setelah saya buka ternyata berisi uang sebanyak Rp 1.000.000,-. Saya kemari untuk menitipkan bungkusan ini kepada bapak, dan saya mengharap kiranya bapak berkenan menyampaikan bungkusan ini seandainya ada orang yang melapor bungkusannya tertinggal di dalam counter. Akhirnya saya diberi tanda terima penitipan uang sebesar Rp 1.000.000,- oleh pemimpin BCA tersebut, lanjut si bungsu.

Mendengar cerita si bungsu, penulis lalu bertanya. Saat ini adik punya uang berapa? Tanya penulis. Di ATM tinggal Rp 20.000,- pa. Mendengar jawaban si bungsu, penulis berkata, papa bangga punya anak kamu dik, meski adik tidak memegang uang cukup tetapi masih bisa merasakan betapa susahnya orang yang uangnya tertinggal di counter. 

Alhamdulillah, pembiasaan sejak kecil membuahkan hasil, sehingga  semua anak - anak bisa merasakan kesusahan orang lain diatas kepentingan pribadinya. Dan ini merupakan harta yang paling membanggakan bagi penulis, karena anak -- anak tidak mau menerima atau mengambil, apa yang bukan menjadi haknya.

Cerita tentang harta yang membanggakan tersebut, tidak lain adalah kiprah nyata yang dialami ketiga anak -- anak penulis saat menempuh studi, nun jauh di seberang lautan dan jauh dari orang tua, tepatnya di Semarang bagi si sulung, dan di Yogyakarta bagi si penengah dan si bungsu. Dan kiprah nyata anak -- anak tersebut, paling tidak merupakan  pahala dan  surga bagi penulis selama melakoni hidup dan kehidupan diatas dunia ini, atas perbuatan dari anak -- anak yang mengedepankan perbuatan baik bagi sesama.

Alhamdulillah, harta yang membanggakan tersebut tidak hanya berhenti sampai di anak -- anak saja, tetapi berlanjut sampai ke anak -- anak mereka yang tidak lain adalah cucu -- cucu penulis. Hal yang membanggakan dan membahagiakan penulis selaku eyangnya adalah, ketika semua anak -- anak menginforfasikan tentang keberhasilan anak -- anaknya dibidang studi masing -- masing. Betapa bangga dan bahagianya penulis mendapat pahala ibaratnya, atas informasi keberhasilan cucu -- cucu dibidang studinya masing -- masing.

Bahkan ada satu informasi yang benar -- benar membuat penulis tidak hanya merasa bangga dan bahagia, namun sekaligus membuat penulis trenyuh atau terharu, sampai - sampai penulis menitikkan air mata bahagia. Apakah informasi atau kalau boleh penulis sebut sebagai pahala atau hadiah atau gift, sampai -- sampai menitikkan air mata bahagia tersebut?

Begini cerita singkatnya. Tiga orang anak, si sulung ( laki -- laki ) berdomisili di Bandar Lampung, dengan dikaruniai anak 2 orang yang semuanya laki -- laki. Si Penengah ( perempuan ) berdomisili di Sangatta Kaltim, dengan dikaruniai anak 2 orang yang semuanya juga laki -- laki. Si bungsu ( laki -- laki ) berdomisili di Pamulang Tangerang Selatan, dikaruniai anak 3 orang dengan komposisi laki -- laki, perempuan, laki -- laki ( istilah Jawa = sendang kapit pancuran ).

Cerita yang membuat penulis dapat menitikkan air mata bahagia, justru berasal dari cucu anak pertama si bungsu, sebagai berikut. Sekitar 3 tahun yang lalu cucu ini baru duduk di sekolah Taman Kanak -- Kanak, kelas nol besar di Pamulang. Saat itu bulan Ramadhan, dan meski masih kecil tetapi si cucu juga ikut berpuasa, mengikuti orang tuanya. Oleh papanya si cucu diajak ke Pamulang Square, karena disana ada tempat bermainnya. Ya kejadian saat di Pamulang Square inilah si bungsu menceritakan anaknya kepada penulis, via WA sebagai berikut.

Usai bermain kemudian si cucu diajak keliling, melihat -- lihat keadaan yang ada dalam Pamulang Square. Saat berkeliling itu si cucu bilang sama papa-nya, pa itu kok sepertinya orang yang berjualan es teh disana ya? Oleh papa-nya dijawab, iya betul kak. Memangnya kakak mau minum es teh? Si cucu menjawab, ya tidaklah pa, wong kakak lagi puasa kok.

Melalui WA nya si bungsu berkata kepada penulis, pa saya lalu mencoba bertanya lebih lanjut kepada kakak    ( anak sulungnya ) sebagai berikut. Kak, kalau di bulan Ramadhan begini, orang berjualan makanan dan minuman boleh tidak ya kak? Si cucu menjawab, ya boleh lah pa, kan yang tidak berpuasa juga banyak. Ada anak -- anak, ada orang sakit, ada orang yang sudah tua, dan banyak juga orang yang tidak beragama Islam. Begitu pa       ( penulis ) jawaban kakak, dalam WA si bungsu mengakhiri ceritanya.

Nah jawaban cucu yang saat itu baru sekolah di Taman Kanak - Kanak kelas nol besar itulah yang membuat penulis yang tidak lain adalah eyangnya merasa bangga, bahagia, sekaligus trenyuh atau terharu sampai -- sampai menitikkan air mata bahagia.

Mengapa penulis merasa trenyuh atau terharu, karena si cucu yang baru duduk di Taman Kanak -- Kanak kelas nol besar saja sudah dapat menggunakan nalarnya dengan baik, sehingga dapat memberikan jawaban dengan benar, dan tepat atas pertanyaan papanya.

Benarkah jawaban tersebut benar dan tepat? Mari kita kaji surat Al Baqarah ayat 183. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,  

Mari kita kaji dengan tenang setiap ayat Allah melalui roso pangroso (Jawa), agar dapat memahami makna batiniyah, atau makna yang tersirat, atau makna yang tersembunyi didalamnya, karena umumnya ayat Allah disampaikan dalam bentuk perumpamaan. Dalam ayat tersebut, yang diseru adalah orang -- orang yang beriman. Tolong dipahami, orang yang beriman itu bukan hanya orang Islam, tetapi saudara kita yang non Islam-pun orang -- orang beriman. Kalau seruan itu khusus untuk penganut Islam, tentu akan berbunyi: Hai orang -- orang Islam.

Berikutnya mari kita kaji perintah, dan petunjuk selanjutnya: diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu.....................   perintah dan petunjuk ini disampaikan kepada nabi Muhammad. Dengan demikian beliau diwajibkan berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang -- orang sebelum kamu... Artinya, beliau dan pengikutnya ( Islam ) diwajibkan berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang -- orang sebelum nabi Muhammad atau sebelum Islam.

Dengan memahami makna batiniyah ayat tersebut, kita harusnya ngerti kalau berpuasa itu diwajibkan bagi semua umat, baik umat nabi Muhammad maupun umatnya nabi -- nabi sebelumnya. Sudah barang tentu dengan tata cara yang berbeda, dan atau sesuai sarat rukun agama yang bersangkutan. Bukankah kita sudah akrab dengan kalimat lakum dinukum waliadin, yang artinya kamu agamamu, aku agamaku.

Mengapa semua umat, baik umat nabi Muhammad maupun umat nabi -- nabi sebelumnya diwajibkan berpuasa? Ya sebagaimana janji Allah dalam ayat yang terakhir itu ....... agar kamu bertakwa. Disini kita harus memahami juga, bahwa takwa itu bukan monopoli dari satu agama, tetapi berlaku untuk semua agama ( diuraikan dalam buku penulis dengan judul Menggapai Derajat Takwa ).

Dengan pemahaman makna batiniyah setiap ayat -- ayat Allah, mudah -- mudahan tidak terlihat lagi di bulan Ramadhan ada kelompok yang melarang orang jualan makanan dan minuman, karena justru mereka akan mengumpulkan rezeki dari Allah untuk ikut merayakan Idhul Fitri mungkin. 

Demikian juga ada kelompok -- kelompok yang melarang tempat hiburan di malam hari,  memangnya di dalam tempat hiburan malam itu ada apanya? Wong mereka bekerja itu juga untuk mengumpulkan rezeki dari Allah, eee syukur -- syukur bisa ikut merayakan Idhul Fitri, kok dilarang. Lain soal kalau yang melarang lalu, memberi pesangon agar mereka bisa ikut merayakan Idhul Fitri.

Alhamdulillah diakhir tahun 2020 kemarin kita dapat merasakan kedamaian, dan  kenyamanan di negeri yang sama- sama kita cintai ini, bagi saudara -- saudara kita yang merayakan Natal. Dan mudah -- mudahan terus berlanjut ke tahun -- tahun selanjutnya untuk saling mewujudkan kenyamanan, dan kedamaian sesama anak bangsa setelah memahami dan mengamalkan makna batiniyah Al Qur'an, dengan baik dan benar. Dan Pengamalan makna batiniyah Al Qur'an bagi muslim, dan pengamalan makna batiniyah Kitab Suci atau Firman Tuhan bagi saudara -- saudaraku non muslim, inilah yang sesungguhnya harta yang membanggakan bagi kita semua, amiin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun