Di Propinsi Lampung, industri tapioka cukup berkembang pesat. Baik industri tapioka berskala kecil, menengah maupun besar. Namun karena kesemuanya adalah industri tapioka, maka jenis limbah cair yang dikeluarkan tentunya juga sama. Limbah cair industri tapioka merupakan limbah organik, maka kecenderungannya dikelola dengan cara mikrobiologi. Cara ini akan lebih murah biayanya, bila dibandingkan dengan cara pengelolaan secara fisika, dan kimiawi.
Sebagai gambaran dapat diketengahkan, pengelolaan limbah cair di beberapa perusahaan. Pimpinan CV. Bumi Waras minta tolong, agar penulis memberikan sumbang saran dalam menangani limbah cair industrinya. Penulis menyanggupi, dan minta dikirim drum berisi limbah cair tapioka sebanyak 14 drum ke rumah. Drum -- drum berisi limbah cair tapioka tadi, setelah penulis netaralisasikan kemudian ditambah pupuk NPK secukupnya.
Setelah kondisi dimungkinkan dimana pH limbah sudah mendekati netral, ke dalam masing -- masing drum kemudian penulis masukkan campuran mikrobia. Campuran mikrobia ini diambilkan dari septiktank, dan limbah cair dari berbagai industri. Setelah beberapa hari tampak mikrobia sudah hidup, ditandai dengan keluarnya gas metana dari dalam setiap drum. Untuk memastikan bahwa gas yang keluar dari masing -- masing drum adalah gas methana, ditandai dengan terbakarnya gas saat penulis kenakan api.
Salah satu pabrik CV. Bumi Waras yang akan ditangani, tepatnya berlokasi di desa Buyut Ilir, Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah. Untuk mengawasi dan mengarahkan pengerjaan bak -- bak limbah, di tugaskan anak yang ikut dikeluarga penulis. Luas bak limbah cair saat itu,  secara keseluruhan sekitar 5 ha dengan kedalaman masing -- masing bak  8 -- 12 m. Antara 1 bak dengan bak yang lain, dipisahkan dengan skat -- skat yang berasal dari tanah galian. Agar limbah cair dapat mengalir secara gravitasi, di skat -- skat tanah dipasang pipa PVC dengan diameter 4 inci. Dengan pemasangan pipa menurun dari bak pertama hingga bak terakhir, sehingga memungkinkan aliran limbah cair berjalan secara First In First Out (FIFO). Artinya limbah cair yang masuk awal, keluar lebih dahulu.Â
Setelah keadaan di lapangan siap, penulis menetralisasikan limbah cair hanya dibagian pojok bak pertama. Kemudian ditaburi pupuk NPK dipojok yang sudah dinetralkan tadi, lalu dituangkan mikrobia yang telah dikondisikan selama 3 hari sebanyak 14 drum. Beberapa hari berikutnya sejak penanaman mikrobia, penulis amati, dan alhamdulillah mikrobia menunjukkan pertumbuhan sebagaimana diharapkan.Â
Pengamatan inipun diluar kebiasaan orang bekerja, pasalnya penulis melewati pabrik tersebut sekitar pukul 9 malam. Karena sudah kepalang lewat di depan pabrik yang sudah ditanami mikrobia, pikir pikir tidak ada jeleknya sekalian mengecek perkembangan mikrobia yang telah ditanam 3 hari sebelumnya. Penulis ditemani pimpinan pabrik, dan akhirnya dapat melihat perkembangan cukup menggembirakan dari mikrobia yang ditanam.
Dapat diinformasikan pula bahwa limbah cair yang sudah terolah, dan lumpurnya merupakan pupuk yang baik bagi tanaman. Oleh pimpinan CW. Bumi Waras di Lampung, penulis diperbolehkan mensosialisasikan kepada masyarakat sekitar pabrik. Tampaknya masyarakat sekitar dapat melihat bahwa limbah yang telah terolah, baik untuk pupuk tanaman dan sekaligus memperbaharui struktur tanah.
Karenanya saat penulis datang ke lokasi seorang  petani mendekati, dan berkata pak ladang saya saja pak, untuk uji coba. Penulis bertanya, mengapa kok saudara mengajukan diri agar ladangnya untuk uji coba? Kalau gagal bagaimana? Lanjut penulis. Pak tani menjawab, tidak pak saya sudah punya bukti, jawabnya. Itu skat antara 2 bak hanya saya sirami dengan limbah cairnya, kemudian saya injak -- injak lalu saya tanami dengan sisa bibit padi saya. Ternyata padi saya berbuah dengan menggunakan pupuk kimia dan pestisida, sedangkan padi yang di skat - skat bak itu juga berbuah tanpa penambahan pupuk kimia dan pestisida.
Alhamdulillah, masyarakat disekitar pabrik mendapat manfaat dari limbah terolah. Penulispun mendapat informasi, bahwa masyarakat yang menanam semangka disekitar pabrik dengan menggunakan limbah cair terolah ini sebagai pupuknya, dapat menghasilkan semangka dengan bobot minimal 8 kg per buah.
Contoh pengelolaan limbah cair industri seperti diuraikan sebelumnya, diterapkan pula pada industri tapioka berskala kecil dan menengah. Berikut beberapa contoh pengelolaan limbah cair industri sejenis, yang diterapkan pada industri tapioka berskala menengah.
Secara teknik, penanganan limbah di pabrik ini sama dengan yang diterapkan di CV. Bumi Waras. Yang membedakan adalah penggunaan akhir dari limbah cair terolahnya. Di pabrik CV. Gunung Sugih, dari bak stabilisatornya sengaja dipasang pipa PVC diameter 4 inci menuju ke sawah milik pabrik sendiri. Ternyata tanpa penambahan pupuk kimia dan pestisida, padi dapat berbuah. Namun batangnya rebah karena kelewat subur, dan atas saran berbagai pihak perlu ditambah KCl untuk penguat batang, katanya.
Pemilik pabrikpun menginformasikan kepada penulis, bahwa tikuspun tidak mau merusak tanaman padi yang dialiri limbah terolah ini. Setelah melihat keberhasilan sawah pemilik pabrik, akhirnya pemilik sawah yang ada disekitar pabrik minta agar sawahnya dialiri limbah cair terolah. Oleh pemilik pabrik, masyarakat sekitar dibantu dengan mengalirkan limbah cair terolah ke sawahnya.
Lain lagi pemanfaatan limbah cair terolah, di pabrik Sinar Bintang. Di pabrik ini dari bak stabilisatornya sengaja dipasang pipa PVC menuju ke bak -- bak lain milik pabrik sendiri, diaerasi untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut. Dalam bak -- bak ini ditanami berbagai jenis ikan, dan dari bak terakhirnya baru dihubungkan dengan pipa PVC ke badan air umum (Sungai). Setelah sekitar 3 bulan dari penebaran ikan, pemilik pabrik menginformasikan, dan mengajak penulis bersama keluarga memancing di kolam tersebut.
Dari apa -- apa yang telah dilakukan, penulis juga menginformasikan kepada teman di Balai Informasi Pertanian. Dengan harapan agar beliau dapat menyebar luaskan kepada masyarakat petani, karena penulis hanya membatasi kegiatan tersebut dalam lingkup pabrik ( industrinya ) saja. Sedangkan ke lingkungan petani, sudah diluar kewenangan penulis sebagai aparat Perindustrian. Sayangnya tidak ditindak lanjuti, padahal teman -- teman tadi juga sudah mengunjungi dan melihat secara langsung pabrik yang penulis rekomendasikan.
Setelah sekitar 1 tahun ikut di keluarga penulis, pimpinan CV. Bumi Waras meminta  bagaimana kalau anak yang membantu bapak itu ikut diperusahaan kami, pinta beliau. Terima kasih bila bapak berkenan menerima nya bekerja di BW, jawab penulis. Tetapi ada syaratnya, kata penulis. Apa syaratnya pak? Tanya beliau. Penulis menjawab, anak itu sudah 1 tahun ikut dikeluarga saya. Jadi dia sudah saya anggap seperti anak saya sendiri. Oleh karena itu saya tidak mau mendengar ada berita yang mengatakan anak itu dimarahi, gara -- gara bicaranya tidak lancar atau gagap, jelas penulis lebih lanjut.
Ah ya tidak pak, tegas pimpinan CV. Bumi Waras di Lampung. Yang kami butuhkan adalah ininya, kata beliau sambil menunjuk ke kepalanya. Baik pak, tetapi saya tidak dapat memaksanya harus ke Bumi Waras. Informasi ini akan saya sampaikan kepada si anak, dan biarlah dia sendiri yang menentukan pilihannya. Karena saya tidak dapat mengatur hidupnya seseorang, tegas penulis.
Setelah penulis sampaikan, akhirnya si anak menentukan pilihannya di satu perusahaan. Alhamdulillah, penulis sekeluarga mengucap syukur kehadirat Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa, karena telah dapat membimbing dan mengantarkan anak yang ikut di keluarga, ke depan pintu gerbang kesuksesannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H