Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Pensiunan Pegawai Negeri Sipil

Lahir di Metro Lampung. Pendidikan terakhir, lulus Sarjana dan Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ruang Standardisasi Industri

4 Januari 2021   22:06 Diperbarui: 4 Januari 2021   22:39 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Maksudnya bagaimana dik? Kami di Semarang telah bekerjasama dengan Radio Suasta, menyiarkan tentang Arti Penting Penerapan Standardisasi Industri. Acara tersebut dinamakan Ruang Standardisasi Industri, yang disiarkan seminggu sekali, setiap hari selasa pukul 7.00 s.d. 7.30 malam. Tujuan acara ini, memasyarakatkan Arti Penting Penerapan Standardisasi Industri.

Bila kebetulan yang mendengar acara ini produsen, berarti merupakan pembinaan langsung kita kepada masyarakat industri. Tetapi bila yang mendengarkan kebetulan masyarakat umum, berarti ini merupakan pembinaan kita kepada konsumen tetapi secara tidak langsung. Dengan demikian konsumen dapat mengetahui secara pasti, bahwa kepentingan konsumen akan terlindungi bila menggunakan produk bertanda SII ( sekarang SNI ). 

Kalau sosialisasi arti pentingnya Standardisasi Industri hanya sepihak, yaitu ditujukan kepada pihak produsen saja nampaknya akan lambat dampaknya. Sebagai ilustrasi dalam salah satu materi siaran, saya contohkan produk cuka. Cuka yang dijual dalam kemasan botol plastik 100 ml, biasanya tercantum kadar 25% dengan harga Rp 25,- misalnya. Padahal cuka yang beredar dipasaran dengan kadar tertulis pada kemasan 25%, waktu kami uji kadarnya hanya sekitar 5%.                                     

Sedangkan perusahaan yang sudah mendapat izin penggunaan tanda SII, kadar harus sesuai dengan yang tertulis pada kemasan. Tertulis pada kemasan 25% maka kadar cuka juga harus 25%, dijual dengan harga Rp 100,- perbotol misalnya, belum tentu laku sebulan 1 botol. Konsumen tentu akan memilih cuka yang pada kemasan tertulis 25%, tetapi harganya Rp 25,- per botol.

Padahal kalau konsumen mengetahui, yang 1 botol cuka bertanda SII berisi 25% Rp 100,- sama dengan 5 botol cuka yang kadarnya 5% dengan harga Rp 25,- alias sama dengan Rp 125,- Jadi sesungguhnya konsumen diuntungkan Rp 25,- bila membeli 1 botol cuka yang bertanda SII, bila dibandingkan dengan 1 botol cuka yang tidak bertanda SII.

Tetapi bila konsumen belum memahami arti penting penggunaan tanda SII, konsumen tentunya akan tetap saja membeli yang harganya Rp 25,- perbotol. Bila hal ini terjadi, maka produsen yang sudah menggunakan tanda SII, cenderung akan mengikuti keinginan konsumen, dari pada cukanya tidak laku sebulan 1 botol. Dampak selanjutnya si produsen cenderung melanggar ketentuan penggunaan tanda SII. Menggunakan tanda SII, tetapi isinya tidak sesuai dengan apa yang tertulis pada kemasannya.

Tetapi sebaliknya, bila konsumen sudah memahami arti penting penggunaan tanda SII pada produk industri; Berarti produk dijamin sesuai dengan standar dan merasa dilindungi dari kerugian, mudah -- mudahan suatu saat  konsumen akan berkata, saya hanya akan membeli barang yang bertanda SII. Bila citra masyarakat konsumen sudah demikian, mudah -- mudahan masyarakat industri tidak usah disuruh, malah akan datang berkonsultasi dan bertanya kepada kita, bagaimana cara memperoleh izin penggunaan tanda SII.

Demikian tadi pak, apa yang sudah kami lakukan di Semarang. Dan kalau boleh saya bertanya, apakah kira -- kira kegiatan ini ada manfaatnya atau tidak. Kalau tidak ada, tentunya tidak akan saya teruskan acara siaran ini, tegas penulis. Tidak dik, diteruskan. Justru Jakarta yang ketinggalan, jawab Kapus.

Demikian perbincangan dengan Kepala Pusat Standardisasi dan Normalisasi Produk Industri, BPPI Departemen Perindustrian, perihal Sosialisasi Arti Penting  Penerapan Standardisasi Industri.  

Catatan:  Cara penulisan tanda SII atau SNI, adalah SII atau SNI garis atas dan garis bawah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun