Dia belum membelinya meski telah melihat produknya dipajang di billboard atau di platform lain. Tentu saja hal itu patut disampaikan ke produsen agar mereka tetap iklan di koran.Â
Di Indonesia tidak pernah ada penelitian semacam itu dan atau kalaupun ada saya tidak yakin pengelola media massa mau untuk mengiklankan kelebihan mereka. Apalagi secara bersama-sama. Mungkin malu, atau tidak etis, atau merasa tidak perlu. Cara berpikirnya masih jadul. Padahal sudah sekarat dan banyak yang mati.
Mengedukasi masyarakat bahwa membaca koran itu penting, bisa jadi dianggap seperti menggarami laut, percuma, tetapi menurut saya justru semakin terasa pentingnya untuk saat ini. Tengoklah begitu mudahnya informasi palsu (hoaks) disebarkan media sosial.Â
Lihatlah betapa banyaknya berita tidak akurat, berita sepihak dan tidak berimbang, berita menghakimi, yang disebarkan oleh media siber yang pengelolanya bukan wartawan profesional.Â
Begitu banyak informasi, tetapi justru membuat konsumen semakin tidak yakin kebenarannya sehingga harus dicek silang ke media massa konvensional. Kan lebih baik langsung mendapat berita dari media massa yang jelas, akuntabel, dan dikelola dengan profesional.
Membeli koran, menopang kehidupan media massa, bukan hanya kepentingan wartawan atau pemiliknya, tetapi juga kepentingan bangsa.Â
Kita akan kehilangan medium diskusi pro kontra, adu gagasan dan pendapat, alat koreksi pemerintahan yang handal, tempat bersuara orang-orang yang terpinggirkan, tempat masyakarat menyaksikan orang-orang kreatif, berprestasi, dengan karya dan pemikirannya, apabila media konvensional ini mati.Â
Turut bersamanya orang-orang idealis, yang sudah mewakafkan dirinya untuk kepentingan publik dan tidak pernah memikirkan kepentingan pribadi dalam bekerja. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H