Mohon tunggu...
Hendry CH Bangun
Hendry CH Bangun Mohon Tunggu... Jurnalis - Wakil Ketua Dewan Pers Periode 2019-2022

Masih bekerja di media meski sudah memulainya saat menjadi mahasiswa di Rawamangun. Juga ikut mengurusi organisasi wartawan. Suka memberi pelatihan jurnalistik di daerah. Suka menulis puisi, begitu pula cerita pendek. Telah menulis sejumlah buku.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Membeli Koran, Menopang Kehidupan Bangsa

30 Januari 2020   11:04 Diperbarui: 31 Januari 2020   05:42 640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: pexels.com

Betul masih ada orang yang berlangganan dan korannya di antar setiap hari ke rumah, tetap jumlahnya tidak berkembang malahan cenderung menurun. 

Koran yang diantar itupun tidak "bunyi", tidak bernilai promosi karena hanya dilihat, dibaca pemiliknya. Sementara koran yang ditawarkan di tepi jalan, di perempatan lampu merah, terpampang secara visual bagi ribuan orang setiap hari, dibeli ataupun tidak. 

Memang tidak seramai masa jaya koran, katakanlah sampai tahun 2010-an, tapi bahwa koran, majalah, masih eksis dan tampak di jalan-jalan, tetap penting. 

Sebab hampir tidak ada lagi orang yang membaca koran di bus, di kereta api, di stasiun-stasiun, di bandar udara, di kios pinggir jalan, yang dulu mudah kita saksikan. 

Artinya, jangan sampai masyarakat mengira suratkabar tidak lagi eksis karena semakin besarnya peran ponsel sebagai penyanji informasi.

***

Dalam dunia perkoranan, penjual sering dianggap remeh. Saya yakin ada wartawan yang sepanjang kariernya belum pernah mengetahui hal ihwal dan kehidupan mereka, bagaimana mereka datang ke agen setiap subuh untuk mengambil koran, bergerak ke tempat penjualan strategis, lalu berdiri dan menjajakan koran di antara deru asap sampai matahari di atas kepala. 

Mereka memang bukan pegawai perusahaan pers, tetapi orang yang mengambil koran di agen dan menjualnya dan  mendapat selisih dari setiap koran yang laku. Kadang dapat fasilitas seperti rompi, baju kaos, atau tas bermerek sebuah suratkabar atau majalah.

Di masa jaya media cetak, pendapatan penjual ini cukup besar. Dengan membawa 10 koran dan majalah, dia bisa memperoleh margin antara Rp 100.000-Rp 200.000, belum lagi bonus bulanan dari agen tempat dia mengambil koran. 

Tetapi kini karena pembeli semakin sedikit saya tidak yakin apa masih ada yang mau menjadi penjual lepas, sebab tampaknya yang ada penjual yang menjadi bagian sales marketing perusahaan surat kabar. 

Namun mereka tetaplah berperan penting, sebab tidak sekadar menjual tapi memperkenalkan, kadang meyakinkan orang untuk membeli. 

Dulu sekali, mereka inilah yang meneriakkan headline untuk menarik perhatian dan membeli jualannya. Sampai pernah ada anekdot, si penjual majalah berteriak. "Ayo beli, berita menarik. Ada 10 orang tertipu di Jakarta," teriak si penjual. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun