Mohon tunggu...
Anita Triani
Anita Triani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sastra Inggris Universitas Andalas

Life is 10% what happens to me and 90% of how I react to it.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Upacara Maanta Bubua di Nagari Cupak Kecamatan Gunung Talang Kabupaten Solok

5 Juni 2021   12:40 Diperbarui: 5 Juni 2021   12:57 1315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di minangkabau, masyarakatnya menganut sistem matrilineal yaitu sistem kekeluargaan menurut garis keturunan Ibu. Untuk meneruskan garis keturunan tersebut, pernikahan menjadi peristiwa penting. Upacara penyelenggaraan pernikahan di tiap-tiap daerah di minangkabau memiliki keunikannya sendiri-sendiri. Seperti pepatah minang yang mengatakan, "Lain padang lain belalang, lain lubuak lain ikannyo". Makna dari pepatah tersebut adalah tiap-tiap daerah memiliki perbedaan baik itu dalam peraturan, tradisi, dan aspek lainnya. Seperti pada halnya upacara pernikahan. Misalnya rangkaian upacara pernikahan di Nagari Cupak, Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok.

Salah satu prosesi yang unik dalam rangkaian upacara pernikahan di Nagari Cupak adalah Maanta Bubua. Maanta Bubua adalah acara manjalang atau mengunjungi rumah pihak mempelai pria yang dilakukan oleh pihak anak daro bersama orang yang sesuku, bako dan karib kerabat pada hari kedua setelah pesta pernikahan.

Urutan upacara Maanta Bubua memiliki 2 tahap. Pertama, persiapan sebelum upacara Maanta Bubua. Persiapan ini bersifat kekeluargaan dan sosial yang bertujuan untuk memperkuat tali silaturahmi dan meningkatkan sikap gotong royong. Dimulai dengan barundiang atau musyawarah. Kemudian dilanjutkan dengan memasak dan menyususn makanan-makanan adat yang akan dibawa ke rumah mempelai pria. Makanan-makanan tersebut disiapkan oleh kelompok ibu-ibu setempat, istri dari niniak mamak dan sanak keluarga pihak mempelai perempuan.

Makanan yang dibuat dan dibawa beragam-ragam dan memiliki makna unik masing-masingnya. Alat-alat yang digunakan dalam upacara Maanta Bubua ini pun khusus seperti  cambuang, piring besar, piring ceper, piring oval dan baki. Berikut beberapa makanan-makanan adat yang dibawa untuk upacara Maanta Bubua:

  • Lamang (5 batang)

Makna:  Musyawarah, semua permasalahan dalam kelancaran rumah tangga kedua mempelai harus dilakukan dengan jalan musyawarah.

  • Pinyaram (36 buah)

Makna:  Kepala keluarga harus mampu memimpin dan memimpin keluarga kelak.

  • Galamai (40 buah, disusun lima tingkat keatas yang masing-masing barisannya berisi delapan buah)

Makna:  Kepala keluarga harus memiliki hati yang tulus dan kuat dalam keluarga walaupun ia meiliki kekurangan apapun.

  • Randang (30 potong)

Makna:  Kebesaran nagari. 

  • Apik ayam (1 ekor)

Makna:Anak daro telah diserahkan sepenuhnya kepada mempelai pria. 

  • Ikan goreng (5 ekor ikan ukuran kecil dan 1 ekor ukuran besar)

Makna:Penghubung tali persaudaraan. 

  • Ayam goreng (10 potong)

Makna:Dua keluarga telah dihubungkan dengan pernikahan.

  • Telur balado (10 butir)

Makna:Kesederhanaan 

  • Pergedel kentang (12 buah)

Makna: Diharapkan keluarga selalu menemukan mufakat.

  • Nasi kuniang (1 piring besar)

Makna:Anak daro melepeskan masa lajangnya dilambangkan dengan warna kuning, istilahnya seperti telah diwarnai dan tidak putih lagi.

  • 1 kue pengantin dan kue hias (5 buah)

Makna:Agama dan adat istiadat menjadi penoman hidup masyarakat Minangkabau.

Tahapan kedua adalah bararak. Bararak merupakan acara seperti parade atau berjalan beriringan yang dilakukan oleh anak daro dan keluarga lainnya yang disebut rarak menuju kerumah mempelai pria. Anggota rarak memakai pakaian adat dan para ibu-ibu menjujung makanan-makanan adat diatas kepala. Setelah sampai dirumah atau didepan pintu rumah mempelai pria, pihak keluarga laki-laki menyambutnya langsung dengan kata Pepatah-petitih. Lalu dilanjutkan dengan duduk basamo. Anak daro dan marapulai duduk bersanding, seluruh anggota rarak pihak perempuan dan keluarga pihak laki-laki duduk melingkar. Setelah itu bersama-sama menyantap makanan-makanan adat yang telah disediakan keluarga pihak laki-laki. Sesudah makan dan minum di rumah pihak keluarga laki-laki, anak daro dan anggota rarak pulang. Pihak keluarga laki-laki mengembalikan alat-alat pembawa makanan milik pihak keluarga anak daro dan diisi buah tangan yang disebut anggun-anggun, yaitu berupa gelas, piring, dan cambuang (mangkuk tempat nasi).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun