Mohon tunggu...
Bang Syaiha
Bang Syaiha Mohon Tunggu... Guru | Penulis | Blogger | Writer | Trainer -

www.bangsyaiha.com | https://www.facebook.com/bangsyaiha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tontonan Favorit Saya Ketika Kecil adalah Dragon Ball. Kalau Kamu?

1 Mei 2016   21:35 Diperbarui: 1 Mei 2016   21:44 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hari ini Minggu. Dan barangkali, ini adalah Minggu paling tidak mengenakkan dalam hidup saya. Why? Karena sejak pagi hingga Maghrib, mesin air di rumah kontrakan ngambek, tidak mau hidup karena dinamonya terbakar. Jadilah sepanjang hari, dari pagi hingga petang, saya tidak membersihkan diri (baca: mandi)

Ih, jorki!

Baru ketika sudah nyaris pukul 19.00 WIB, mesin air yang sejak siang saya kirimkan ke bengkel, datang. Sudah sehat dan bisa dihidupkan.

Air langsung bisa mengalir deras ke kamar mandi. Tapi saya tidak bisa langsung mandi karena air masih keruh. Efek ketika memasang mesin air, pipanya di goyang-goyang. Sehingga sumur di rumah menjadi tidak jernih. Harus didiamkan beberapa saat hingga tanah dan lumpur kembali ke bawah, mengendap.

Dan sekarang, ketika saya mengetik postingan ini, saya baru saja mandi dan segar sekali rasanya. Selain itu, tubuh juga menjadi lebih wangi dibandingkan sebelumnya. Percaya deh, nggak mandi selama 12 jam itu nggak mengasikkan.

Apalagi sepanjang hari ini, suhu di Bogor sepertinya agak tinggi dan membuat saya selalu berkeringat.

Tadinya, karena nggak bisa mandi dan tentu saja saya tidak mungkin jalan-jalan dengan tubuh begini, saya ingin menghabiskan waktu di rumah saja. Menghidupkan televisi sejak pagi, bernostalgia pada tayangan masa kanak-kanak yang mengasikkan.

Di masa saya, setiap hari Minggu, secara beruntun, saya pasti menyaksikan kartun, mulai dari Doraemon, Detective Conan, Dragon Ball, Inuyasha, Ninja Hatori, dan sebagainya.

Dan dari kesemuanya itu, Dragon Ball adalah satu yang paling saya sukai. Filmnya menarik dan menegangkan. Selain itu, banyak sekali moral yang bisa diambil. Semisal persahabatan, pantang menyerah, gemar berbuat kebaikan, dan sebagainya.

Di serial Dragon Ball, saya ingat betul akan sosok Son Goku. Dia adalah manusia dari kalangan biasa, kasta paling rendah. Tapi karena kerja keras dan kemauannya yang tinggi, dia justru bisa melebihi kekuatannya Bezita –yang konon adalah pangeran dari golongan Saiyya, bangsa petarung.

Son Goku adalah tokoh yang memandang kehadiran musuh kuat sebagai kesempatannya belajar dan meningkatkan diri. Ia tidak takut ketika bumi kedatang Cell, Piccolo (yang kemudian malah menjadi teman), Manusia Iblis Boo, Frieza, Andorid, dan musuh-musuh lain yang lebih tangguh.

Kedatangan mereka adalah ajang untuk mengukur kemampuan. Dan ketika sadar bahwa kekuatan sendiri masih belum mumpuni, maka Son Goku akan masuk ke sebuah ruangan bergravitasi jauh lebih tinggi dibandingkan bumi.

Gravitasi ruangan itu bisa diatur, mau lebih tinggi berapa kali lipat gravitasinya. Selain gaya tarik ke pusatnya yang bisa dinaikkan, Son Goku juga memakai pakaian-pakaian yang beratnya jauh melebihi orang normal. Nggak kebayang, kan, bagaimana beratnya tubuh kita jika ada di ruangan demikian.

Son Goku melakukan semua itu, tidak lain untuk membuat tubuhnya lebih kuat. Ketika ia keluar, kembali ke dunia dengan gravitasi normal, maka kecepatan gerakan tubuhnya akan meningkat pesat.

Hasil dari kerja keras itu adalah, Son Goku menjadi orang yang paling bisa diandalkan ketika musuh datang membahayakan bumi.

Sadar atau tidak, tontonan inilah yang (barangkali) membentuk saya menjadi seperti sekarang: nggak suka diremehkan dan nggak mau ada yang lebih tinggi di atas saya. Setiap ada tantangan, saya selalu suka dan sering kali berkata, “Kayaknya saya bisa deh melakukannya!”

Duh, songong banget, kan, saya? Sudah pincang, tapi tetap saja demikian.

Ketika sekolah misalnya, saya akan frustasi jika saya menjadi juara dua. Merasa kesal dan mengutuki diri sendiri. Hingga di semester berikutnya, saya pasti akan belajar lebih giat daripada biasanya. Tidur lebih sedikit dan membaca lebih banyak.

Pernah suatu ketika, saat masih SD, selama beberapa minggu saya dan satu orang teman tidur berdua di masjid. Kami membawa buku pelajaran dan mengulangi setiap materi yang pernah diajarkan. Sebelum mengantuk, kami membaca buku, mengerjakan soal, dan berdiskusi.

Nanti, ketika sudah mulai mengantuk dan mata sudah kriyep-kriyep, buku-buku yang kami bawa, kami jadikan bantal dan kami terlelap.

Kami bahkan sempat berkelakar, “Siapa tahu dengan menjadikannya bantal, maka semua isi buku ini akan terserap ke kepala kita dan besok kita jadi pintar!”

Sebuah guyonan yang nggak masuk akal.

Di ujung catur wulan (di masa saya kecil, tidak ada semester. Ujian dilakukan setiap empat bulan), sudah bisa ditebak, kami berdua memang yang menjadi bintang kelas. Saya juara satu, teman saya juara dua.

Oke, balik ke hari ini..

Nah, pagi tadi, entah karena pindah jam tayang atau memang sudah tidak ada, saya sudah tidak menemukan tontonan saya ketika kecil. Yang masih ada adalah: Doraemon. Dari dulu hingga sekarang Nobita masih segitu-segitu saja. Selalu menjadi murid yang hobi banget dapat nilai nol!

Padahal, saya pribadi berpendapat bahwa tontonan seperti yang saya sebutkan di atas cocok sekali buat anak-anak. Selain menghibur, tontonan demikian akan membuat karakter anak menjadi tangguh dan tidak cengeng.

Begitu barangkali..

[Tulisan ini saya posting juga di http://bangsyaiha.com]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun