Mohon tunggu...
Bang Syaiha
Bang Syaiha Mohon Tunggu... Guru | Penulis | Blogger | Writer | Trainer -

www.bangsyaiha.com | https://www.facebook.com/bangsyaiha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Benarkah Menikah Bisa Bikin Kaya?

23 Oktober 2015   07:14 Diperbarui: 23 Oktober 2015   07:37 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Adalah sebuah kebahagiaan tersendiri ketika bisa menyaksikan tumbuh kembang Alif, buah hati saya. dimulai dari pertama kali ia melihat dunia hingga sekarang yang sudah genap tujuh bulan, sudah tak terhitung senyum dan tawa yang tercipta karenanya.

Menakjubkan sekali rasanya melihat ia pertama kali bisa tengkurap, bisa duduk, dan mulai belajar berdiri. Dan ternyata, benar apa yang dikatakan orang, bahwa anak bisa menjadi hiburan yang luar biasa.

Dulu, ketika ada orang yang berkata: “Punya anak itu benar-benar mengasikkan. Kita pulang kerja, lelah dan letih, eh pas sampai rumah bisa langsung hilang hanya karena melihat buah hati tersenyum. Berlari lebih cepat ke arah kita, menghambur bahagia,” saya tak langsung percaya.

Bagaimana bisa? bukankah ketika lelah, kita harusnya istirahat, tidak bisa diganggu dan hanya ingin santai sendiri? Bagaimana caranya, hanya karena punya anak, lalu lelah bisa hilang dan tergantikan senang?

Tapi sekarang, ketika saya mengalami sendiri semuanya, barulah saya berani membenanrkan kalimat di atas. Bahwa anak, keturunan yang sedang tumbuh menggemaskan itu adalah obat terbaik untuk penat-penat pekerjaan yang bersemayam. Dia adalah tawar dari racun kebosanan.

Bagi yang belum menikah dan yang belum punya anak, boleh jadi ucapan saya barusan berlebihan. Lalu bilang bahwa itu tidak mungkin! Tak mengapa, secara rasional memang mungkin iya, terkesan mustahil.

Tapi begitulah hidup, tidak semua harus diukur dengan rasionalitas. Tidak melulu tentang masuk akal atau tidak. Karena ada kalanya, keajaiban-keajaiban kecil terjadi. Dan jika kita memikirkannya menggunakan akal saja, maka seperti mustahil dan tidak mungkin sekali.

Sama dengan teriaknya seorang kawan, dulu, “Ini tidak masuk akal! Darimana buktinya, hanya dengan menikah maka kita akan menjadi kaya?”

Tentu saja, jika kalian menikah dan diam saja lalu mengharapkan kaya, itu tak mungkin. Mirip dengan kalian tak mau makan dan minum tapi mengharapkan kenyang. Apakah mungkin?

“Tapi bukannya memang ada yang bilang bahwa dengan menikah akan membuat seseorang yang miskin bisa menjadi kaya? Bahkan ada yang bilang, jangan takut menikah, kalau kalian miskin, maka ada Allah. Dia yang akan mencukupkan! Itu kan nggak masuk akal!”

Ya, jika seperti itu saja memang sepertinya tidak masuk akal. Mana ada ceritanya uang dan harta datang dengan sendirinya. Bagaimanapun ia harus dicari, tidak bisa diam dan berpangku tangan saja. Tidak bisa hanya dengan menikah, lalu tak berbuat apa-apa, dan kaya raya.

Tapi, maksud kalimat tadi, “Menikahlah kalian, maka Allah yang akan mencukupkan. Menikahlah kalian maka Allah yang akan mengayakan,” adalah sebuah jaminan. Bahwa setelah menikah, lalu berusaha –catat ini baik-baik: berusaha dan tidak diam, maka mudah saja bagi Allah mencukupkan.

Bukankah dari sejak kecil, sadar atau tidak, semua kebutuhan kita memang sudah dicukupi? Kita meminta atau tidak, mengerti atau tidak, semua kebutuhan kita toh sudah dilengkapi semua.

Saya akan menceritakan sebuah hal, pengalaman saya sendiri. Semoga saja, setelah membacanya kalian menjadi lebih yakin dan percaya, bahwa semua yang terjadi di dunia ini tidak melulu tentang masuk akal atau tidak.

Saya ingat sekali, ketika nekat menikahi istri saya, pernghasilan saya dulu bahkan tak sampai satu juta. Paling tinggi delapan ratus ribu saja. Uang segitu, tentu saja sedikit sekali bukan. Saya malah sempat ketar-ketir awalnya, takut tak bisa menafkahi dengan baik.

Belum lagi dengan fakta bahwa saya adalah lelaki dengan kaki istimewa –baca: pincang, susah sekali mencari kerja yang lebih menghasilkan. Tapi ketika saya sampaikan kekhawatiran saya ke orang tua, Mamak saya bijak sekali menenangkan, “Lihatlah cicak, Nak. Dia tidak bisa terbang, tapi harus mencari mangsa yang justru bisa melayang. Secara rasional, sepertinya hampir mustahil cicak bisa menangkap makanannya, bukan?”

“Tapi itu dia, Allah maha adil dan tak akan membiarkan makhluknya terlantar, tidak pernah ada satupun cicak yang mati kelaparan. Mereka malah bisa berkembang biak dengan sangat baik dan kenyang-kenyang. Bukankah kau tak pernah sekalipun melihat cicak kekurangan gizi dan busung lapar?”

“Apalagi kau, Nak. Yang pincang hanya satu kaki saja. Masih banyak anggota badan lain yang bisa diandalkan! Tanganmu kuat, otakmu cerdas, daya pikirmu mengagumkan. Gunakan itu untuk mencari uang!”

Dan karena semua nasihat Mamak itulah akhirnya saya mengerahkan semua kemampuan untuk bisa memunguti receh-receh yang berserakan. Saya menulis buku, rajin blogging –dari blogging saja saya bisa meraup satu hingga dua juta setiap bulan–, mengisi beberapa pelatihan, dan mengajar. Semua saya maksimalkan demi pundi-pundi rupiah setiap bulan.

Apa yang bisa saya kerjakan dan menghasilkan uang, maka akan saya lakukan. Bagaimanapun, walau saya punya kekurangan, saya tetap akan berusaha berjuang di atas kaki sendiri dan tak ingin berpangku tangan.

Kini, keluarga kecil saya sudah menjadi tiga orang: saya dan istri serta Alif. Tahun-tahun berikutnya mungkin akan menjadi empat, lima, atau enam orang. Dan untuk memenuhi kebutuhan mereka semua, sebagai kepala keluarga, saya lah yang bertanggung jawab.

Dulu, penghasilan saya memang tak banyak, bahkan satu juta saja tak genap. Tapi sekarang, dengan kerja keras, doa, dan kemudahan dari Tuhan, bahkan setiap bulan saya bisa menabung, memberi sedikit sedekah untuk orang-orang tak punya, juga berderma kepada kedua orang tua.

Dulu, semuanya seperti tak masuk akal. Tapi sekali lagi, ketika saya menjalaninya sendiri, –sama seperti ketika lelah saya hilang saat melihat polah Alif–, saya baru meyakini, bahwa ada banyak sekali kejadian di dunia ini yang kadang tak perlu kita gunakan akal untuk mempercayainya.

Demikian.

Saya posting juga di www.bangsyaiha.com 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun