PT. Agra Citra Kharisma merupakan perusahaan yang mengklaim lahan yang saat ini didirikan Medan Centre Point (MPC) yang ternyata lahan tersebut merupakan lahan milik PT. KAI sesuai dengan keluarnya putusan Peninjauan Kembali PK) atas perkara nomor 125 PK/PDT/2014.
Dalam putusan Mahkamah Agung (MA) sudah mengeluarkan putusan tingkat Peninjauan Kembali (PK)  yang memenangkan PT Kereta Api Indonesia  (KAI) yang bersengketa dengan PT Agra Citra Kharisma (ACK).
Putusan tersebut sudah jelas bahwa pemilik lahan yang sah adalah PT. KAI dan tentunya pemerintah setempat harus bisa menertibkan dan juga mengembalikan lahan tersebut kepada pemiliknya yang sah. Dengan perobohan Medan Centre Point akan menjadi pembelajaran bagi seluruh pengusaha  agar dapat tunduk kepada peraturan yang ada.
Dikutip dari CcnIndonesia.com lahan yang menjadi objek sengketa memiliki luas 32.255 M2 serta PT ACK sudah terbukti melakukan pelanggaran dengan memberikan izin pembangunan ruko, mal, dan juga apartemen yang sebenarnya tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di atas lahan yang menjadi objek sengketa tersebut.
Pada saat tersebut PT. Inanta meminta kepada DKA selaku perusahaan BUMN tersebut melepaskan hak atas tanah terlebih dahulu, namun permintaannya ditolak karena pemerintah hanya mengizinkan pelepasan hak tanah kepada pemerintah kota medan, yang berujung pada pengajuan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) oleh Pemerintah Kota Medan pada 1982.
Sepanjang tahun 1982 hingga 1994 telah terjadi perubahan perjanjian yang mana salah satunya adalah pengalihan hak dan kewajiban Inanta kepada  PT. Bonauli perubahan lokasi pembangunan perumahan tersebut, namun hingga akhir tahun 1994, Bonauli tidak melanjutkan pembangunan seperti yang telah disebutkan dalam perjanjian yang ada.
Handoko Lie selaku Direktur PT. Agra Citra Kharisma akhirnya berstatus tersangka atas kasus dugaan korupsi pengalihan tanah milik PJKA Â (PT. KAI) menjadi HPL Pemda Tingkat II Medan. Selain kasus tersebut dia juga disangkakan kasus penerbitan HGB (Hak Guna Bangunan) tahun 1994, dan Pengalihan HGB tahun 2004 serta perpanjangan HGB 2011.
Selain Handoko Lie, status tersangka  juga diberikan kepada dua mantan Wali Kota Medan, Abdillah dan Rahudman Harahap.
Setelah melakukan Penyidikan akhirnya  pada 30 November 2016 Mahkamah Agung (MA) memvonis Handoko Lie bersalah, korupsi dengan menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara dan juga harus mengembalikan kerugian negara Rp 185 Milyar.
Namun menurut informasi yang didapat dari beberapa media Handoko melarikan diri dan hingga saat ini belum ada kabar penangkapanya.
Kepemilikan lahan sudah jelas dan sudah terbukti bersalah dalam pembangunanya namun anehnya  bangunan MPC tersebut tidak dirobohkan hingga saat ini. Kurang tegasnya Pemko Medan hingga akhirnya mendapat teguran dari Nanang Ardiansyah Lubis Ketua Dewan Pimpinan Pusat Mahasiswa Pelajar dan Cendekia Pemuda Pancasila 1959 (DPP Mahardika PP 1959). Ia meminta untuk Pemko Medan Segera melakukan perobohan atas bangunan tersebut.
Diharapkan Pemko Medan bertindak tegas dan segera mengeksekusi bangunan tersebut agar masyarakat tau bahwa hukum itu berlaku kepada semua masyarakat Indonesia bukan kepada rakyat kecil saja. Â
Sesuai dengan sila ke-5 Pancasila berbunyi "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia", jadi sudah sangat jelas bahwa dengan sila ke 5 seharusnya Pemko Medan sadar bahwa eksekusi harus segera dilakukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H