Puji syukur patut aku sanjung agungkan kehadirat Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa, karena kegiatan studiku dapat dikatakan berjalan dengan baik dan lancar, yang akhirnya aku naik ke tingkat doktoral 2, dan yang harus di tempuh di Semarang.Â
Mengingat ditingkat doktoral 2 atau tingkat Apoteker ini kegiatannya hanya tinggal praktikum, maka aku mempunyai banyak waktu luang. Oleh karena itu, untuk mengisi waktu luang aku mencoba melamar ke Universitas Tujuh Belas Agustus 1945 (UNTAG), dan singkat ceritanya aku diterima sebagai anggota keluarga besar UNTAG 1945 Semarang. Â
Terhitung sejak tanggal 3 Januari 1977 aku dipercaya sebagai Sekretaris Sekolah Pengatur Analis (SPA) 17 Agustus 1945, yang berada dibawah naungan UNTAG 1945 Semarang. Dengan demikian, kesibukan aku menjadi bertambah, namun senang, sehingga semua  kegiatan baik di Fakultas maupun di SPA dapat aku laksanakan dengan baik.Â
Ditingkat Apoteker ini, aktivitas hariannya disibukkan dengan 4 mata praktikum yaitu: Reseptuur, Kimia Farmasi, Galenika dan Farmakognosi dan untuk mengakhiri tingkat Apoteker, aku harus dapat lulus ujian ke 4 mata praktikum ini.
Awal triwulan pertama tahun 1977, aku benar -- benar berlatih keras mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian Apoteker. Ujian periode ini merupakan tantangan berat bagiku, karena ujian yang akan berlangsung ini, merupakan ujian tingkat Apoteker terakhir di Semarang.Â
Artinya, bila sampai ada mata praktikum yang tidak lulus dari ke 4 mata praktikum yang diujikan, harus mengulang di Yogyakarta. Karena setelah ujian Apoteker periode ini selesai, semua fasilitas laboratorium di Semarang akan diboyong ke Yogyakarta.
Telegram Pertama. Bersamaan dengan kesibukan mempersiapkan diri mengikuti ujian Apoteker, juga akan berlangsung ujian Negara Analis. Dalam ujian Negara Analis ini, aku terlibat dalam kepanitiaan Ujian Negara, dan juga sebagai penguji praktek kimia.Â
Disamping itu, aku juga harus mempersiapkan kesiapan laboratorium yang akan digunakan untuk ujian prakteknya; Mengingat aku yang diberi tanggung jawab, untuk mengelola Laboratorium UNTAG 1945 Semarang.
Tanpa disangka sebelumnya, sekitar 10 hari menjelang ujian Apoteker, aku menerima telegram dari Lampung. Singkat isi telegramnya, aku diminta segara pulang ke Lampung, karena ibu sakit keras. Sejak saat itu, kapanpun dan apapun kegiatan yang aku kerjakan, bila mengingat hal tersebut air mata mengalir membasahi pipi tanpa terasa.
Hal ini dapat terjadi, karena dalam pikiranku selalu terbayang kondisi orang tua yang pas -- pasan, namun bertekat menyekolahkan putra-putranya sampai tamat. Aku mengibaratkan, orang tua menanam sebutir benih tanaman. Tanaman dapat tumbuh baik dan sudah berbuah, tinggal menunggu tua dan matangnya buah. Apakah ibu tidak dapat melihat dan atau menikmati buah tanaman, yang beliau tanam dengan menjual kalung emas yang beliau miliki?Â
Walau aku tahu, kalau orang tua tidak akan mengharap imbalan berupa materi dari anaknya, atas apa yang telah dikorbankan selama mendidik putra dan putrinya, sejak kecil hingga dewasanya.