Setelah mendengar keputusan yang kusampaikan, beliau melanjutkan bertanya: Seandainya Allah mewafatkan ibumu, bagaimana? Aku menjawab, dengan tanpa mengurangi rasa hormat dan kasih sayang saya kepada orang tua pak, untuk saat ini saya ibaratkan, hubungan saya dengan orang tua, saya putuskan.Â
Apapun yang terjadi terhadap orang tua, saya akan tetap mengikuti ujian tegasku. Tetapi saya tetap bermohon seraya berdo'a kepada Allah, semoga ibu sembuh dan saya lulus ujian Apoteker, tegasku lagi. Mendengar jawaban demikian beliau lalu berucap, ya sudah kalau tekadmu begitu.
Telegram kedua. Ujian Apoteker berjalan secara simultan dengan ujian Negara Analis. Panitia ujian Negara analis, sudah mengetahui masalah yang aku hadapi. Karena penguji Analis, diantaranya juga terdiri dari dosen -- dosen Farmasi. Sehingga saat aku tidak datang ke ujian Analis, panitia sudah tahu kalau aku sedang ujian.Â
Situasi dan kondisi seperti ini, membuat aku sangat senang. Karena disatu sisi aku dapat mengikuti ujian Apoteker, dan disisi lain aku dapat melaksanakan semua tugas dan kewajiban dalam ujian Negara Analis, dengan baik.
Ditengah kesibukan yang demikian menyenangkan, setibanya dirumah istri memberikan sebuah telegram dari Lampung. Telegram masih dalam keadaan tertutup, karena istri tidak berani membukanya. Mengapa demikian? Isi telegram hanya ada dua pilihan, telegram pertama mewartakan ibu sakit keras.Â
Telegram kedua isinya pasti, menyatakan ibu sudah sehat atau sebaliknya ibu sudah menghadap Yang Maha Suci. Karena itu istri tidak berani membuka dan membaca isi telegramnya.
Dengan tetap berdo'a ibu sembuh, akhirnya telegram aku buka. Isi telegram menyatakan ibu sudah sembuh, dan mendo'akan agar aku lulus ujian Apoteker. Alhamdulillah ibu sudah dinyatakan sembuh. Walau aku juga tahu, kalau pernyataan dalam isi telegram tadi, sesungguhnya hanya untuk membesarkan hatiku saja.
Ujian -- demi ujian, aku lalui dengan baik dan lancar. Demikian juga tugas dan kewajiban  dalam ujian Negara Analispun, aku laksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab. Waktu ujian Apoteker cukup panjang, karena ujian dilaksanakan tidak serentak.Â
Kondisi seperti ini dapat dimaklumi, karena saat itu sarana laboratorium masih sangat terbatas dan peserta ujian jumlahnya cukup banyak.
Lamanya waktu ujian Apoteker, bila dibandingkan dengan lamanya waktu ujian Analis sangat jauh berbeda. Dapat dibayangkan, pelaksanaan ujian Analis sudah selesai. Kelulusan sudah diumumkan.Â
Honorarium panitia ujian Negara Analis sudah dibagikan, dan kepanitiaan sudah dibubarkan. Namun aku masih harus mengikuti ujian praktikum terakhir yaitu Kimia Farmasi. Lama waktu ujian Kimia Farmasi, 3 hari.