Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Sarjana, Apoteker

Pendidikan terakhir, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta: Sarjana lulus November 1975, Apoteker lulus Maret 1977. Profesi Apoteker, dengan nama Apotek Sido Waras, sampai sekarang. Pensiunan Pegawai Negeri Sipil tahun 2003, dengan jabatan terakhir Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Lampung Timur. Dosen Jurusan Farmasi, Fakultas MIPA Universitas Tulang Bawang Bandar Lampung, Januari 2005 sampai dengan Desember 2015.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menghindari Berpikir Melampaui Kuasa Allah (3)

19 November 2018   10:32 Diperbarui: 19 November 2018   10:42 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Untuk menguji sampai seberapa teguh seseorang mengimani atau mempercayai Al Qur'an sebagai pedoman hidupnya? Mari dengan mengedepankan kejujuran dan menggunakan roso pangroso dikaji bersama, mengapa daging babi haram untuk dimakan? Atau dengan kata lain, mengapa Allah mengharamkan daging babi untuk dimakan.  

Untuk mengawali kajian, mari dibuka kembali ingatan kita akan pelajaran di sekolah dahulu. Kalau mau mencermati pelajaran ilmu hewan atau zoologi di sekolah dulu, agaknya orang tidak akan mengalami kesulitan untuk memahami, mengapa daging babi diharamkan atau dilarang untuk dimakan. Dalam pelajaran ilmu hewan, dikatakan bahwa didalam daging babi terdapat benih cacing pita. Benih cacing pita ini, kalau sudah terdapat dalam usus manusia akan menetas, menjadi cacing pita yang sulit untuk diberantas. Karena dikepalanya terdapat pengait, agar terus dapat mengaitkan dirinya dalam usus manusia. 

Walau orang yang menderita penyakit cacing pita, diberi obat dengan maksud untuk membunuh cacingnya, si cacing tidak akan serta merta musnah. Karena yang mati dan lepas, hanya bagian badan cacingnya saja. Sedangkan kepala cacing pita tetap hidup, dan tetap mengait diusus penderita. Selanjutnya, dapat tumbuh menjadi cacing pita normal kembali.

Kalau sudah begini kondisinya, sangat menyusahkan. Karena makanan yang dimakan seseorang bukannya tubuh yang memanfaatkan, tetapi justru sang cacing pita yang menikmati. Akibatnya, penderita cacing pita badannya menjadi kurus, tetapi perutnya buncit. Karena makanan yang dimakan, sang cacing pita yang menikmati. Atas dasar itulah, Allah memberi perintah dan petunjuk agar seseorang tidak memakan daging babi. Atau dengan kata lain, daging babi haram untuk dimakan, agar orang terhindar dari penyakit tersebut. 

Tetapi yaitu, namanya manusia. Walau sudah dijelaskan demikian, tetap saja menyangkal, membantah, ngeyel. Karena memang demikian adanya kodrat manusia, senangnya membantah apalagi yang menyampaikan orang kebanyakan seperti penulis ini. Surat Al Kahfi ayat 54. Dan sesungguhnya Kami telah mengulang - ulangi bagi manusia dalam Al Quran ini bermacam - macam perumpamaan. Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah. 

Dan tetap bersikukuh, memakan daging babi haram hukumnya. Dan bahkan, babinya juga dikatakan haram. Bukan hanya itu, uang hasil penjualan babi pun dikatakan haram. Bukankah pernyataan seperti itu menggambarkan kalau orang yang menyatakan sudah merasa lebih kuasa, dari Yang Maha Kuasa? Hendaklah berhati -- hati bila akan melontarkan pendapat atau pernyataan, jangan sampai apa yang dinyatakan melampaui kuasa Allah.

Suatu saat penulis berbincang. Apa dasar saudara mengatakan babi haram, dan uang hasil penjualan babi juga dikatakan haram?  Karena daging babi haram untuk dimakan, dan uang penjualan tadi berasal dari babi. Jadi uang hasil penjualan babi haram juga hukumnya, kata mereka.

Ooo jadi, karena memakan daging babi diharamkan. Dan daging itu berasal dari babi, maka babinya sebagai penghasil daging diharamkan? Iya betul jawab mereka lagi. Anda membawa uang? Membawa katanya. Lalu dengan cara apa, anda mengetahui bahwa uang yang ada dalam saku anda tadi, bukan atau dari hasil penjualan babi? Dengan cara apa, anda mengetahui bahwa uang yang ada dalam saku anda tadi, bukan atau dari hasil judi? Dengan cara apa, anda mengetahui bahwa uang yang ada dalam saku anda tadi, bukan atau dari hasil merampok? Dengan cara apa, anda mengetahui bahwa uang yang ada dalam saku anda tadi, bukan atau dari hasil korupsi? Dengan cara apa, anda mengetahui bahwa uang yang ada dalam saku anda tadi, bukan atau dari hasil pekerjaan jahat lainnya? Padahal uang itu hanyalah benda mati, yang hanya difungsikan sebagai alat tukar. 

Mestinya hal-hal tersebut, dimaknai sebagai berikut. Bukan uang hasil judi yang diharamkan / dilarang, tetapi perbuatan judinya yang diharamkan / dilarang. Bukan uang hasil merampok yang diharamkan / dilarang, tetapi perbuatan merampoknya yang diharamkan / dilarang. Bukan uang hasil korupsi yang diharamkan / dilarang, tetapi perbuatan korupsinya yang diharamkan / dilarang.

Dari uraian tadi kiranya dapat disimpulkan, bahwa yang diharamkan / dilarang adalah perbuatannya. Analog atau sama dengan alur pikir tadi, maka yang diharamkan atau yang dilarang adalah memakan daging babi. Tidak lalu disimpulkam, babi, daging babi dan uang hasil penjualan babi adalah haram.

Hendaklah cermat, manakala akan mengambil suatu simpulan. Lebih -- lebih bila simpulan itu, akan disampaikan kepada orang lain. Sebelumnya dikaji secara cermat terlebih dahulu, supaya tidak termasuk kedalam kelompok orang yang mendustakan ayat -- ayat Allah, yang sungguh sangat berat pertanggung jawaban akhirnya dihadapan Allah. Surat Al Baqarah ayat 39. Adapun orang - orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Lalu bagaimana uraian selanjutnya, tentang vaksin Meningitis dan Rubella? Kepada pembaca budiman, dimohon bersabar menunggu artikel kelanjutannya, dengan judul Menghindari Berpikir Melampaui Kuasa Allah (4).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun