Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Sarjana, Apoteker

Pendidikan terakhir, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta: Sarjana lulus November 1975, Apoteker lulus Maret 1977. Profesi Apoteker, dengan nama Apotek Sido Waras, sampai sekarang. Pensiunan Pegawai Negeri Sipil tahun 2003, dengan jabatan terakhir Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Lampung Timur. Dosen Jurusan Farmasi, Fakultas MIPA Universitas Tulang Bawang Bandar Lampung, Januari 2005 sampai dengan Desember 2015.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Mengenakan Pakaian Terbaik

19 Mei 2018   12:22 Diperbarui: 19 Mei 2018   15:05 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: www.dream.co.id

Sebagaimana biasa, datangnya bulan Ramadhan disambut riang gembira oleh umat muslim, baik tua, muda maupun anak -- anak. Dan adalah sudah menjadi kebiasaan dari tahun ke tahun diisi dengan berbagai kegiatan, diantaranya berbuka puasa bersama di masjid, sembayang dan tarawih secara berjama'ah, dan ceramah sebelum tarawih. Kegiatan itu makin intensif dilakukan di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, biasanya diisi dengan pembacaan kitab Al Qur'an dalam bahasa Arabnya, dengan harapan mendapat malam Laillatul Qadar.

Tak kalah hingar bingarnya adalah anak -- anak, karena mereka mempunyai satu harapan kebahagiaan diakhir puasa, berupa pakaian baru yang akan dikenakan saat Hari Raya Idul Fitri. 

Momen ini oleh orang tua, umumnya digunakan untuk melatih putra -- putrinya menunaikan puasa dengan iming -- iming hadiah atau ganjaran atau pahala. Misal bagi putra, putrinya yang berpuasa setengah hari dapat pahala Rp 5.000,- dan yang dapat menyelesaikan satu hari penuh dapat pahala 2 kalinya, sebagai penyemangat. Bagi yang belum kuat boleh minum dan makan saat itu, lalu melanjutkan puasa lagi kalau mau, ya tidak apa -- apa, namanya melatih anak -- anak, agar menjadi terbiasa.

Apapun hasil pelatihannya, bukanlah menjadi ukuran bagi pakaian yang akan diberikan orang tua kepada putra -- putrinya. Karena memang sudah menjadi tradisi, di Hari Raya Idul Fitri selalu diupayakan agar seluruh keluarga dapat mengenakan pakaian baru, sebagai penanda hari kemenangan. 

Kemenangan dimaksud, bukan hanya menang dapat menahan haus dan lapar, tetapi yang lebih penting adalah menang melawan hawa nafsu yang bersemayam dalam setiap diri manusia. 

Setelah bulan Ramadhan berlalu, memang puasa pisik (makan, minum) sudah tidak dilakukan, namun puasa bathin tetap dilakukan (melawan hawa nafsu) sampai akhir hayat, demi meningkatnya kadar ketaqwaan seseorang. Bila kondisi demikian dipertahankan, insya-Allah bila sudah sampai janjinya, Allah akan mewafatkan kita, kita wafat dalam kondisi berpuasa.

Saat inikah, yang dimaksud dengan judul Ketika Mengenakan Pakaian Terbaik? Sudah barang tentu bukan itu yang dimaksud. Dalam tulisan lain penulis melontarkan sebuah tebakan, apa beda antara manusia dengan binatang.

Singkat ceritanya, manusia mempunyai nurani. Oleh karena itu bila seseorang diminta untuk berjalan ditengah keramaian tidak memakai pakaian, tidak mau. Artinya, manusia mempunyai rasa malu. Karena manusia,  dapat merasakan. Sebaliknya binatang. Tidak mempunyai rasa malu, karena binatang tidak mempunyai nurani. Konsekuensinya, walau tanpa busana berjalan ditengah keramaian santai - santai saja, dan tidak merasa malu. 

Indonesia adalah Negara Besar yang sama -- sama kita cintai dan banggakan. Sebagaimana selalu didengungkan oleh Presiden RI bapak Joko Widodo, Indonesia terdiri dari 17.000 pulau lebih, mempunyai 1.100 bahasa lokal atau daerah, dan dihuni oleh 710 suku bangsa. Sudah barang tentu, memiliki adat dan budaya sendiri -- sendiri. 

Mari saling menghormati, dan saling menghargai adat dan budaya yang ada di Nusantara ini. Tidak perlu mengatakan adat dan budayaku yang baik, sedang adat dan budayamu jelek. 

Kalau perbedaan ini yang selalu dipermasalahkan,  sudah barang tentu akan terjebak tipu daya iblis, setan dan sebangsanya. Akhirnya, diri sendirilah yang akan menjadi budak hawa nafsu, yang berkiprah atas kendali iblis, setan dan sebangsanya. Manusia  wajib  melakukan  perang  suci  ( jihad ) terhadap hawa nafsu, agar Satriyo Piningit atau Sang Suci dapat berkiprah sebagaimana sifat dan kehendak-Nya. 

Contoh sederhana saja, pakaian misalnya. Masing -- masing daerah, mempunyai pakaian kebanggaan sendiri -- sendiri. Sudah barang tentu menurutnya baik, tetapi menurut orang lain  belum  tentu  dikatakan  baik. Yang  penting,  tidak saling mencela. Hendaklah ditumbuh -- kembangkan saling menghormati dan saling menghargai adat istiadat diantaranya. 

Berbicara tentang pakaian, inipun dapat dipergunakan untuk mengukur kemampuan berlaku adil, terhadap diri sendiri. Hakekatnya pakaian dapat diartikan, pertama sebagai pembeda antara manusia dengan binatang. Kedua, pakaian untuk menutup aurat dan insya-Allah pemeluk Islam sudah memahaminya. Ketiga dan seterusnya pakaian itu untuk meningkatkan rasa percaya diri dalam pergaulan, mempercantik atau memperkeren diri, seiring dengan perkembangan mode pakaian terkini.

Namun perlu diingat, sekeren atau seindah apapun pakaian yang dikenakan sang wadag, akan ditinggalkan pada saat Sang Suci kembali menghadap Yang Maha Suci pada saatnya nanti. Bukan hanya pakaian wadagnya saja yang ditinggalkan, tetapi wadag manusianyapun akan ditinggalkan, dan kembali melalui unsur pembentuknya yaitu: tanah, api, air dan udara/ angin. Kalau pakaian nan indah dan keren, dan wadag manusia ditinggalkan manakala kembali kesisi Yang Maha Suci, lalu pakaian mana yang akan melekat menyertai Sang Suci? Mari dicermati uraian selanjutnya.

Apakah dengan pakaian yang demikian keren dan indah bagi sang wadag, secara otomatis juga memperkeren dan memperindah penampilan Sang Suci? Tidak, sama sekali tidak. Inipun luput dari pengamatan dan pengkajian kita selama ini. Memang benar pakaian itu keren dan indah, tetapi baru untuk satu sisi saja yaitu sisi lahiriyah ( wadag manusia ).  Sedangkan sisi batiniyah ( Sang Suci ) tidak pernah dipikirkan, apalagi diberinya pakaian yang keren dan indah. 

Selama ini, manusia terlena dan terbius oleh keinginan -- keinginan sang wadag saja. Lupa akan keinginan, apalagi memberi pakaian keren dan indah bagi Sang Suci. Jadi dalam hal berpakaian selama ini, umumnya manusiapun belum dapat berlaku adil terhadap diri sendiri.

Bila dicermati uraian dalam makna berwudhu dalam artikel "Makanan Yang Sehat Menyehat kan", 

Memang benar! Perasaan seperti itu adalah wajar. Karena mengawali perbuatan baru dan berupaya meninggalkan perbuatan yang telah lama membudaya, tentu akan muncul perasaan seperti itu. Tetapi apabila sudah melangkah dengan membiasakan hal -- hal baik kedalam tingkah laku, perbuatan dan tutur kata  dalam kesehariannya, insya - Allah perbuatan baik itu selanjutnya akan keluar secara otomatis atau spontan. Tanpa ada rasa berat, yang membelenggu atau membebani perasaan kita.

Karena pada hakekatnya "hidup adalah kebiasaan". Oleh karena itu mari mulai detik ini membiasakan atau membudayakan berbuat suatu perbuatan baik, sesuai dengan apa yang telah diikrarkan atau diniatkan atau dijanjikan. 

Insya-Allah dengan pembiasaan ini, secara bertahap dan pasti akan dapat mengeluarkan kata - kata dan melakukan perbuatan baik, secara spontan. Kecuali itu kita juga dapat berlaku adil terhadap diri sendiri, karena telah mampu memberikan pakaian indah kedua unsur pembentuk manusia secara seimbang lahir dan bathin. Muara akhirnya akan membentuk diri, menjadi insan yang bertaqwa. 

Taqwa inilah merupakan pakaian yang paling baik, diantara jenis -- jenis pakaian yang dikenakan untuk sang wadag. Lalu wujud pakaiannya seperti apa? Wujud pakaian taqwa adalah berupa iman dan amal saleh (perbuatan baik) seseorang, dan inilah yang akan menyertai kembalinya Sang Suci menghadap kepada Allah Swt. Tuhan Yang Maha Suci.

Surat Al A'raaf ayat 26. Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah  menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda -- tanda  kekuasaan Allah, mudah -- mudahan mereka selalu ingat.

Lalu, apa ciri yang dapat menandai bahwa seseorang itu, adalah orang yang bertaqwa? Ciri orang bertaqwa, ditandai dengan tingkah laku, perbuatan dan tutur kata seseorang dalam kesehariannya, selalu mengedepankan rasa kasih sayang sesama. Bukan hanya kasih sayang kepada sesama manusia saja, tetapi juga kasih sayang kepada sesama makhluk ciptaan Allah.                               

Mari dirasakan melalui rasa yang merasakan ( Jawa = roso pangroso ), kemudian berhijrah agar kita dapat berlaku adil kepada diri sendiri. Apabila pakaian yang dikenakan telah dapat memperkeren dan memperindah penampilan kedua unsur  pembentuk  manusia,  berarti  seseorang sudah mampu berlaku adil terhadap dirinya sendiri. Oh betapa elok dan damainya NKRI yang sama--sama kita cintai ini, bila dihuni oleh orang -- orang yang telah mampu mewujudkan keadilan didalam dirinya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun