Kidung Pemut 4 J
Ada ungkapan indah untuk menggambarkan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya, yaitu bak dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Artinya, kalau kedua sisi mata uang tersebut dipisahkan, sudah bukan uang lagi namanya dan sudah tidak punya nilai atau sudah tidak berharga lagi. Senada dengan ungkapan indah tadi, tampaknya akan bijak bila digunakan untuk memahami makna bathiniyah taqwa, yaitu bak dua sisi taqwa yang tidak dapat dipisahkan. Artinya, sudah tidak bermakna taqwa lagi bila kedua sisi dipisahkan.
Apa kedua sisi tersebut? Untuk memahaminya, mari kita simak ulang surat Al Baqarah ayat 177 berikut : Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
Sisi pertama yaitu beriman atau percaya kepada : Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi,sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Sisi ini merupakan cara membangun pondasi diri, dalam mengenali siapa sejatinya manusia. Sebagai perwujudan sabda Nabi, kenalilah dirimu niscaya mengenal Tuhanmu (Arab = “man arofa naf sahu wakot arofa rabbahu” ). Dengan terbangunnya pondasi yang kokoh dalam diri setiap manusia, insya-Allah akan dapat memancar luaskan si’ar Islam keseluruh penjuru dunia.
Sisi pertama ini sungguh sangat berat, karena kesemuanya bersifat ghaib atau tan kasat mata, kita tidak dapat melihat dengan mata kepala sendiri. Dan hanya didasari atas iman atau percaya dan meyakini akan kebenarannya. Sudahkah kita dapat mengamalkannya dengan baik? Mari kita uji bersama. Boro – boro yang tidak kelihatan dapat dilaksanakan dengan baik, selagi yang tampak nyata saja dilanggar seenaknya tanpa merasa bersalah. Misal. Waktu berkendaraan sampai di lampu lalu lintas, jelas – jelas lampu menyala berwarna merah, terabas saja tanpa merasa bersalah.
Kita selalu berucap Tuhan Maha Kuasa, dalam kenyataan sering kita melihat diberi uang agar membunuh orang, menghujat orang, memfitnah orang, merusak tempat kegiatan orang, berbuat onar dan lain – lain perbuatan jahat, dilaksanakan. Dengan mengucap: Allahhuakbar, dengan bangganya lalu membunuh orang, Allahhuakbar dengan bangganya lalu melakukan perbuatan tercela sesuai perintah pemberi uang. Sadarkah bahwa sesungguhnya perbuatan tersebut menunjukkan uang lebih berkuasa dari pada Tuhan yang katanya diimani dan dicintai? Hati – hati, mengimani bukan hanya sampai diucapan belaka, tetapi hendaknya tercermin didalam tingkah laku, perbuatan dan tutur kata sehari – hari.
Untuk melatih diri dalam mewujud - nyatakan iman kepada Tuhan Dzad Yang Maha Ghaib, hendaklah kita memahami siapa diri kita ini. Karena sesungguhnya manusia itu terdiri dari dua unsur, yaitu unsur yang tampak nyata atau lahiriyah dan unsur tan kasat mata atau ghaib atau bathiniyah. Untuk mengingat kembali silahkan dibaca artikel dengan judul Siapa Aku 1 s . d 7. Jadi kalau memang kita mengimani atau mempercayainya, hendaklah diyakini dan dilaksanakan secara utuh lahir dan bathin, tidak hanya berhenti sampai diucapan belaka.
Selanjutnya iman atau percaya kepada hari kemudian.
Kita sebagai umat beragama ( apapun agamanya ) mempercayai bahwa jodoh, mati dan rizki, Allah yang mengaturnya. Untuk memahami adanya hari kemudian, dan agar bermuara kepada beriman kepada hari kemudian, mari kita simak Surat Al Baqarah ayat 28 yang menyatakan : Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan.
Dari firman Allah tersebut, dapat dipahami bahwa siklus kehidupan manusia terdiri 4 etape yaitu etape kematian, disusul etape kehidupan, kemudian etape kematian dan terakhir etape kehidupan. Hakekatnya adalah: Etape pertama atau etape kematian, yaitu periode saat manusia dalam kandungan ibu, yang normalnya akan lahir setelah berumur 9 bulan 10 hari. Namun demikian, banyak juga yang lahir sebelum atau sesudah waktu itu. Ini menunjukkan, walau dalam satu periode namun umur bayi dalam kandungan yang satu, dengan yang lain berbeda.
Etape keduaatau etape kehidupan adalah merupakan periode setelah manusia dilahirkan, berarti kondisi kita saat diatas dunia ini. Disinipun umur masing – masing manusia berbeda satu dengan lainnya. Ada yang baru lahir, terus meninggal. Ada yang masih kanak–kanak, sudah meninggal. Ada pula yang masih remaja, sudah meninggal. Ada yang sudah lanjut usia, baru meninggal. Demikian seterusnya, hingga masing – masing manusia akan meninggal pada saat yang telah ditentukan oleh Allah Swt. TuhanYang Maha Pencipta. Manusia tidak dapat mengundurkan atau memajukannya, walau hanya sedetik sekalipun.
Dietape kedua inilah manusia hidup, dalam periode main - main atau periode senda gurau. Yang penuh dengan berbagai ujian dan cobaan, dalam bentuk: tingkah laku, perbuatan dan tutur kata kita sehari – hari. Juga dalam bentuk: harta benda, anak, dan lain – lain kenikmatan yang serba menyilaukan atau serba bergemerlapan, bak fatamorgana. Sehingga dapat membuat orang lupa diri, lalu menyimpulkan bahwa di dunia inilah akhir dari kehidupan manusia.
Simpulan tersebut tidak mengandung kebenaran sama sekali. Karena hidup diatas dunia hanyalah bersifat sementara, dan merupakan periode penanaman benih perbuatan belaka. Hasil dari tanamannya, baru akan dipanen dan dinikmati oleh si penanam kelak di kehidupan yang sesungguhnya. Yaitu kehidupan diakherat kelak, yang merupakan negeri yang kekal. Sedangkan kehidupan dunia, hanya bersifat sementara. Surat Al Mu’min ayat 39 menyatakan : Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akherat itulah negeri yang kekal.
Etape ketiga atau etape kematian, merupakan periode kematian yang caranyapun berbeda antara orang yang satu dengan yang lain. Ada yang meninggal, akibat musibah banjir. Bak banjir Katrina diteluk Meksiko AS yang terjadi 29 Agustus 2005, dan yang menewaskan ribuan orang. Ada pula yang meninggal, karena pesawat terbang yang ditumpangi mengalami musibah. Layaknya Pesawat Mandala Air Lines yang mengalami musibah didekat Bandar Udara Polonia Medan, 5 September 2005 yang menewaskan 143 orang.
Ada pula yang meninggal, karena sakit. Ada pula yang meninggal, dilapangan olah raga. Ada pula yang meninggal di tempat tidur, tanpa sakit. Ada pula yang meninggal, ditempat maksiat. Dan lain - lain cara meninggal, yang kesemuanya itu adalah merupakan rahasia Allah Swt. Tuhan Yang Maha Pencipta. Dari kejadian tersebut, merupakan kenyataan bahwa umur manusia diatas dunia ini tidak sama. Namun pada hakekatnya, semua manusia adalah camat alias calon mati.
Etape keempat atau etape kehidupan adalah merupakan periode terakhir. Pada periode ini, manusia dihidupkan kembali dan kembali kehadirat Allah Swt. Tuhan Yang Maha Suci. Pada periode ini, yang bersangkutan menuai dan sekaligus menikmati hasil tanaman perbuatannya, selama hidup diatas dunia. Bagi manusia yang mendapat nilai baik, tentunya bagi orang yang berbuat baik, insya-Allah diganjar nikmat syurga dan tetap kekal didalamnya. Surat Al Baqarah ayat 82 menyatakan : Dan orang – orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni syurga; mereka kekal didalamnya.
Sedangkan bagi mereka yang mendapat nilai tidak baik, tentunya bagi orang – orang yang senang berbuat: jail, sirik, dengki, hasut, fitnah, onar dan lain-lain perbuatan jahat, juga akan diganjar yaitu berupa siksa neraka dan tetap kekal di dalamnya. Surat Al Baqarah ayat 39 menyatakan : Adapun orang – orang yang kafir dan mendustakan ayat – ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal didalamnya.
Mudah – mudahan dengan penjelasan tersebut sebelumnya, dapat menebalkan rasa iman atau percaya kita akan adanya hari kemudian. Dengan harapan dapat mengingatkan dan mengendalikan diri kita, manakala kita akan melakukan perbuatan, tingkah laku dan tutur kata sehari-hari.