Memprihatinkan memang. Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sama – sama kita cintai dan banggakan, akhir – akhir ini diwarnai dengan perbuatan tidak terpuji, baik berupa teroris, narkoba, korupsi, rampok, begal, perkosaan dll. Padahal para pendiri bangsa mendiskripsikan, Indonesia sebagai Negara yang aman, tenteram, damai dan sejahtera, lahir-batin, serta dihuni oleh Warganya yang ramah tamah.
Kita akan dapat mewujudkan kondisi sebagaimana gambaran dimaksud, bila kita dapat memerangi hawa nafsu yang bersemayam dalam diri kita. Caranya bukan dengan menggunakan bom, senjata api, clurit dan alat – alat lainnya. Tetapi dengan mewujud – nyatakan firman Tuhan kedalam tingkah laku, perbuatan dan tutur kata kita sehari – hari.
Mari kita simak bersama, antara lain surat Al Israa’ ayat 7 berikut. Jika kamu berbuat baik ( berarti ) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka ( kejahatan ) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, ( Kami datangkan orang - orang lain ) untuk menyuramkan muka–muka kamu dan mereka masuk kedalam masjid, sebagaimana musuh - musuhmya memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis - habisnya apa saja yang mereka kuasai.
Saya ulangi penggalan kalimatnya : Jika kamu berbuat baik ( berarti ) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka ( kejahatan ) itu bagi dirimu sendiri,
Kalau kita posisikan Al Qur’an sebagai pedoman hidup, mari dipedomani apa yang difirmankan Allah. Mengapa kita harus berbuat jahat kepada orang lain, kalau sesungguh nya perbuatan jahat itu tertuju untuk diri kita sendiri. Tentunya akan lebih mulia, bila kita berbuat baik kepada orang lain. Karena sesungguhnya perbuatan baik kepada orang lain itu, hakekatnya tertuju untuk diri kita sendiri.
Contoh kecil yang bisa kita lihat. Sering kita melihat dibemper belakang mobil terpampang tulisan berbunyi : “bodoh lhuu” misalnya. Menurut anggapan si pemilik, pembaca tulisan tadi yang dikatakan bodoh. Coba kalau kendaraan tadi didekati, kemudian tulisan dibaca dengan keras, bisa - bisa merah padam muka mereka, dan akan marah kepada yang membacanya. Mengapa? Karena justru mereka menganggap, si pembaca mengatakan mereka bodoh.
Ini sepenggal ilustrasi perbuatan yang maunya ditujukan kepada orang lain, justru berbalik mengenai diri sendiri; sebagai buah dari hasil perbuatannya sendiri. Agar tidak terulang, pemilik kendaraan menghapus tulisan tadi. Ini sangat mudah dan dapat segera dilaksanakan.
Sekarang mari kita coba rasakan bagaimana halnya, kalau kejadian sejenis pernah kita lakukan sampai umur kita sekarang ini. Berupa tingkah laku, perbuatan dan tutur kata kita, baik disadari atau tidak. Dan sudah tentu tidak ada orang lain yang dapat membaca perbuatan itu, kecuali diri kita sendiri.
Akhirnya, Tuhanlah yang akan membacakannya dan sekaligus memberikan ganjaran atau pahalanya dikelak kemudian hari. Yang pada saat itu, sudah tidak ada waktu lagi untuk menghapus atau untuk memperbaiki. Karena saat itu, kita tinggal menuai dan menikmati buah perbuatan kita selama didunia ini.
Mari kita buka mori dan rasakan. Satriyo Piningit atau Sang Suci yang hakekatnya adalah Ruh-Allah, yang ditiupkan kedalam wadag manusia. Apapun dan siapapun orangnya.
Surat Ar Ruum ayat 22. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.
Surat Al Hujurat ayat 13 : Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki - laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku - suku supaya kamu saling kenal - mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.Rangkaian ayat-ayat tadi hakekatnya menunjukkan kehendak dan ke Maha Kuasaan Allah.
Kalau kita mau mengingat ( Jawa=eling) perintah dan petunjuk Allah ini dan mau dengan jujur menyadari, sesungguhnya manusia itu merupakan saudara kandung ibaratnya. Karena berasal dari Dzat yang Satu yaitu Yang Maha Suci dan kembalinyapun ke tempat dari mana manusia berasal, yaitu Yang Maha Suci. Surat Yaasiin ayat 83. Maka Maha Suci ( Allah ) yang ditangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.
Dari kenyataan tersebut, bukankah ini berarti bila kita berbuat jahat kepada orang lain, sama saja berbuat jahat terhadap diri sendiri? Lalu apa gunanya berbuat jahat kepada orang lain? Tentunya akan lebih baik, bila kita berbuat baik kepada orang lain. Karena hakekatnya berbuat baik kepada orang lain, adalah berbuat baik untuk diri kita sendiri.
Yang perlu diingat, Satriyo Piningit atau Sang Suci yang ada didalam diri manusia yang berbeda agama dan keyakinan sekalipun; Adalah sama dengan Satriyo Piningit atau Sang Suci yang ada dalam diri kita sendiri.
Hendaklah tidak beranggapan bahwa Satriyo Piningit atau Sang Suci yang berasal dari Yang Maha Suci, hanya yang ada dalam diri kita saja. Sedangkan Satriyo Piningit yang ada dalam diri orang yang berbeda agama dan keyakinan, lalu dianggap berasal dari pandai besi. Mari diingat selalu, sesungguhnya manusia itu, hakekatnya adalah saudara kandung.
Bila kita sudah dapat memahami siapa sejatinya diri kita sebagai manusia, mari bersaksi bahwa diri kita ( Sang Suci ) merupakan bagian dari Dzat Yang Maha Suci. Kemudian bertekad melakukan jihad atau perang suci terhadap hawa nafsu, demi keselamatan diri kita sendiri. Surat Al Ankabuut ayat 6. Barang siapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar – benar Maha Kaya ( tidak memerlukan sesuatu ) dari semesta alam.
Hendaklah jihad tidak diaktualisasikan, dengan mencelakai atau mencederai orang atau mencederai kelompok lain, yang berbeda agama atau keyakinan. Hanya atas perintah orang lain, apapun kedudukan dan predikatnya.
Apalagi hanya derajadnya manusia, selagi Nabi sekalipun tidak dapat menyelamatkan anak dan istrinya dari azab Allah. Mari disimak surat At Tahrim ayat 10. Allah membuat istri Nuh dan istri Luth perumpamaan bagi orang - orang kafir. Keduanya berada dibawah pengawasan dua orang hamba yang saleh diantara hamba - hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari ( siksa ) Allah; dan dikata kan ( kepada keduanya ): “Masuklah ke neraka bersama orang – orang yang masuk ( neraka )”.
Surat Huud ayat 42. Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya,[719] sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: "Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir."
Surat Huud ayat 43. Anaknya menjawab: "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!" Nuh berkata: "Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang." Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan
Kalau begitu lalu siapa yang dapat memelihara kesucian diri, jiwa dan hati kita, agar terhindar dari azab Allah? Yang dapat memelihara kesucian Satriyo Piningit atau Sang Suci,tidak lain adalah diri kita sendiri, baru Allah mengabulkan.
Bila kita bertekad mewujud - nyatakan perintah dan petunjuk Allah, serta memposisikan Al Qur’an sebagai pedoman hidup, sekaligus berjihad mengendalikan hawa nafsu; Kita akan dapat menggapai kesejahteraan dan kemuliaan hidup baik di dunia, maupun dikehidupan kelak kemudian, insya-Allah. Karena setiap tingkah laku, perbuatan dan tutur kata kita sehari-hari, pelaksanaannya tidakdidasarkan atas kata dan atau perintah orang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H