Mohon tunggu...
Abdus Salam
Abdus Salam Mohon Tunggu... Pekerja Sosial -

Penikmat Buku dan Kopi Tubruk

Selanjutnya

Tutup

Money

Merawat Rasa Memantik Cita

20 April 2018   13:17 Diperbarui: 21 April 2018   22:24 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sudah hampir empat bulan melewati  tahun 2017.Tentu tak harus menggunakan kajiannya Paolo Friere mengenai kesadaran kritis.Cukup menjadi renungan bagi kita, berapa jumlah masyarakat atau Kelompk Swadaya Masyarakat (KSM)  yang kita dampingi. Berapa KSM yang bisa bangkit dan mampu berkreasi. Atau jangan-jangan pendampingan kita selama ini hanya sebatas tuntutan masterschedule,ritual quick status dan sitem informasi manajemen (SIM)  online, atau hanya menghabiskan dana pelatihan (PKM) yang tidak sedikit jumlahnya.Tetapi tergopoh-gopoh manakala kita  review out come dari pelatihan itu.

Tentu, kita tidak ingin mengulangi kesalahan berulang yang terjadi di masa lalu. Pelatihan itu sedikitnya membekas dalam otak masyarakat. Pelatihan itu bagian terpenting dalam merubah mindset masyarakat utamanya mengenai pentingnya kreatifitas. Tentu kami belajar dari berbagai kesalahan  masa lalu yang menilai masyarakat dianggap butuh uang, modal sebagai tambahan usaha, sementara kemampuan mengelola usaha tidak dibekali, manajemen berdagang juga tidak diajari, lantas tiba-tiba ada dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM)  khusus mengenai pinjaman ekonomi bergulir.

Praktik seperti inilah jika meminjam istilah Edi Soeharto dalam buku Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat (2005:vii) terjadi gerakan warungisasi karena semua penyandang masalah sosial  dinilai butuh tambahan modal. Padahal tak sesederhana itu, seringkali, kita memandang masyarakat terbelit persoalan uang, ekonomi, sehingga jalan keluarnya intervensi program berwujud  hutang-hutangan, pinjaman modal. 

Paradigma konvensional yang menilai bahwa masyarakat yang tidak berdaya selalu dimaknai butuh pinjaman modal. Padahal di sisi lain pengembangan kapasitas, keterampilan akses informasi dan relasi sosial menjadi kunci agar masyarakat bisa bangkit dan berdaya

Peningkatan kapasitas menjadi salah satu katarsis perubahan masyarakat dari tidak berdaya menuju berdaya. Sebagaimana yang disampaikan Totok Mardikanto dan Poerwoko Subianto  dalam buku Pemberdayaan Masyarakat dalam perspektif kebijakan publik (2017:70-71) bahwa pengembangan kapasitas meliputi pengembangan keperibadian, profesionalisme di dunia kerja. Tentu ini menjadi bekal jangka panjang bagi masyarakat agar pinjaman modal tidak dijadikan satu-satunya upaya memberdayakan masyarakat

Pinjaman modal memang tak sepenuhnya keliru, tapi tak sepenuhnya benar. Pinjaman modal bagi warga miskin yang dikenal dengan sebutan (kk miskin) PS 2 dalam istilah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM MP)  atau Mayarakat Berpenghasillan Rendah (MBR)  istilah Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) mungkin menjadi jalan keluar, tetapi bisa juga menjadi masalah baru bagi warga miskin. 

Oleh karena itu perlu kiranya memaksimalkan proses pembelajaran kita kepada masyarakat, memperbaiki cara pandang dan model fasilitasi kepada masyarakat. Bahwa yang dibutuhkan masyarakat tak hanya setumpuk uang untuk modal usaha, tetapi yang dibutuhkan masyarakat miskin adalah akses, kreatifitas, motivasi diri bahwa keberadaannya menjadi sumbangsih untuk bersama-sama membangun negeri.

Hanya orang yang memiliki kreatifitas dan etos kerja itulah yang mampu dan bisa survive,begitulah yang disampaikan oleh Parlindungan Merpaung dalam buku fulfilling life (2004: 218-2019)   tentang kreatifitas. Kreatifitaslah yang  dibutuhkan masyarakat, motivasi diri dan kreatifitas yang selalu disampaikan, dan diajarkan. Tak pernah lelah bersama masyarakat untuk memotivasi dan berkreasi, sehingga bisa meraih cita dan mimpi

Menghimpun dalam satu gerakan bersama dalam satu panggung kreatifitas tentu lebih memicu semangat.Kreatifitas yang berserak dikumpulkan menjadi satu kelompokakan menjadi daya dan magnit luar biasa. Itulah pentingnya sebuah kelompok. Selama ini sepertinya tak ada rasa untuk berkelompok, selama ini tak ada  rasa untuk memilki sebuah kelompok, rasa kangen, rindu, bersua untuk berkelompok sungguh tak tampak. 

Yang terjadi adalah  berkelompok karena untuk mendapat pinjaman uang, mendapat pinjaman dari Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM).  Maka setelah mendapat pinjaman uang, kelompok pun bubar secara perlahan-lahan. Sejatinya itu bukan kelompok tetapi mirip dengan gerombolan yang hanya memiliki usia jangka pendek.

Nah rasa itu yang harus dibangkitkan, rasa itu yang harus dikelola, rasa itu yang harus dirawat. Karena rasa menjadi pondasi utama untuk melanggengkan segalanya, kita bisa membayangkan jika hidup sudah tak memiliki dan kehilangan rasa, rasa simpati, rasa empati, rasa memiliki dan rasa saling menghargai dan menghormati. Merawat rasa itu menjadi penting dalam sebuah kelompok, oleh karena itu keterlibatan semua pihak untuk merawatnya adalah menjadi niscaya, sehingga kelompok bisa langgeng dan abadi

Pesan inspiratif dan penuh makna juga disampakan oleh Sayyidina Ali bahwa kejahatan yang terorganisir akan mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir. (Alhaqqu bila nizdam, yaghlibuhul batil binnizdam). Betapa pentingnya menghimpun orang-orang baik dan kreatif dalam sebuah kelompok. Sehingga kekuatan, kemandirian, tidak hanya menjadi cita-cita yang sulit tercipta.

Tengoklah dengan apa yang disampaikan oleh beberapa pakar mengenai kelompok. Adalah Saptono dan Bambang Suteng dalam buku ( sosiologi: 81-84) yang diterbitkan oleh PHIBETA. Ia menyampaikan bahwa kelompok dibagi menjadi beberapa bagian. Pertama ada kelompok primer yang jumlah anggotanya sedikit, walaupun tidak setiap kelompok yang anggotaya sedikit adalah kelompok primer. 

Hubungan antar anggota bersifat personal (saling kenal secara pribadi) dan mendalam, diwarnai oleh kerjasama, sering bertatap muka dalam waktu lama, sehingga terbangun keterlibatan perasaan yang dalam.Tujuan berkelompok adalah membangun hubungan personal itu sendiri. Walaupun kadang terjadi konflik, namun masing-masing anggota kelompok primer menunjukkan perhatian yang tulus terhadap kesejahteraan sesame anggota.Jadi, hubungan dalam kelompok primer bersifat informal, intim/akrab, personal, dan total. Hubungan emosional terbangun erat dalam kelompok

Hal ini juga ditegaskan oleh George Homans kelompok itu merupakan sejumlah orang yang terdiri dari beberapa orang yang sering berkomunikasi dengan lainnya sehingga setiap orang mampu berkomunikasi secara langsung (bertatap muka) tanpa melalui perantara. Interaksi sosial yang intens, komunikasi yang intens itulah yang mendasari kekuatan kelompok.

Secara substansi ini mirip dengan kaidah atau prinsip Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)  Pengembangan Penghidupan Berbasis Masyarakat (P2BM)  dimana saat ini kita berpacu dengan waktu agar tumbuh dan berkembang menjadi semakin banyak

Jika kita refleksi kebelakang, KSM kita yang jumlahnya ratusan bahkan lebih. Apakah model kelompoknya seperti itu? Atau hanya ada sebagai syarat  untuk mendapatkan  pinjaman dana UPK. Jika kelompok KSM yang ada saat ini mirip gerombolan itu, maka tidak ada pilihan lain untuk memberikan penguatan mengenai pentingnya berkelompok.

Kedua adalah kelompok sekunder, kelompok yang jumlah anggotanya banyak. Hubungan antar anggota bersifat impersonal (tidak salingkenal secara pribadi), lebih diwarnai oleh kompetisi, jarang bertatap muka dalam waktu lama, sehingga tidak terbangun hubungan yang emosional. Hubungan yang ada lebih bersifat fungsional, artinya orang bukan dilihat dan segi "siapanya" melainkan lebih dilihat dan segi "apa kegunaannya" bagi pencapaian tujuan kelompok.

Kiranya kelompok yang kedua ini tidak terjadi di KSM kita, jumlahnya banyak,kelompok menjadi ruang kompetisi. KSM kita jumlah anggotanya sedkit pertemuan rutin juga jarang, interaksi sosial yang dibangun untuk membahas kegiatan yang ada dalam kelompokpun juga tidak terjadi. Oleh karena itu, kita segera siuman dengan model pendampingan dan pembentukan kelompok yang sudah kita lewati.Saatnya sekarang membentuk sebuah kelompok berdasarkan hobi dan minat masyarakat di mana berkelompok menjadi media dan ruang untuk berkreasi.

Banyak contoh dari kelompok yang kita fasilitasi utamanya kelompok KSM P2BM, cerita sukses dari hasil kreatifitas sungguh mengagumkan.Spiritnya berbeda dengan KSM yang terdahulu, KSM P2BM yang diceritakan adalah produk hasil dari kreasi dan tindak lanjut pelatihan PKM. Beranika ragam produk KSM mulai dari kerajinan, makanan ringan.Tentu kelompok ini harus kita rawat, kita dampingi, kita sapa sehingga terus memompa semangat kreatifitas dalam berkarya. Jika rasa berkelompok sudah mendarah daging, rasa berkelompok menjadi panggung dalam berkreasi maka cita-cita yang ingin dicapaipun akan mudah diraih.[]semoga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun