Seperti janji saya di postingan sebelumnya tentang membengkaknya pengeluaran di bulan suci Ramadhan, kali ini saya akan sedikit mengupas tips yang tertulis di buku “Puasa kok boros” tersebut.
Langkah pertama adalah memisahkan pengeluaran rutin dan tidak rutin. Apa saja yang tergolong pada pengeluaran rutin ? Yang namanya rutin artinya walaupun bukan bulan Ramadhan, kita tetap melakukannya seperti makan, cicilan hutang, asuransi, transportasi, tabungan, dan sebagainya. Karena sifatnya rutin, alokasi dana untuk pengeluaran jenis ini adalah dari penghasilan rutin (gaji). Namun, yang perlu diingat adalah tetap perlu membatasi agar pengeluaran rutin di bulan Ramadhan tidak melebihi di bulan – bulan sebelumnya. Walaupun pola makan berubah menjadi dua kali sehari (Buka Puasa dan Sahur) saja, tetap berpotensi untuk berlebih mengingat ‘nafsu makan’ yang berlebih karena berpuasa seharian. Oke, pastikan pengeluaran rutin ini tidak naik ya. Lalu, bagaimana dengan pengeluaran tidak rutin? Pengeluaran jenis ini khusus terjadi di bulan Ramadhan. Contohnya, belanja kebutuhan lebaran (baju baru, sepatu baru, hidangan hari raya), mudik, zakat fitrah, sedekah, hadiah, dan lain-lain. Ada baiknya diperinci apa saja yang harus dikeluarkan bulan ini diluar pengeluaran rutin. Untuk pengeluaran khusus ini alokasi dananya juga harus khusus. Dana THR yanh diterima cocok untuk pengeluaran ini. Apalagi jika memang punya tabungan khusus untuk hari raya. Yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai berhutang untuk memenuhinya. Sekian tips pertama dari seri ‘Puasa, Jangan Boros Dong!’ Yang diilhami oleh bukunya pak Ahmad Gozali ‘Puasa kok boros?’ Semoga bermanfaat dan bisa disambung ke seri berikutnya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H