Penulis : Muh. Ruslim Akbar
Kebutuhan manusia terhadap ilmu sangatlah penting, bahkan jauh lebih penting melebihi kebutuhan makan saat sedang kelaparan atau kebutuhan air saat sedang kehausan. Sebab, kebahagiaan dan ketentraman hati senantiasa berawal dari ilmu pengetahuan yang selalu mengungkapkan sesuatu yang menarik untuk dipelajari sehingga akan mengobati perasaan jenuh manusia yang senantiasa dilanda kebosanan dan kehampaan hidup.
Manusia yang diberikan akal oleh Allah swt tentu membutuhkan ilmu-ilmu pengetahuan untuk dirinya agar dapat digunakan dengan benar tidak hanya untuk dirinya dan orang lain saja, tetapi untuk meyakini dan mempelajari segala hal yang diciptakan oleh-Nya di langit maupun di bumi dalam upaya meningkatkan keyakinan akan adanya sang pencipta yang maha kekal abadi.
Adapun ilmu itu terbagi atas dua, yakni ilmu dunia maupun ilmu agama (syari'i). Perbedaan ilmu dunia dan ilmu agama (syari'i) dapat kita temukan pada definisi yang diungkapkan oleh Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah:
"Yang dimaksud dengan "ilmu" itu adalah ilmu syar'i yang dibangun di atas Al Qur'an dan sunnah Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam. Inilah ilmu yang bermanfaat. Adapun ilmu-ilmu duniawi, berupa ilmu-ilmu terkait profesi, produksi, pengobatan dan yang lainnya, maka tidak bisa disebut "ilmu" saja tanpa keterangan tambahan"
Kita yang saat ini sedang belajar ilmu-ilmu duniawi seperti yang dijelaskan di atas, akan bernilai ibadah dan mendapat ganjaran pahala jika ilmu yang kita miliki diniatkan untuk tujuan menguatkan posisi agama Islam di masyarakat kita. Sangat disayangkan sekali betapa banyaknya pahala yang kita lewati jika ilmu yang kita miliki hanya digunakan untuk kebutuhan duniawi saja atau niat hanya untuk mendapatkan keuntungan darinya tanpa memikirkan ilmu itu digunakan untuk apa, misalnya hanya untuk mendapatkan jabatan atau kedudukan yang lebih tinggi di masyarakat.
Seorang penuntut ilmu yang sedang menuntut ilmu atau pun kita yang melaksanakan profesi sesuai dengan ilmu yang dimiliki sejatinya memiliki cukup bekal akan ilmu agama. Hal ini untuk mencegah kita berbuat kerusakan baik terhadap orang lain, apalagi menjerumuskan kita ke dalam dosa-dosa yang turut merugikan manusia dan agama Islam itu sendiri.
Dalam kehidupan sehari-hari misalnya, kita sering dihadapkan oleh orang-orang yang bekerja dengan berbagai profesi yang mereka miliki, ada yang bekerja di bidang kesehatan, pendidikan, perdagangan, teknologi dan lain sebagainya.
Seorang Fotografer yang paham terhadap ilmu agama, dapat memanfaatkan ilmunya untuk memotret keindahan alam semesta, sehingga bagi yang melihatnya akan menambah keimanan mereka atas sang pencipta. Seorang programmer yang baik dapat memanfaatkan ilmunya untuk menciptakan aplikasi-aplikasi yang bermanfaat untuk manusia dalam beribadah, begitu pun seorang pedagang yang dapat menjelaskan dengan jujur barang dagangannya dan tidak berbuat curang kepada para pembeli, maka seharusnya seperti itulah fungsi ilmu agama dalam mengontrol ilmu duniawi yang kita miliki saat ini.Â
Maraknya kasus-kasus seperti seorang dosen yang tega melecehkan mahasiswinya, seorang pejabat yang koruptor, dan seorang youtuber yang menampilkan konten yang tidak layak dikonsumsi publik, mengindikasikan betapa bahayanya ilmu yang mereka miliki jika tidak diimbangi dengan ilmu agama yang baik. Padahal kita tahu bersama, bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak kekurangan ilmu bahkan termasuk orang-orang terpelajar.
Niat menuntut ilmu itu sangatlah penting, namun tidak boleh lupa terhadap ilmu agama. Mantan presiden Indonesia, BJ Habibie pernah berkata,Â
"Andaikan Allah memberi saya pilihan antara kecerdasan intelektual dan spiritual, saya akan memilih kecerdasan spiritual. Tapi bila Allah berkenan memberikan keduanya, saya minta kedua-duanya. Dan Alhamdulillah, Allah mengaruniakan keduanya kepada saya."
Terakhir, kita yang saat  ini masih berusia muda hendaklah senantiasa menuntut ilmu yang baik, ilmu yang akan mendatangkan pahala kepada kita setiap saat, bahkan saat kita telah meninggal. Tak ada harta, saudara, atau pun sahabat yang menemani di alam kubur kelak selain pahala yang kita miliki. Maka, perbanyaklah pahala selagi kita masih hidup, salah satunya dengan belajar dan mengajarkan ilmu-ilmu yang baik kepada sesama. Sebab, kematian itu datang secara tiba-tiba tanpa mengenal usia dan profesi kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H