Mohon tunggu...
Muh. Ruslim Akbar
Muh. Ruslim Akbar Mohon Tunggu... Akuntan - Instagram @muhruslimakbar

Menulis untuk mengekalkan jiwa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Syamsuddin At-Tabriz, Guru Jalaluddin Rumi

18 Desember 2021   11:32 Diperbarui: 18 Desember 2021   13:45 2212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam dunia tasawuf (sufisme) maupun syair Islam, Maulana Jalaluddin Rumi merupakan sosok yang paling terkemuka pada zamannya bahkan hingga hari ini. Syair-syairnya yang indah, luas, dan dalam, menjadikannya mampu diterima oleh berbagai kalangan, termasuk non-Islam.

Berbagai karyanya telah dibukukan ke dalam beberapa judul, seperti buku Diwan Syamsi Tabris, Ruba'iyyat, Masnawi, dan Fihi Ma Fihi yang telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa sehingga tidak heran bahwa semakin hari, namanya semakin populer.

Selain karya-karyanya, kehidupan pribadi seorang guru dan penyair asal persia ini turut menjadi perhatian. Berdasarkan catatan sejarah, ibunya berasal dari anggota kerajaan khawarimz, bernama mu'mina khatun. Ibunya memiliki garis keturunan dengan khalifah Islam yang keempat, Ali bin Abi Thalib. Sementara ayahnya bernama Bahauddin Walad, memiliki garis keturunan dengan Abu Bakar Ash-Shiddiq ra.

Setelah ayahnya wafat, Jalaluddin Rumi melanjutkan tugas ayahnya sebagai pendakwah dan guru untuk mengajarkan kehidupan dunia keislaman seperti ilmu-ilmu ketuhanan tradisional, dakwah, mempopulerkan nasehat hukum, serta menegakkan hukum islam. Hal ini cukup mudah, sebab sejak umur belia, Rumi telah menguasai bahasa Arab, ilmu hukum, persajakan, hadits, teologi, logika, matematika, filsafat, juga astronomi.

Keinginanan Rumi untuk terus belajar dan memperdalam ilmu agama terkhusus ajaran sufisme, membuatnya senantiasa mencari guru yang dapat membimbingnya. Setelah ayahnya wafat, Rumi berguru pada Burhanuddin At-Tirmidzi (wafat 1241 M) kemudian melanjutkan kepada Syamsuddin At-Tabriz yang menjadi idola baginya. Siapa sebenarnya Syamsuddin At-Tabriz? Dan mengapa Rumi begitu mengidolakannya.

Muhammad bin Ali bin Malik Daad, yang lebih dikenal dengan sebutan Syamsi At-Tabriz atau Syamsuddin, adalah seorang ulama sufi dari tabris (wilayah di Iran). Lahir pada tahun 1148 M. Di masa kecilnya, ia telah menunjukkan karakter yang berbeda dari teman sebayanya. 

Saat teman-temannya asyik bermain, Syamsuddin lebih suka menghadiri pelajaran yang berkaitan dengan ilmu sufi. Hal itu yang membuatnya kesulitan menemukan teman sebaya yang sepemikiran dengan dia. Dan membuatnya lebih banyak menyendiri. 

Orangtua Syamsuddin berpikir bahwa kelesuan anaknya akibat dari adanya keinginan yang tidak dapat ia miliki. Oleh karena itu Syamsuddin pernah bercerita, "Mereka bertanya kepadaku, 'Kenapa engkau begitu sedih? Apakah engkau ingin pakaian yang terbuat dari emas dan perak?' Aku menjawab, 'Tidak, aku justru berharap ada orang yang mengambil pakaian yang sedang kukenakan".

Saat remaja, Syamsuddin pernah mengalami insomnia, dan kehilangan selera makan lebih dari sebulan. Ketika ditanya kenapa dia tidak makan dan tidur, dia menjawab, "Kenapa aku harus makan atau tidur, sedangkan Tuhan, yang membuatkan begini, tidak berbicara langsung kepadaku? Apa perlunya aku tidur atau makan? Andaikan Dia berbicara langsung kepadaku, dan kutemukan ke mana aku harus pergi, maka aku akan makan dan tidur." Di kemudian hari Syamsuddin menceritakan itu sebagai periode cinta sejati.

Ketika Syamsuddin beranjak dewasa, Syamsuddin mulai mencari murid untuknya. Ia pun menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk melakukan pencarian. Mengembara dari kota ke kota, hingga antar negara. Ia tidak hanya mengajar murid-murid sekolah, tetapi juga kaum pekerja yang tidak berpendidikan. Bahkan, ia tidak pernah menarik bayaran atas apa yang ia kerjakan.

Saat pengembaraannya ke konya, ia bertemu dengan Jalaluddin Rumi. Ada banyak versi cerita terkait pertemuan Syamsuddin dengan Rumi. Namun yang pasti, sejak saat itu Rumi mulai dekat dengannya dan menjadikan Syamsuddin sebagai guru. Menurut Rumi, Syamsuddin adalah segala-galanya.

Gurunya itulah yang banyak menunjukkan berbagai kebenaran, dan lebih mirip seorang utusan Tuhan yang diutus untuk menyampaikan pengaruh spiritual untuk melahirkan kedalaman kontemplasi Rumi dalam bentuk syair. Dalam sajaknya Rumi menulis, "Sesungguhnya Syamsi Tabriz itulah yang menunjukiku jalan kebenaran. Dialah yang mempertebal keyakinan dan keimananku".

Selain ketiga guru yang mempengaruhinya tersebut, Rumi juga berguru ke berbagai guru lain. Salah satu guru Jalaluddin Rumi yang terkenal adalah Syaikh Qutb Al-Din Al-Razi. Selain itu ada Kamaluddin bin Al-Adim, Ibnu Arabi, Sa'aduddin Al-Hamawi, Ustman Ar-Rumi, Auhaduddin Al-Karmani, dan Shadruddin Al-Qounawi. Banyaknya intensitas pertemuan Rumi dengan para ulama, menjadikannya sebagai pemikir yang terbuka dan berpengetahuan yang luas.

Penulis: Muh. Ruslim Akbar (ig @muhruslimakbar)

Sumber pustaka:

1. Abdul Hasan An-Nadwi, Jalaluddin Rumi Sufi Penyair Terbesar.
2. Abdul Hay Al-Husni, Nazhah Al-Kawatir Wa Bahjah Al-Masami Wa Al-Nawazir, 1999
3. Chindi Andriyani, Jalaluddin Rumi Sebuah Biografi, 2019
4. Syamsuddin Ahmad Al-Aflaki, Hikayat-Hikayat di Seputar Jalaluddin Rumi, 1998

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun