Pekan lalu masyarakat Sulawesi Selatan, khususnya warga Kabupaten Gowa digegerkan oleh kasus pesugihan yang melibatkan kedua orangtua yang menjadikan anak-anak mereka sebagai tumbal pesugihan.
Akibat peristiwa tersebut, mata seorang anak perempuan yang berumur 6 tahun nyaris copot. Adalah paman korban yang berhasil menyelamatkan anak perempuan itu yang diketahui sebagai anak kandung mereka sendiri. Yang lebih memprihatinkan bahwa kejadian pencongkelan tersebut terjadi di hari yang sama, dimana kakak korban baru saja dimakamkan juga disebabkan perbuatan orangtua mereka sendiri.
Kasus di atas merupakan satu dari banyaknya kasus pesugihan yang terjadi di Indonesia. Baik yang terekspos maupun yang belum terjamah oleh media yang jumlahnya tentu lebih banyak lagi.
Sangat miris memang melihat kasus-kasus pesugihan tersebut terjadi di zaman ilmu pengetahuan yang semakin maju. Sistem berpikir logis dan kejadian-kejadian yang dapat dibuktikan secara empiris nyatanya tidak mampu menyentuh seluruh pemikiran manusia.
Apalagi melihat kasus pencongkelan mata terjadi di salah satu daerah besar di Sulawesi Selatan, Kabupaten Gowa. Gowa berbatasan langsung dengan ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan, yakni Kota Makassar. Sehingga untuk menempuh pendidikan hingga ke jenjang sarjana sangat mudah dijangkau oleh masyarakatnya.
Berpikir secara logis dan pembuktian secara empiris yang menjadi salah satu tujuan dari sistem pendidikan di Indonesia nyatanya banyak mengalami hambatan. Terutama bagi masyarakat yang masih memegang erat budaya-budaya yang diyakini akan mendatangkan segudang kebaikan walaupun tidak bisa dibuktikan secara ilmiah.
Tan Malaka bahkan mencetuskan istilah logika mistika, bahwa salah satu penghambat kemerdekaan Indonesia adalah kepercayaan masyarakat kita yang terlalu meyakini akan adanya kekuatan-kekuatan gaib yang akan membantu mereka. Hal itulah yang menyebabkan Indonesia harus merasakan penjajahan selama lebih dari 300 tahun.
Setiap manusia tentu saja harus melepaskan diri dari cara berpikir seperti itu. Apalagi hampir seluruh masyarakat kita memeluk agama sesuai kepercayaan mereka masing-masing. Dengan beragama seharusnya manusia hanya meyakini bahwa kekuatan terbesar dan segala sesuatu yang terjadi hanya berasal dari Tuhan sang pencipta.
Faktor ekonomi juga ikut andil menjadi salah satu penyebab masyarakat kita secara terpaksa harus melakukan hal-hal di luar nalar manusia. Hal tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang tentu saja sering mendesak bahkan tidak bisa ditunda. Cara-cara mistis menawarkan kemudahan memperoleh kekayaan tanpa harus bekerja keras. Selain kekayaan, pangkat dan jabatan juga terkadang menjadi motivasi utama seseorang melakukan itu. Kesulitan ekonomi tentu saja dipengaruhi oleh banyak variabel-variabel lainnya. Seperti sulitnya mencari pekerjaan, kebutuhan hidup yang tidak seimbang dengan pemasukan, dan lain sebagainya.