Mohon tunggu...
BANG RIS
BANG RIS Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Psikolog kementerian hukum dan HAM

Menilai kondisi mental narapidana

Selanjutnya

Tutup

Politik

akar pemikiran politik gusdur

24 Desember 2024   09:19 Diperbarui: 24 Desember 2024   09:19 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Abdurrahman Wahid, atau yang lebih dikenal dengan Gus Dur, adalah salah satu tokoh besar dalam sejarah politik dan intelektual Indonesia. Sebagai Presiden keempat Indonesia sekaligus seorang ulama dan budayawan, Gus Dur memiliki pandangan politik yang unik dan mendalam. Akar pemikiran politiknya terbentuk dari kombinasi berbagai aspek, seperti nilai-nilai Islam, tradisi pesantren, nasionalisme, dan pluralisme.


1. Tradisi Pesantren dan Pemikiran Islam

Gus Dur lahir dan tumbuh di lingkungan pesantren, yang secara langsung memengaruhi pola pikirnya. Ayahnya, K.H. Wahid Hasyim, adalah seorang tokoh besar Nahdlatul Ulama (NU), dan kakeknya, K.H. Hasyim Asy'ari, adalah pendiri NU. Tradisi pesantren menanamkan nilai-nilai Islam yang moderat, inklusif, dan toleran dalam diri Gus Dur. Hal ini tercermin dalam berbagai kebijakannya yang berusaha menyelaraskan antara ajaran Islam dan prinsip-prinsip demokrasi modern.

Gus Dur percaya bahwa Islam harus menjadi rahmat bagi semua orang, tidak hanya bagi umat Muslim. Pemikiran ini mendorongnya untuk memperjuangkan hak-hak minoritas dan kebebasan beragama di Indonesia.

2. Pengaruh Pemikiran Barat dan Dunia Global

Gus Dur tidak hanya berakar pada tradisi Islam lokal, tetapi juga terbuka terhadap pemikiran Barat. Saat menempuh pendidikan di Timur Tengah, ia mempelajari berbagai teori sosial dan politik, termasuk karya-karya pemikir Barat seperti Karl Marx, Max Weber, dan Antonio Gramsci. Pemikiran ini memperkaya perspektif Gus Dur, memungkinkan dia untuk melihat politik dari sudut pandang yang lebih luas.

Melalui wawasan globalnya, Gus Dur mampu memahami tantangan yang dihadapi Indonesia dalam konteks dunia modern. Ia menekankan pentingnya demokrasi, hak asasi manusia, dan pemerataan sosial sebagai fondasi politik yang kuat.

3. Pluralisme dan Kebangsaan

Salah satu ciri khas pemikiran politik Gus Dur adalah komitmennya terhadap pluralisme. Gus Dur memahami bahwa Indonesia adalah negara yang terdiri dari beragam suku, agama, dan budaya. Baginya, keberagaman adalah kekuatan, bukan ancaman.

Sebagai presiden, Gus Dur sering mengambil langkah-langkah yang kontroversial namun berani untuk memperjuangkan keadilan bagi kelompok-kelompok yang terpinggirkan, seperti komunitas Tionghoa dan kelompok kepercayaan. Keberpihakannya pada pluralisme seringkali mendapat tantangan, tetapi Gus Dur tetap teguh pada prinsipnya.

4. Kearifan Lokal dan Nasionalisme

Gus Dur memiliki pandangan bahwa politik harus melayani kepentingan rakyat, bukan elite. Sebagai pemimpin, ia kerap menggunakan pendekatan budaya dan kearifan lokal untuk menyelesaikan masalah politik. Ia percaya bahwa nilai-nilai lokal, seperti gotong-royong dan musyawarah, bisa menjadi solusi atas berbagai persoalan bangsa.

Pemikiran nasionalisme Gus Dur juga mencerminkan upayanya untuk menjaga keutuhan bangsa. Ia sering mengingatkan pentingnya persatuan dalam keragaman, sebagaimana tertuang dalam semboyan "Bhinneka Tunggal Ika."

5. Warisan Pemikiran Gus Dur

Hingga kini, pemikiran politik Gus Dur tetap relevan dan menjadi inspirasi bagi banyak orang. Ia mengajarkan bahwa politik bukan sekadar perebutan kekuasaan, melainkan alat untuk memperjuangkan kemanusiaan, keadilan, dan keberagaman.

Gus Dur adalah simbol bagaimana tradisi Islam dan modernitas dapat berjalan beriringan. Akar pemikirannya mengajarkan bahwa seorang pemimpin harus memiliki keberanian untuk melindungi semua rakyatnya, tanpa memandang perbedaan.

Penutup

Akar pemikiran politik Gus Dur adalah perpaduan harmonis antara tradisi Islam, wawasan global, dan nilai-nilai kebangsaan. Pemikiran ini bukan hanya relevan untuk masa lalu, tetapi juga menjadi landasan bagi masa depan politik Indonesia. Gus Dur mengingatkan kita bahwa keberagaman bukanlah hambatan, melainkan anugerah yang harus dirawat dengan kebijaksanaan dan cinta kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun