PERNYATAAN SIKAP DAN REKOMENDASI HASIL DIALOG NASIONAL
MEMILAH DAN MEMILIH PEMIMPIN JAWA BARAT 2018-2023
BERBASIS MORAL, BUDAYA, DAN INTELEKTUALITAS
BANDUNG 31 OKTOBER 2017
1. Suatu kenyataan politik dan hukum bahwa pengisian jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilakukan melalui pemilihan langsung oleh rakyat. Oleh karena itu, seluruh proses pemilihan kepala daerah ini seharusnya rakyat pemilih berhak untuk terlibat, berhak atas akses pada informasi, berhak menyatakan pendapat, dan berhak untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan politik. Tempatkanlah Rakyat Pemilih sebagai subjek pengemban demokrasi sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
2. Partai politik sebagai pengemban amanah untuk menjalankan demokrasi yang berkualitas, rasional, aspiratif dan partisipatif dituntut untuk senantiasa berpikir, bertindak, dan bekerja dengan landasan moral, budaya, dan intelektualitas yang kuat dan melebihi kemampuan rata-rata kecerdan masyarakat. Jauhkan kebijakan dan prilaku partai politik yang tidak sejalan selaras dengan kehendak dan kebutuhan rakyat pemilih.
3. Mendesak kepada partai politik dalam upaya menjaring dan menyaring bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah secara kompetitif, selektif, terbuka, dan menjunjung fairness, serta benar-benar memperhatikan aspirasi, masukan, dan saran masyarakat. Pilihlah calon dengan mengutamakan kualitas figurnya yang memiliki kapasitas dan kompetensi yang memadai, integritas moral yang tinggi, berpengalaman dalam berorganisasi, memiliki jejaring (netwok) dan relasi yang luas, serta berpihak kepada kepetingan rakyat.
4. Mendorong kepada para bakal calon agar benar-benar menampilkan diri sebagai pemimpin yang berwibawa, simpatik, dan disukai rakya pemilih. Jangan suka berbohong, manipulatif, dan inkar janji. Temui rakyat dengan penuh ketulusan dan kecerdasan. Ajaklah pemilih untuk menggunakan hak pilihanya dengan cerdas, berkualitas, dan rasional. Jauhkan dari perbuatan politik uang dan pemaksaan kehendak dengan mengahalalkan segala cara.
5. Kepada penyelenggara pemilihan kepala daerah, yakni KPU Daerah, Bawaslu, Panwaslu, juga aparat keamanan serta aparatur birokrasi dalam menjalakan tugas, kewajiban dan kewenangannya untuk benar-benar mengutamakan profesionalitas, jujur, adil, dan bekerja keras bagi terselenggranya pilkada yang bersih, aman, nyaman, damai, dan menggembirakan semua orang. Jadikanlah pilkada ini sebagai sarana pembelajaran demokrasi yang lebih berkeadaban, ajang penambahan pengetahuan dan wawasan kenegaraan, serta saat untuk menjalin silaturahim dan toleransi antar semua komponen masyarakat yang beragam.
6. Kemerosotan demokrasi lebih banyak disebabkan oleh elite politik dan pendukung fantiknya yang tidak memiliki integritas moral dan hampa budaya. Integritas moral dan berbudaya pada kehidupan demokrasi adalah komitmen dari keutuhan perasaan, pikiran, dan tindakan yang mengutamakan kepentingan rakyat, taat pada hukum, dan menjunjung nilai-nilai etika dan adat istiadat. Pelanggaran integritas moral dan mengabaikan budaya adalah pengkhianatan terhadap nilai-nilai luhur demokrasi yang berkeadaban. Oleh karena itu, hindari dan jauhkan praktek persaingan dan pertarungan dalam pilkada dengan menggunakan cara-cara yang melanggar hukum, tidak etis yang mencederai nilai-nilai demokrasi dan kesantunan (fatsoen), saling menjelekkan dan menjatuhkan lawan politik, menebar politik uang, menghasut, intimidasi, pembohongan publik, serta perilaku buruk lainnya. Apabila prilaku tercela itu dilakukan oleh elit politik, rakyat sudah barang tentu akan melawan dan meninggalkannya.
7. Anggaran untuk pilkada itu sangat besar yang diambil dari APBD yang nota bene adalah uang rakyat. Namun sungguh tidak masuk akal biaya politik yang harus dikeluarkan oleh bagi para bakal calon begitu besarnya, sehingga jumlah pembiayaan pemilu menjadi fantastis dan tidak efisien. Akibatnya sering terjadi praktek penyalahgunaan uang negara, atau bahkan hasil korupsi, nakoba, illegal logging, suap dan gratifikasi, uang palsu dan uang haram lainnya. Untuk itu, jalankanlah pilkada ini dengan benar-benar efisien dan jangan bergantung kepada "investor politik" yang kelak akan menjebak dan menyandera calon yang terpilih untuk balas budi.
8. Bagi rakyat pemilih sambutlah "pesta" demokrasi ini dengan antusias, penuh semangat, dan kecerdasan dalam menetukan pilihan. Jauhi sikap bahwa dalam pilkada itu harus karaos, kahartos, aya artos, yang tentunya sudah dikualifikasi sebagi perbuatan pelanggaran hukum. Tentukan sikap dasar bahwa dalam menentukan pilihan itu hanya berdasarkan pada pertimbangan yang rasional yaitu karena kualitas calon, kekuatan visi misi dan program, dan partai pengusungnya.
9. Kepada pemenang nanti jagalah amanah, dan bagi yang tidak terpilih jagalah amarah. Apabila ada sengketa selesaikanlah melalui jalur hukum yang tersedia, jangan dengan cara main hakim sendiri apalagi menggunakan kekerasan sebagai jalan pemecahan masalah. Jalankan dan fungsikan budaya silih asah, silih asih, silih asuh sebagai pegangan bersama.
10. Laksanakan tugas demokrasi dalam penyelenggaran pilkada secara elegan, bermartabat, dan terhormat. Jangan sampai terbersit pemikiran atau niat untuk memperkaya diri dengan jalan mengambil hak rakyat. Tidak patut kiranya apabila dalam perhelatan demkokrasi di Jawa Barat sekarang maupun yang akan datang dilakukan dengan menghalalkan segala cara. Jangan sampai rakyat membenci parpol, dan lebih tragisnya lagi membenci demokrasi yang berkeadaban. Apabila ini terjadi maka inilah yang disebut sebagai bencana peradaban (civilize dissaster).