Untuk mengatasi hal ini, maka kewajiban pemerintah untuk membantu para petani lada Indonesia, haruslah ditunaikan. Tentunya  lewat Kementerian Pertanian dan semua pihak yang terkait. Pupuk dengan harga yang terjangkau harus diadakan dan disalurkan secara merata sesuai kebutuhan petani. Bibit lada  varietas-varietas yang lebih unggul harus juga disediakan.Â
Kita tidak lagi bisa mengandalkan varietas-varietas tradisional seperti petaling, Â bengkayang, natar1, natar 2, LDK, LDB, chunuk dan kerabat-kerabatnya yang sederajat.Â
Petani lada kita butuh varietas baru yang produksinya lebih tinggi semisal lada lanjak/panniyur-1/panniyur 2 yang tandan buahnya lebih panjang, lada ceylon yang tak berhenti berbuah, pepper thekkan yang tandan buahnya bercabang-cabang dan lada viet yang potensi  produksi lada putihnya mencapai 11 ton perhektar pertahun tadi.
Petugas pertanian ini juga harus dibekali dengan ilmu yang cukup sesuai dengan bidangnya, agar ketika petani bertanya tentang solusi bagi masalah pertanaman lada yang mereka hadapi, tidak ada lagi jawaban klise "Maaf, saya hanya tahu tentang budidaya padi."
Penulis yang pernah melakukan pengumpulan data lapangan kepada para petani lada di Pulau Bangka, menemukan bahwa serangan penyakit kuning dan penyakit busuk pangkal batang adalah momok paling menakutkan bagi para petani lada di sana, sementara mereka tidak tahu bagaimana cara penangannnya. Padahal Bangka adalah salah satu sentra penghasil lada di Indonesia.Â
Miris memang, jika dulunya petani lada Thailand dan Vietnam datang belajar ke Indonesia untuk memahami pertanaman lada, kini malah petani kita yang dipecundangi mereka.Â
Hal ini bisa terjadi antara lain karena pemerintah Indonesia kurang baik dalam memenuhi  kewajibannya untuk mendukung dan mendampingi para petani secara lestari.
Sampai kapan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H