Pohon aren disadap dua kali sehari, yakni pada pagi dan sore hari. Nira hasil sadapan yang diambil pada pagi hari hasilnya lebih banyak dari pada nira hasil panen sore hari. Jika satu pohon aren misalnya dalam satu hari menghasilkan sepuluh liter nira, maka panen pagi akan berisi sekitar tujuh liter, sedangkan panen sore akan berisi tiga liter nira. Hal ini terjadi karena dalam cuaca dingin di tengah malam sampai subuh hari, air nira mengalir lebih deras. Sifat pohon aren ini juga yang membuat aren yang ditanam di ketinggian di atas 800 meter dari permukaan laut, akan menghasilkan nira yang lebih banyak dari pada yang dihasilkan oleh pohon aren yang ditanam di dataran rendah. Aren dataran rendah rerata menghasilkan nira dua belas liter perhari, sedangkan yang di dataran tinggi, bisa sekitar dua puluh liter per hari.
Jumlah nira juga sangat bergantung pada kesuburan tanah dan perawatan. Pengalaman menunjukkan bahwa pohon aren yang dipupuk, disiram di musim kemarau dan dikendalikan gulmanya, maka hasilnya akan jauh lebih baik. Namun begitu, dalam hal rendemen atau presentase kandungan penting terlarut (kadar gula), nira dataran rendah lebih unggul. Selain ketinggian, curah hujan juga mempengaruhi rendemen. Dapat ditebak, di musim penghujan, rendemen nira akan lebih rendah dibanding rendemen nira aren di musim kemarau. Di tempat penulis, di Batu Bara, Sumut, saat kemarau, satu kilogram gula aren berasal dari 5-6 liter nira. Di musim hujan maka angkanya menjadi 7-8 liter.
Nira aren juga mudah menjadi masam. Karena zat gula yang terkandung mudah terfermentasi oleh bakteri. Jika nira sudah masam, maka gula yang dihasilkan nantinya juga akan berasa asam. Cara paling mudah untuk menunda pemasaman nira aren adalah sebagai berikut : Cincang seperti keripik 1 kg kayu nangka. Rendam dalam air masak 1 liter. Biarkan 3 hari. Setelah air berwarna kecoklatan, masukkan airnya sebanyak 200 cc ke dalam setiap jerigen penampung nira di pohon. Nira akan bertahan sampai dipanen. Jumlah 200 cc itu adalah untuk satu pohon aren yang ditaksir akan menghasilkan nira antara 5-10 liter. Jika hasilnya 15 liter, maka berikan 300 cc. Jika air pada cincangan kayu sudah habis, masih bisa ditambah air sebanyak dua kali lagi. Jadi, satu cincangan kayu nangka dapat direndam sebanyak 3 kali. Selain kayu nangka, orang juga menggunakan kayu cempedak, parutan buah nangka/cempedak muda, tumbukan daun nangka/cempedak, potongan sabut kelapa yang masih basah, kapur sirih, dan lain-lain.
Air nira yang sudah dibawa ke tempat pemasakan, akan langsung dimasak. Jika jumlah nira sudah cukup satu wajan/kancah/wadah pemasakan, maka nira akan dimasak hingga menjadi gula. Lama pemasakan sekitar 4-5 jam, tergantung bentuk tungku, bentuk wadah masak dan besarnya api. Tungku sebaiknya dibuat dengan bentuk standar tungku hemat bahan bakar, wadah masak pilih yang permukaannya paling luas, dan kayu api harus kering agar api mudah membesar. Selain kayu api, bisa dipakai sekam padi dan tandan kosong sawit. Jika jumlah nira belum cukup satu wajan, maka nira hasil sadapan sore hari dipanaskan hingga mendidih, lalu kayu api ditarik, api pun padam. Nira yang sudah dipanaskan ini akan dimasak dengan nira hasil sadapan esok paginya.
Nira aren dimasak dengan api yang sedang saja besarnya, sambil sesekali diaduk. Buang buih yang keluar saat nira sudah mendidih. Membuang buih ini akan membuat gula bisa keras saat dicetak nantinya. Selain itu, pembuangan buih juga akan membuat gula warnanya tidak menghitam.
Untuk mencegah meluapnya buih nira saat dimasak, taburkan 2 butir daging buah kemiri yang sudah dihaluskan untuk tiap wajan. Kalau tidak ada, bisa pakai 2 sendok minyak kelapa. Bersihkan (cuci dengan air bersih) cetakan dan papan alas cetakannya. Atur cetakan (bisa dari bambu atau batok kelapa) di atas papan alas. Jika cetakan terbuat dari batok (tempurung) kelapa, maka batok harus ditelangkupkan dulu agar air sisa pencucinya turun.
Cara menguji apakah nira sudah bisa naik ke cetakan : Larutkan sekitar 1 cc air nira yang dimasak itu ke dalam air bersih dingin. Jika air nira langsung membeku, maka berarti masakan nira sudah siap naik cetakan. Jangan memaksa mencetak nira yang belum cukup tua masakannya. Hal ini bisa menyebabkan gula aren nantinya akan mudah berjamur. Gula aren yang sudah membeku dibiarkan satu malam, baru dibungkus. Membungkus gula saat masih hangat akan membuat gula melengas/basah dan juga mudah berjamur. Perajin gula rakyat biasanya membungkus gula aren dengan kresek daun pisang, upih pinang, daun jati, dan perangkat alami lainnya. Perajin yang lebih modern akan membungkus gulanya dengan plastik bertuliskan nama usaha/merk.
Demikianlah cara memasak nira aren kami uraikan. Janganlah merusak citra gula aren kita dengan cara mengoplosnya dengan gula pasir atau molase. Tak perlu juga menambahkan penguat rasa manis (siklamat). Cita rasa gula ren yang khas dan alami adalah hal yang membuat gula aren punya tempat tersendiri di hati para peminat.
Cara membedakan gula aren asli dengan yang dioplos gula pasir/molase. Cium gula itu. Jika ada bau khas tebu, maka itu adalah gula aren oplosan. Umumnya, harganya juga lebih murah. Gula aren asli saat ini dijual seharga Rp.20.000/kg (Sumut), dan Rp.25.000/kg (Riau/Jambi/Pelembang/Bangka Belitung). Sementara gula aren oplosan dijual pada kisaran harga 14.000-18.000/kg. Harga adalah di tingkat perajin/produsen.
Jika ada yang kurang jelas, silahkan konsultasi gratis di nomor hp 0813 7000 8997. Pada jam 20.00-23.00 WIB.
Salam tani sejahtera!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H