Mohon tunggu...
Bang Pilot
Bang Pilot Mohon Tunggu... Konsultan - Petani, penangkar benih tanaman, konsultan pertanian.

Nama asli : Muhammad Isnaini. Tinggal di Batu Bara, Sumut. Hp/wa.0813 7000 8997. Petani dan penangkar bibit tanaman. Juga menjadi konsultan pertanian lahan gambut. Pemilik blog : http://bibitsawitkaret.blogspot.com/ . Menulis apa saja yang bisa bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perkosaan Massal di Lembaga Pemasyarakatan Bagian 2 (habis)

1 Februari 2014   20:56 Diperbarui: 1 Juli 2017   05:34 56228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para napi mengamuk. Sipir lari. Penjara dibakar. Api membubung. Asap pedih menyesakkan dada. Rasa panas makin menjadi-jadi. Seketika penjara kelas IIB itu berubah menjadi neraka.

***

Enam belas napi telah berhasil lolos. Mereka berlarian mengarungi semak belukar yang becek karena merupakan tanah rawa. Polisi berulang kali menembakkan pistolnya ke udara. Namun siapa peduli! Saat emosi sudah mencapai ubun-ubun, nyawa pun tak lagi dipedulikan.

Belasan napi lain kembali memanjat dinding. Menggunakan peralatan apa saja. Saling bahu membahu meloloskan diri. Mirip seperti panjat pinang waktu tujuh belasan.

Kali ini polisi tak berlaku ayal. Granat gas air mata diluncurkan. Jatuh tepat di dekat tangga manusia yang tengah bersusun tinggi. Segera saja susunan manusia bubar. Sebagian jatuh terjengkang. Manusia-manusia tersesat terbatuk-batuk sambil menangis. Meraba-raba dalam kebutaan. Sementara api makin besar berkobar. Kegaduhan makin membahana.

Sebagian besar napi yang terkena gas air mata berlarian menuju bak air. Mencuci mata yang panas pedih dan wajah yang mulai membengkak. Sebagian lagi yang berstamina rendah dan berbadan ceking, mulai jatuh pingsan. Aku membantu menepikan mereka yang pingsan, takut terinjak-injak napi lain yang panik.

Tiba-tiba terdengar jeritan-jeritan histeris dari arah blok W. Blok W adalah wilayah khusus yang diperuntukkan bagi napi wanita. Ada sekitar 50 an perempuan terpenjara di sana. Ruang blok W dibatasi oleh tembok yang tinggi. Hingga terpisah total dari ruang untuk napi pria. Hanya napi pria pilihan yang bisa terkadang ke sana. Itu pun di bawah pengawasan ketat para sipir. Umumnya kami ke sana jika ada sarana yang harus diperbaiki.

Aku beberapa kali melintas di depan blok W. Yang membuatku terkaget adalah adanya seorang gadis kecil umur 13 atau 14 tahun yang juga mendekam di sana. Kasusnya pencurian. Gadis mungil berkulit putih ini sebenarnya cukup cantik, hanya kini ia kumal dan tak terurus.

Gadis-gadis lain yang cantik dan bohai juga ada. Umumnya mereka kena kasus narkoba. Beberapa karena ketahuan menggugurkan kandungan. Ibu setengah baya yang membunuh suaminya sendiri, juga ada.

Aku tercekat. Kiranya api sudah mulai merambah perkayuan atap sel-sel di blok W. Sementara itu pintu utama blok W masih terkunci. Jeritan histeris para napi wanita makin menjadi. Seolah kematian sudah pasti menjemput. Mati dengan cara terpanggang hidup-hidup. Beramai-ramai pula.

Aku dan beberapa napi pria menyeberang ke blok W. Melewati depan Kantor Kepala LP yang sedang marak dilalap si jago merah. Lalu menaiki tangga beton setinggi tiga meter. Di situ, sejenak aku melihat kearah barisan pak polisi. Berharap mereka segera masuk dan mengamankan situasi.

Namun rupanya polisi juga belum berani masuk. Jumlah mereka yang cuma belasan orang mungkin belum setimpal untuk mengamankan amuk seribuan napi.

Segera ku turuni anak tangga, lalu memutar ke kiri. Sampai juga di depan gerbang blok W yang masih terkunci gembok besar. Para napi wanita sudah bersusun di depan gerbang, ingin melarikan diri keluar blok. Api mulai berjatuhan di belakang mereka.

Tangis dan jeritan memekakkan telinga. Ada juga yang pingsan digotongan kawannya.

Beberapa yang lain sibuk memanggil-manggil nama Tuhan. Berharap keajaiban terjadi.

Aku berfikir dua jenak. “Dengan apa aku harus membuka gembok besar ini?”, tanyaku dalam hati. Beberapa napi pria lain yang juga sudah sampai, sama bingungnya dengan aku. Untuk merobohkannya jelas belum mungkin, karena jumlah kami cuma baru belasan orang. Lagi pula kelihatannya gerbang ini lebih kokoh dari pada 3 gerbang yang tadi telah dirobohkan. Mungkin sengaja dibuat kokoh karena gerbang ini cuma satu.

Angin tiba-tiba bertiup kencang. Asap panas datang menyeruak. Aku menghindar ke belakang sambil mencari sesuatu yang mungkin bisa dipakai untuk membuka gembok sialan itu. Akhirnya aku mendapatkan sebuah batu padas persegi yang cukup keras.

Kuraih padas itu, dan begitu asap berkurang, segera kuhantamkan sekuat tenaga ke arah gembok pintu penjara itu. Pada hantaman ketiga, gembok pun menyerah.

Para napi wanita segera berhamburan ke luar. Melewati tangga beton lalu menuju depan Kantor Kepala LP yang kini sudah berwarna kehitaman bekas dijilat api.

Sesampai di dekat gerbang satu, napi wanita ini disambut dengan perang intifada. Para napi melemparkan batu ke arah polisi, sementara polisi membalas dengan granat gas air mata. Gas air mata yang bercampur dengan asap api mengepul tebal, membuat napi wanita kesulitan untuk lewat.

Tiba-tiba terdengar bunyi letupan dahsyat dari arah dapur umum. Tabung gas 12 kg yang terpanggang api meledak. Api makin membesar, nyaris semua blok kini sudah terbakar.

Hanya beberapa bangunan yang terpisah dari bangunan utama yang masih utuh. Termasuk kamarku.

Aku berusaha menenangkan napi wanita yang kebingungan mau ke mana. Maklum, mereka tak pernah melihat suasana sel napi pria dan lorong-lorongnya.

“Udah, tahan nafas dan sipitkan mata! Maju lalu belok kiri ke lorong besar! Ikuti aku !”, aku berteriak mengkomandoi.

Secepatnya aku berlari menuju tempat yang aman, yaitu ke lapangan dekat sumber air. Para napi wanita mengikuti. Namun tak semua bisa menahan nafas. Mereka terbatuk-batuk dengan mata pedih perih. Untunglah semuanya selamat sampai ke dekat kran air utama. Aku menyuruh mereka mencuci muka dengan air mengalir. Nasib baik tangki air sedang terisi penuh.

Dalam kelelahan yang menggigit, aku berusaha mencari si gadis kecil yang dulu pernah kulihat. Ia kutemukan sedang duduk mengelesot di lantai dekat tower tangki air. Aku bertambah kasihan pada gadis kecil ini. Segera kutarik tangannya menuju kamarku. Mungkin di sana ia akan lebih selamat.

Sampai di kamar, aku memberinya beberapa keping biskuit yang masih tersisa. Ia cepat mengunyahnya pertanda lapar. Lalu kusodorkan segelas air putih.

“Siapa namamu?”, tanyaku padanya.

“Namaku Dian, makasih ya Bang!”, ia menjawab sambil meneruskan mengunyah biskuit keping terakhir.

“Zai, jaga Dian ya”, pesanku pada Zainuddin. Aku lalu keluar melihat keadaan.

Sampai di lapangan, aku terkejut karena tak lagi mendapatkan rombongan napi wanita.

Yang ada hanya kelompok-kelompok napi pria yang bersorak mengelilingi sesuatu.

Aku mendekat.

Gila! Gila!

Ternyata ratusan napi pria sedang memperkosa kelima puluh napi wanita!

Ada yang digilir sampai tujuh delapan pria. Ada yang sampai pingsan masih terus diperkosa. Ada yang menjerit-jerit. Ada yang cuma menjerit pelan.

Ada pula yang sepertinya menikmati hal itu. Bahkan ada juga napi wanita yang mengambil posisi aktif di atas. Tambah gila!... Mungkin mereka yang ini, adalah bekas pelacur yang tersangkut masalah narkoba. Napi wanita yang sudah lama horny tak tersalurkan.

Aku lunglai melangkah pulang. Kepalaku berkunang menahan sebuah kejujuran yang mendesakku sebagai laki-laki normal. Namun aku masih waras. “Aku adalah lelaki sejati!”, rutukku dalam hati.

Sampai di kamarku keseharian, sebuah pemandangan lebih mengejutkan membuat aku shock setengah hidup.Di sana, di atas dipan yang kutiduri tiap hari, Dian dan Zai sedang asyik masyuk melakukan hubungan seks terlarang. Cekikikan sambil menunggang kuda liar. Pakai acara doggy style lagi.

Bangsat kalian semua !!!!

Manusia terkutuk !!!............

Tammat.

***

Fiksi atau kisah nyata?

Keduanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun