Dewasa ini, pembukaan perkebunan kelapa sawit sudah banyak dilakukan orang di Indonesia. Kelapa sawit menjadi komoditi pilihan karena ia relatif mudah dibudidayakan dan dapat tumbuh nyaris di segala macam lahan. Mulai dari lahan pasang surut di tepian pantai sampai ke dataran tinggi di pegunungan, tanaman kelapa sawit tetap setia memberikan hasil yang cukup memuaskan bagi petani pembudidayanya.
Namun, budidaya kelapa sawit ini bukanlah tanpa kendala. Terutama bagi petani yang membuka perkebunan yang jauh dari pabrikan pengolah tandan buah segar (TBS). TBS adalah hasil panen perkebunan sawit.
Seringkali TBS sampai di pabrik kelapa sawit (PKS) sudah dalam keadaan tidak segar, hingga harganya sudah terjun bebas. TBS yang sudah lebih dari 2x24 jam dipanen, akan memberikan hasil akhir berupa CPO yang mengandung kadar asam yang tinggi. CPO dengan kadar asam tinggi ini tidak baik lagi jika diolah untuk bahan baku pangan. Tetapi masih bisa diolah untuk bahan baku biodiesel alias biosolar. Namun, adalah tak setara jika menyamakan harga jual biosolar (subsidi) dengan minyak makan, misalnya. Biosolar subsidi harganya jauh lebih murah bila dibandingkan dengan harga minyak makan, mentega, TBM, BOS, dan lain-lain produk akhir dari TBS.
Kendala pemasaran TBS makin parah saat panen raya, dimana PKS besar sudah nyaris tak membeli TBS dari luar lagi, karena kapasitas olah PKS itu yang hanya mampu menampung TBS hasil perkebunan mereka sendiri. Sebagai catatan, semua pemilik PKS wajib memiliki perkebunan sendiri saat akan mengajukan izin mendirikan pabrik kelapa sawit.
Dan, jika masa panen raya terjadi di musim hujan, alamatlah harga TBS petani akan dihargai makin murah, mengingat biaya trasportasi yang meninggi akibat sulitnya akses jalan. Belum lagi ditambah percepatan membusuknya TBS karena tingginya kadar air dan tingginya kelembaban udara.
Solusi terbaik yang bisa dihadirkan untuk masalah ini adalah dengan membangun sendiri PKS mini. Sebuah pabrik kelapa sawit akan dikategorikan sebagai PKS mini bila daya olahnya (kapasitas) di bawah 10 ton TBS per jam. Ada pun PKS yang mampu mengolah TBSantara 10-30 ton perjam, maka sudah dikategorikan sebagai PKS medium.
Sebagai petunjuk awal, dan ini yang paling utama, PKS mini akan potensialdibangun di suatu daerah, bila ongkos angkut TBS dari lahan petani ke tempat penjualan (PKS besar) di atas Rp.50/kg. PKS mini tidak menguntungkan bila dibangun di daerah yang ongkos angkutnya di bawah Rp.50/kg. Hal ini mengingat modal awal membangun sebuah PKS mini tidaklah murah. Namun akan lain ceritanya jika petani memang benar-benar kesulitan memasarkan TBS mereka.
Meski pun pembangunan dan pengusahaan PKS mini tidaklah terlalu menguntungkan, tetapi adanya jaminan penerimaan TBS yang dihasilkan, itu sudah cukup membantu petani.
Apa sebab PKS mini kurang menguntungkan? Secara umum, penyebabnya ada empat :
1.TBS mentah, menyebabkan rendemen rendah. Petani terkadang tidak sabar menunggu kematangan puncak TBS, yang ditandai dengan sudah jatuhnya berondolan sebanyak 6-10 butir pertandannya. Atau bisa juga karena karyawan bagian seleksi TBS main mata dengan penjual TBS.
2.Manajemen yang buruk. Pembukuan yang tak rapi dan pengaturan keuangan yang amburadul adalah penyebab banyaknya PKS mini gulung tikar. Ini biasanya terjadi jika pimpinan PKS mini diserahkan kepada oknum yang kurang bertanggung jawab.
3.Kurangnya pasokan TBS.
4.Lalainya pekerja dan/atau mandor hingga terjadi kerusakan mesin yang belum waktunya.
Baiklah, sekarang mari kita simak apa saja mesin-mesin yang dibutuhkan untuk membangun satu unit PKS mini. Di sini kita ambil contoh PKS mini dengan kapasitas olah 1 ton TBS/jam, masa kerja 21-22 jam/hari.
1. Â Satu unit boiler kapasitas 600 kg uap/jam.
2. Â Satu unit sterilizer kapasitas 1 ton tandan buah segar (TBS) per jam.
3. Â Satu unit mesin penebah /threser.
4. Â Satu unit Fruit elevator.
5. Â Satu unit digester.
6. Â satu unit screw press mini kapasitas 1 ton TBS/jam.
7. Â Satu unit sand trap (pemisah pasir).
8. Â Satu unit Vibrating Screen.
9. Â Satu unit crude oil tank c/w pump (pompa CPO).
10. Satu unit tangki klarifikasi.