Ungkapan “Hormatilah orang yang TIDAK berpuasa” mestinya datang dari dan ditujukan kepada orang yang BERPUASA. Bukan diminta oleh orang yang tidak berpuasa. Sikap hormat itu hadir dari kesadaran diri sendiri dan sikap empati kepada sahabatnya yang tidak berpuasa. Mereka menyadari bahwa sahabatnya itu membutuhkan makan siang seperti biasa. Mungkin mereka akan kesulitan kalau semua rumah makan pada tutup di siang hari ramadhan.
Tidak baiklah kalau menganggap orang yang tidak berpuasa sengaja memprovokasi dengan berjualan atau makan secara terang-terangan. Mari berprasangka baik bahwa ia melakukan hal tersebut hanya sebatas memenuhi kebutuhannya saja.
Sebaliknya, ungkapan “Hormatilah orang yang BERPUASA” mestinya datang dari dan ditujukan kepada orang yang TIDAK berpuasa. Mereka menyadari bahwa banyak diantara sahabatnya yang sedang berpuasa. Ia berempati kepada sahabatnya dengan tidak makan di sembarang tempat, ia tutupi makanan-makanan yang tersaji di rumah makannya agar tidak terlihat, dsb. Hal ini juga datang dari kesadaran pribadi, bukan karena diminta oleh orang yang berpuasa.
Terlalu kecillah menganggap sahabatmu yang BERPUASA mudah tergoda melihat makanan, gila dihormati, memaksakan kehendak, tidak toleran, dsb. Tapi karena kau sahabatnya, maka sikap menghargai dan menghormati itu seharusnya datang dari dirimu.
Tidak ada yang bisa memaksakan kehendaknya untuk dihormati, karena sejatinya sikap hormat itu diberikan, bukan diminta. Ia diberikan oleh orang-orang yang berjiwa besar kepada orang-orang yang berjiwa besar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H