[caption id="attachment_196813" align="aligncenter" width="300" caption="http://www.sripoku.com/foto/berita/2009/8/1/1-8-2009-pubseArahKiblat.jpg"][/caption] Kiblat umat Islam Indonesia ke Kenya", itulah headline surat kabar 'Al-sharq al-awshat' yang terbit hari ini di London, 17 Juli 2010. Tentu saja berita tersebut ada sangkut pautnya dengan ramainya soal arah kiblat yang bergulir baru-baru ini di Jakarta. Jadi selama ini kita shalat bukannya menghadap Ka'bah di Makkah, tapi menghadap macan-macam hewan dan binatang buas lainnya di Taman Safari Kenya. Namun, yang dibahas oleh surat kabar tersebut adalah bagaimana status shalat umat Islam Indonesia yang selama ini sudah dilaksanakan ratusan tahun itu. Apakah sah atau harus mengqadha (mengulang lagi)?? Menurut Prof. Dr. Abdul Mu'thi Bayumi mantan Dekan Fakultas Ushuluddin Univesitas Al-Azhar mengatakan bahwa mereka tidak perlu mengqadha (mengulang lagi.....alhamdulillah) dan salat mereka yang dulu itu sah hukumnya berdasarkan firman Allah , 'wamaa kaanallahu liyudhia iimanakum'. Juga tidak perlu menghancurkan masjid, namun cukup merubah arah kiblat saja dengan memiringkan barisan shaf dan mimbar.  Namun Prof. Dr. Thaha Abu Krisyah, mantan Wakil Rektor Universitas Al-Azhar meragukan salah kiblat tersebut. Dirinya dalam kunjungan ke Indonesia beberapa kali melakukan shalat disana dan kiblatnya benar. Andaikan setelah meneliti dan mengadakan riset bahwa arah kiblat yang selama ini digunakan ternyata salah, maka tinggal mengubahnya saja ke arah kiblat yang benar dan tepat. Dan status shalat mereka selama ini juga sah. Seperti orang yang salat namun tidak tahu arah kiblat ketika kemudian dia diberitahu arah kiblat yang sebenarnya, shalatnya pun sah. Tapi lain pendapat ulama yang lain. Prof. Dr. Muhamad Ra'fat Usman, guru besar Fikih Universitas Al-Azhar berpendapat bahwa mereka (umat Islam Indonesia) harus mengqadha (mengulang lagi shalatnya...waduh...capek dong..udah ribuan rakaat, dan gimana caranya...). Pendapatnya tersebut berdasarkan kaidah Ushul Fikih yang berbunyi, 'Laa ibrah bi al-Zhann al-bayyin Khatha'uh"; dan mengubah arah kiblat yang betul. Begitu juga pendapat Prof. Dr. Adil Abd. Syukur dari Kementerian Wakaf Mesir, apabila diketahui arah kiblat baru yang tepat, maka harus mengikuti arah kiblat tersebut. Namun, kesalahan kiblat yang selama ini terjadi, diharuskan mengqadha setiap selesai shalat fardhu, dan begitu seterusnya. Jadi double melaksanakan shalat. Satu untuk Shalat fardhu dan satunya lagi untuk mengqadha. Dr. Syukur juga mengingatkan agar jangan menganggap remeh soal arah kiblat, apalagi di zaman kemajuan ilmu pengetahuan ini yang sangat mudah menentukan yang hanya cuman arah kiblat doang. Salam,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H