Mohon tunggu...
Bang Nasr
Bang Nasr Mohon Tunggu... Dosen - Nasruddin Latief

Bangnasr. Masih belajar pada kehidupan, dan memungut hikmah yang berserakan. Mantan TKI. Ikut kompasiana ingin 'silaturahim' dengan sesama.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Keadilan Tuhan atau Kemahakuasaan Tuhan ?

2 Mei 2010   11:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:27 1630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

  [caption id="attachment_131465" align="aligncenter" width="300" caption="Dunduh dari (http://indonesianredcrescent.files.wordpress.com/2009/12/timbangan1.jpg)"][/caption]   Sebagai mahasiswa jalanan, maksudnya saya yang cuma mahasiswa alam semesta, yang belajar dari fenomena alam, bila mencermati apa yang terjadi didepan mata kita dalam kehidupan sehar-hari, baik di dunia media berita yang penuh gemuruh berita-berita korupsi, penyimpangan dll, maupun dunia Kompasiana, terutama yang tukang ejek dan menjelek-jelekan pihak dan juga agama lain, dll, nampaknya ada dua teologi yang melarbelakangi pemahaman dan juga tindakan tersebut. Yang saya maksud, barangkali, adanya kenyataan teologis yang dianut oleh masyarakat Indonesia, Muslim terutama, tentang konsep 'Kemahakuasaan' Tuhan. Ada terjadi distorsi terhadap makna kemahakuasaan Tuhan. Tuhan itu Maha Kuasa sehingga orang yang salah dimaafkan selama dia bertobat. Tobat seseorang itu diterima Tuhan selama sebelum kerongkongannya masuk sakratul maut; Tuhan mengampuni dosa seseorang walaupun sebanyak pasir di lautan; Tuhan akan memasukkan seseorang ke surga walaupun dia seorang pelacur dengan hanya berbuat baik sama anjing yang kehausan di tengah padang pasir; dsb, contoh-contoh yang terlalu banyak yang saya sebutkan dalam tulisan ini. Teologi semacam ini yang saya kira membuat para koruptor, perampok uang rakyat dan negara, dsb, berani berbuat curang, toh Tuhan akan memaafkan kalau benar-benar tobat; toh Tuhan memasukkan seseorang ke surga cuma gara-gara kasih minum anjing yang kehausan, bahkan seorang pelacur lagi. Saya kan bisa bertobat dan di depan Ka'bah lagi, lebih hebat dari pelacur tadi; saya juga bisa membangun masjid megah; saya juga membuat sekolah dan yayasan yang lebih besar; dll, yang terlalu banyak saya contohkan alasan-alasan lainnya. Tapi, di lain pihak ada teologi yang lebih mengedepankan aspek 'KEADILAN' Tuhan, yang sebenarnya lebih kontekstual pada zaman ambruadul ini. Tuhan itu Maha Adil, maka sekecil apapun perbuatan korupsi, penyimpangan, kolusi, KKN, dsb, akan merasakan 'pedihnya' siksa neraka nanti di kehidupan hakiki (Akherat), sebelumnya juga harus merasakan 'siksa'nya di dunia, berupa dipermalukan dengan hukuman penjara, masyarakat, dsb. Bila, bangsa Indonesia memberlakukan - mengimpelementasikan - aspek teologi 'KEADILAN" Tuhan, bukan aspek 'KEMAHAKUASAAN' Tuhan, bisa jadi akan lebih sedikit orang yang berbuat penyimpangan, korupsi, dsb, walau hal itu tetap saja ada, namun orang yang melakukan hal tersebut bisa dikatakan 'hewan', bukan manusia lagi perangainya sebagaimana difirmankan dalam Al-Qur'an. Tuhan itu adil, dan berdasarkan kedilan itu orang yang menyimpang, korup, maling, dll, mendapat siska dunia-akherat. Bila dihapuskan dosanya begitu saja, enak tenan dong....bisa-bisa koruptor semakin merajalela saja. Jadi, pilihlah aspek 'KEADILAN' Tuhan dalam teologi kehidupan kita sehingga jiwa kita menjadi lebih takut kepada sikap 'apapun kejahatan yang kita lakukan akan mendapatkan ganjaran buruknya', karena itu adalah berkat keadilan. Bukan mengedepankan aspek teologi 'KEMAHAKUASAAN' Tuhan, - walaupun sebenarnya Tuhan itu Maha Kuasa - karena lebih menggampangkan penyimpangan dan dosa yang kita perbuat, toh Tuhan itu Maha Kuasa memasukkan orang yang bergelimang dosa masuk surga, dsb. Diantara para Kompasianer yang pernah bergelimang 'dosa' - dan akhirnya mengakui dosanya tersebut - seperi Rinaldi Adakadabra, yang sudah meminta maaf - apakah keadilan tidak berlaku - enak bener dong, setelah mengobrak-abrik kesana kemari, tiba-tiba terhapus dosanya begitu saja, - pasti kita menuntut juga keadilan Tuhan. Sama juga dengan  tuntutan yang sama pada koruptor, - enak banget, elu ngemplang duit rakyat - tiba-tiba hanya cukup minta maaf, mana 'keadilan' Tuhan dong. Oleh karena itu, jangan mau enaknya doang, giliran sama orang lain kita menerapkan 'Keadilan Tuahn', menuntut 'keadilan', tapi  ketika sama diri sendiri kita terapkan 'Kemahakuasaan Tuhan'. mau enak sendiri dong....gak adil...hahahaaaaa... Mari....kita rubah paradigma kehidupan ber-Tuhan kita, menjadi teologi 'KEADILAN TUHAN'. tautan:  http://new-media.kompasiana.com/2010/04/20/pernyataan-maaf-terbuka-rinaldi-abrakadabra/ salam, peace, syaloom

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun