Mohon tunggu...
Bang Nasr
Bang Nasr Mohon Tunggu... Dosen - Nasruddin Latief

Bangnasr. Masih belajar pada kehidupan, dan memungut hikmah yang berserakan. Mantan TKI. Ikut kompasiana ingin 'silaturahim' dengan sesama.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Soal Gayus: Ingat Peristiwa...!!!

27 Maret 2010   12:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:09 845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

  [caption id="attachment_103803" align="alignleft" width="150" caption="Rumah PNS Gol. IIIA (Dari Gaji..??? Mustahill...)"][/caption] Berita hebohnya Gayus Tambunan yang punya rekening rp. 25 miliar, padahal cuma PNS golongan IIIA, dengan gaji Rp. 12.1 juta perbulan.  Bahkan gaji dia yang besar itu, saya tanyakan sama PNS dari departemen lain yang dari bagian keuangan, dia menggeleng-gelengkan kepala. Gak percaya, kalau golongan III A punya gaji dan tunjangan sebesar itu. Saya percaya orang itu, karena kejujurannya. Bahkan dia bilang, ayahnya yang juga PNS tidak mampu tinggal di Jakarta dan semua keluarganya dipulangkan ke Tasikmalaya, hanya 3 bulan sekali nengok keluarga disana. Ok...anggap saja gaji GT sebesar itu benar, walau banyak yang tidak percaya, termasuk saya tentunya, dan juga sebagian Kompasianer. Tapi bukan soal itu yang ingin saya ceritakan...??? Pada sekitar dekade 80an disamping rumah orang tua saya ada seorang suami-istri dengan satu anak yang mengontrak rumah petak sangat-sangat sederhana. Rumah itu juga sempit, jelek dan mengenaskan. Si Suami orangnya kurus, kerempeng, ceking dan jelek. Istrinya, ndeso walau agak cantik. Sebut aja dia Mas Pulan dan Mbak Pulanah. Dengan vespa butut setiap hari dia kuliah dan kondisi ekonominya sangat memelaskan. Tiba-tiba dia keluar dari kontrakan dan pindah ke tempat lain. Katanya diterima kerja di kantor pajak Tg. Priok. Itu sepenggal berita yang beredar diantara tetangga. Setahun kemudian, dia dan istrinya datang ke tempat ngontrak dulu. Tapi, semuanya sudah berubah 160 derajat. Pakai mobil sedan baru, penampilannya gak kerempeng lagi, perlente. Mbak Pulanah, yang tadinya ndeso, ngomongnya sudah tinggi, jaim, dan terkesan 'high'. Saya lihat pakai emas di kakinya (pada saat tahunan itu belum banyak mode dan pakai emas di kaki).  Dia datang mau pinjamin modal kepada tetangganya dulu, tapi dengan sistem 'lintah darat/ijon'. nauzubillah. Saya hanya pantau betapa cepatnya perubahan kehdupannya, dari miskin dan kere, cuma setahun sudah kaya raya, bahkan kelebihan dana. Hanya jadi pagawai rendahan pajak. Dari mana semua itu, kalau bukan dari praktek tidak halal, korupsi, dsb. Mengandalkan gaji PNS, jujur aja, sampe kiamat juga gak bakal punya rumah...seumur hidup ngontrak.... Sangat menyedihkan memang. Lebih menyedihkan lagi, penilaian orang tentang kesuksesan seseorang juga tidak tepat. Bahwa kesuksesan itu dinilai berdasarkan materi dan kekayaan yang dimiliki, tanpa menilai prosesnya, yaitu dari mana kekayaan itu didapat dan diperoleh. Yang pokok adalah 'PROSES'nya. Akibatnya, berapa banyak anak bangsa (Indonesia) yang tidak mau menjalankan proses tadi, karena memakan waktu lama dan capek serta melelahkan. Semuanya ingin potong kompas dan instan. Ingin cepat kaya, tanpa proses bekerja dan usaha ulet. Ya, korupsi tadi, menyimpang, dsb, termasuk merampok, mencuri, memark-up proyek, bahkan bisa juga para pengamen jalanan. Bangsa yang bangkrut adalah bangsa yang tidak melakukan proses panjang akan kesuksesan. Kesuksesan Jepang, Korea dan Cina, Malaysia, Singapore, dsb, bukan sim salabim adabkadabra, kun fayakun, terus puahhhh......berhasil (kaya' main sulap aja). Tapi kesuksesan mereka itu setelah melalui sejarah perjuangan panjang, bersakit-sakit dahulu, dsb. Mari kita rubah paradigma sukses kita dengan sebuah proses perjuangan panjang yang melelahkan, walaupun lelah tapi mendapat ganjaran dari Tuhan. Pasti. Karena Tuah Tidak Buta dan Tidak Tuli. Kesuksesan seperti itu yang sebenarnya dan merupakan kesuksesan dunia-akherat, sebagaimana dibaca sebagai doa sapujagat, 'Yabbanaa aatinaa fiddunya hasanah wafil akhirati hasanah wa qina azbannaar'. Semoga.....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun