Mohon tunggu...
Bang Nasr
Bang Nasr Mohon Tunggu... Dosen - Nasruddin Latief

Bangnasr. Masih belajar pada kehidupan, dan memungut hikmah yang berserakan. Mantan TKI. Ikut kompasiana ingin 'silaturahim' dengan sesama.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dr. K.H. Abdul Muhith: Pencetak 12 Hafiz di Keluarganya

17 Desember 2014   22:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:06 914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

BBM di Hp istri saya tiba-tiba masuk. Ternyata dari keponakannya yang mengabarkan bahwa Dr. K.H. Abdul Muhith Abdul Fattah telah meninggal dunia. BBM itu masuk pada pagi hari, sedangkan beliau meninggal pada malam harinya sekitar pukul 23.00 WIB (2/12/2014) dan  jenazah beliau saat itu sudah diberangkatkan ke Kudus, kota kelahiran beliau. Kami langsung mendoakan semoga arwah beliau diterima disisi Allah swt dan keluarga yang ditinggalkan diberi kesabaran.

Bagi yang mengenal sosok kiayi Muhith, begitu biasanya beliau disapa, pasti mengagumi kesahajaan beliau. Seorang kiayi sepuh namun kharismatik dan tidak menonjolkan diri sebagaimana kebanyakan para kiayi. Sedangkan keilmuwan beliau tidak diragukan lagi. Otoritas keilmuwannya bagaikan lautan luas yang tiada bertepi.

Doktor Lulusan Universitas Madinah Arab Saudi Yang Tidak Jadi Corong Wahabi.

Kiayi Abdul Muhith menamatkan S1, S2 dan S3-nya di Universitas Madinah Munawarah Arab Saudi. Jadi beliau bergelar adalah Dr. K.H. Abdul Muhith Abdul Fattah, Lc., M.A. Lc adalah setara dengan S1 di Indonesia. Beliau adalah sahabat dengan beberapa alumni Madinah University seperti Dr. K.H. Ahsin Sakho Muhammad, Lc., M.A. yang pernah menjabat Rektor IIQ dan juga seorang hafiz (penghafal Al-Qur'an) serta Dewan Juri MTQ Internasional yang sudah sering diminta untuk menjadi juri MTQ di berbagai ajang MTQ Internasional. Kendati beliau berdua merupakan  jebolan Universitas Madinah, namun beliau berdua tetap istiqomah di jalur mazhab Imam Syafii Ahlussunnah wal jamaah. Tidak termakan dan terbuai oleh godaan duit dan fasilitas menjadi corong mazhab Wahabi (Hanbali) seperti kebanyakan ustaz-ustaz yang bergelar Lc yang tidak sedikit menjadi corong Wahabi yang mulutnya loncer hobi dan suka mengkafirkan umat Islam, membid'ahkan dan bahkan memusyrikkan. Silahkan saja buka youtube ceramah-ceramah ustaz-ustaz Lc yang seperti itu. Tapi tidak bagi Kiayi Abdul Muhith maupun Dr. Kiayi Ahsin dan banyak lagi alumni Universitas Arab Saudi yang tetap istiqomah di jalur Mazhab Imam Syafii seperti Prof. Dr.K.H. Said Aqil Siradj, Dr. K.H. Maghfur Usman dan lain sebagainya.

Kiayi Muhith sebenarnya adalah guru istri saya ketika beliau baru  kembali dari Timur Tengah mengajar di Pesantren El-Nur El-Kasyaf Tambun Bekasi pimpinan K.H. M. Dawam Anwar (alm.). Tentu saja beliau banyak meninggalkan murid-murid, baik para santri maupun santriwati. Bahkan istri saya saat itu sebagai Ketua Pengurus Pondok sehingga dia yang senantiasa membukakan pintu gerbang Pessantren Putra pada subuh ketika Kiayi Muhith hendak mengajar.

Kemudian beliau menetap dan mengajar di Pesantren Al-Khalidin Blok A Kebayoran pimpinan K.H. Abdul Hamid, yang juga populer dipanggil Kiayi Hamid Blok A. Kiayi Hamid ini adalah tempatnya Ahli hadits Al-Musnid Sheikh Yasin bin Isa Al-Padani dari Mekkah (alm.) setiap kunjungan ke Jakarta. Beliau tidak pernah mau menginap di hotel. Selalunya menginap di rumah Kiayi Hamid. Biasanya dalam momen kehadiran Sheikh Yasin diundang guru-guru dan alumni Timur Tengah untuk diberikan ijazah dalam hadits tasalsul yang runut dari beliau hingga kepada Rasulullah saw. Saya mempunyai buku sanad beliau (Sheikh Yasin) yang ditulis oleh murid beliau berkebangsaan Syria. Salah seorang putra Kiayi Hamid merupakan juru tulis (warraq) Sheikh Yasin di Makkah.

Ke-12 Putra Putri Beliau Hafiz Al-Qur'an.

Kiayi Abdul Muhith dikaruniai putra-putri cukup banyak dan berkah -insya Allah- yaitu sebanyak 12 orang. Alhamdulillah. Masya Allah, kesemuanya (12 orang) adalah penghafal Al-Qur'an (hafiz). Kebetulan saya mengenal putri sulung beliau yaitu Aminah AM, yang saat saya bertugas di KBRI Triploi sedang menyelesaikan Magisternya di Kulliyah Dirasat Islamiyah Tripoli Libya setelah sebelumnya mendapatkan gelar Lc dari kampus yang sama. Disitulah saya menjadi dekat dengan putri beliau. Bahkan ketika Dr. K.H. Ahsin Sakho Muhammad, Lc., M.A. datang sebagai anggota Dewan Juri MTQ Internasional di Tripoli, beliau harus menemui putri Kiayi Muhith karena jika belum ketemu belum sah seolah-olah. Maka sayapun mengantar beliau di kampus KDI.

Tentu sebagai ulama yang wara', low profile dan tawadhu, beliau tidak membesar-besarkan dan menggembar-gemborkan bahwa putra-putri beliau yang berjumlah 12 orang semuanya hafiz di berbagai media, baik cetak, internet, medsos, dan lain sebagainya, seperti yang sering kita dengar di keluarga hafiz dari kalangan Wahabiyin. Karena memang tidak perlu ekpos dan gembar-gembar karena beliau sangat takut menjadi riya dihadapan Allah SWT, karena riya' (pamer) sesungguhnya adalah syirik kecil sebagaimana disabdakan oleh Baginda Nabi Muhammad saw. (Jadi kelompok yang sering memusyrikkan orang lain gak sadar akan hal ini).

Saya juga sangat mengetahui keadaan ekonomi beliau yang juga sangat bersahaja. Secara materi juga tidak kaya-kaya amat. Namun, beliau istiqomah, tidak menjual agama dan akidah Ahlussunah Wal Jamaah dengan sekelumit materi sebagaimana saat ini dilakukan oleh ustaz-ustaz alumni Arab Saudi yang baru bergelar Lc namun mulut mereka sudah loncer, mengkafirkan, menbid'ahkan dan menyesatkan umat Islam lain, mengatai ulama mujtahid sekaliber Imam Syafii dan lain-lain, namun memuja-miji ulama wahabi. Inilah kenangan berharga kehidupan Kiayi Abdul Muhith yang saya petik pelajaran darinya. Janganlah kita menjual ayat-ayat Tuhan dengan duit seperak dua perak - istilahnya- mengkritik mereka-mereka sehingga menjadi corong wahabi demi mendapatkan uang dan donasi dari para muthawa' (sebutan agamawan di Arab Saudi).

Rahimahullah Kiayi Abdul Muhith, ajaranmu, kesederhanaanmu, katawadhuanmu, kewaraanmu, kerahbahanmu, keilmuwanmu, kerendahan hatimu dan sifat-sifat terpuji lainnya menjadi inspirasi hidup kami. Semoga Allah swt senantiasa mengganjarmu dengan berbagai kelimpahan pahala dan kebaikan di alam kuburmu, dan kami para muridmu selalu mendoakanmu sepanjang hayat semoga Allah swt menempatkanmu di surga-Nya, menerima amal ibadahmu, ilmumu yang diberikan kepada kami. Selamat jalan Kiayi. Inna Lillahi wainna ilayhi rajiun.

salam damai,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun