Mohon tunggu...
Abdullah Muzi Marpaung
Abdullah Muzi Marpaung Mohon Tunggu... Dosen - Seorang pejalan kaki

Tak rutin, tapi terus...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Lemari Sekolah dengan Banyak Piala

12 Januari 2021   04:29 Diperbarui: 12 Januari 2021   05:39 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tampaknya arus utama dunia pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa sekolah yang hebat dan berprestasi itu adalah sekolah dengan banyak lemari dan pada setiap lemari ada banyak piala. Lemari dengan banyak piala itu mudah kita lihat saat berkunjung ke sebuah sekolah, karena memang diletakkan di tempat yang mudah terlihat.

Ada juga yang mulai menyusun paradigma baru, bahwa institusi pendidikan yang baik tidaklah bisa diwakilkan dengan banyaknya piala, melainkan dengan perkara-perkara yang lebih substantif semisal lingkungan yang ramah anak, bersih, dan memberikan perhatian kepada potensi setiap anak murid yang beragam. Ada pula yang seolah-olah setuju dengan paradigma baru itu, tetapi dalam praktiknya terperangkap juga di dalam perburuan piala.

Tentu saja tidak dapat dikatakan bahwa piala-piala itu tak berguna. Bagaimanapun, suatu perjalanan -- termasuk perjalanan sebuah institusi -- pendidikan memerlukan indikator, memerlukan pengukuran. Ada banyak pengukuran yang perlu diterapkan. Boleh jadi ada yang menyertakan piala-piala ini sebagai salah satu dari pengukuran itu.

Akan tetapi, tampaknya yang jauh lebih esensial adalah proses untuk mendapatkan piala-piala itu. Adakah ia merupakan akibat dari telah berjalannya proses dengan baik, atau ia dijadikan tujuan? Misalkan kemudian secara terang-terangan atau malu-malu digunakan sebagai promosi sekolah untuk calon murid baru.

Lebih dari tujuh belas tahun kami memperkenalkan kegiatan sains yang menyenangkan kepada banyak sekolah. Pada masa-masa awal saya masih sering langsung bertemu dengan guru atau koordinator kegiatan ekstra-kurikuler di suatu sekolah. Terkait dengan ini saya akan berbagi dua pengalaman.

Pertama, di satu sekolah, setelah kami memaparkan tentang kegiatan sains yang menyenangkan serta tujuannya yang (sekadar) menarik minat anak-anak ke dunia sains, sang guru langsung menohok dengan sebuah pertanyaan, "bisakah sekolah ini disulap sehingga menjadi terdepan di bidang sains dalam setahun?" Kami katakan bahwa kami tak mampu. Itulah akhir pembicaraan. Kami tak pernah bekerja sama dengan sekolah itu. 

Kedua, beberapa kali saya diminta untuk membimbing siswa SMP/SMA dalam melakukan penelitian yang nantinya diikutikan pada suatu lomba karya ilmiah. Saya tolak, karena pihak sekolah bertanya, "apakah ada jaminan anak-anak kami menang?"

Kalau bimbingan untuk melakukan penelitian yang baik, mulai dari perumusan masalah, perancangan percobaan, pengolahan data, pengambilan kesimpulan hingga ke penulisan karya ilmiah, mudah-mudahan dapat saya lakukan. Singkat cerita, sayapun pamit dan berlalu. Saya bukan pesulap. Saya seorang pejalan yang mencintai perjalanan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun